Peristiwa erupsi Gunung Semeru yang berada di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur beberapa minggu yang lalu menjadi berita yang cukup menghebohkan bagi Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang cukup sering dilanda berbagai bencana alam karena posisinya yang berada pada pertemuan dua lempeng yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Mediterania serta berada di wilayah Cincin Api Vulkanik.
Indonesia juga memiliki banyak sekali gunung api yang masih aktif dan secara berkala dalam kurun waktu beberapa tahun rutin mengalami erupsi vulkanik.
Menurut data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Indonesia memiliki 127 gunung api aktif, meski hanya 69 gunung api yang terpantau dengan peralatan seismik yang memenuhi standar. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah gunung api aktif terbanyak sekaligus paling mematikan di dunia
Tentunya dengan kondisi geografis yang sedemikian rawan bencana menyebabkan bencana alam seperti erupsi gunung berapi dan gempa bumi dapat terjadi kapan saja.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di daerah rawan bencana harus memiliki kesadaran dan kesiapan yang memadai untuk meminimalisir dampak kerugian yang dapat ditimbulkan dari bencana tersebut jikalau terjadi. Pemerintah daerah terkait juga perlu memiliki kesiapan dalam mendeteksi dan melaksanakan penanggulangan bencana sedini mungkin.
Proses manajemen risiko menurut standar ISO 31000 dalam mengkaji risiko terkait dengan peristiwa erupsi Gunung Semeru melibatkan beberapa tahapan seperti menetapkan konteks risiko, melakukan identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, perlakuan risiko, dan komunikasi & konsultasi serta pemantauan dan pengkajian ulang.
Kajian atas risiko dari peristiwa erupsi Gunung Semeru adalah sebagai berikut:
1. Kejadian Risiko : Tanah areal pertanian rusak dan tidak produktif
2. Konteks Risiko
- Konteks Eksternal : Lingkungan ekonomi dan kondisi alam di sekitar wilayah Gunung Semeru
- Konteks Internal : Kebijakan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan
3. Pemilik Risiko : Pemerintah Daerah dan Petani