Di Hari Literasi Internasional (International Literacy Day) yang jatuh pada Minggu 8 September 2019 menjadi perhatian bagi sejumlah elemen bangsa. Salah satu elemen yang peduli pembangunan dan demokrasi yakni BRORIVAI Center (BRC) ikut ambil bagian dalam mempromosikan upaya pemberantasan buta aksara di Indonesia Bagian Timur, khususnya di Sulawesi Selatan.
Bertepatan momentum hari literasi ini, BRC mengajak semua pihak kiranya memanfaatkan kesempatan untuk mendidik publik dalam meraih kecerdasan, membentuk karakter bangsa, mendorong peradaban, ikut memobilisasi kemauan politik dan sumberdaya untuk mengatasi masalah-masalah lokal, nasional maupun global dalam memperkuat pencapaian kemanusiaan. Hal ini disampaikan Founder BRC, Abdul Rivai Ras dalam kesempatan percakapan melalui mobile cellular-nya (8/9).
Menurut Rivai, kini penting untuk kita membantu pemerintah dalam memberantas buta aksara yang notabene mayoritas berada di Indonesia Bagian Timur.
"Dalam segmen populasi dan sebaran, nampaknya buta aksara masih tergolong tinggi di negeri kita, khususnya di wilayah timur yang banyak berada di kantong-kantong kemiskinan. Oleh karenanya perlu keterlibatan semua elemen bangsa ini untuk ikut mengatasi isu keaksaraan kita," pungkasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2018) tercatat ada enam provinsi di Indonesia dengan angka buta aksaranya lebih dari empat persen, yaitu Papua (22,88 persen), Nusa Tenggara Barat (7,51 persen), Nusa Tenggara Timur (5,24 persen), Sulawesi Barat (4,64 persen), Sulawesi Selatan (4,63 persen), dan Kalimantan Barat (4,21 persen).
Meskipun kini ada kemajuan dalam pemberantasan buta aksara, namun tantangan literasi masih tetap terus berkembang. "Mari kita terus berkontribusi, minimal menghilangkan kesenjangan dan ketertinggalan saudara kita di bagian timur," ungkap Rivai yang juga pengajar Universitas Pertahanan.
Lebih lanjut, Rivai menegaskan pentingnya merangkul keragaman bahasa yang ada dalam pendidikan dan melakukan pengembangan literasi dalam berbagai aspek sebagai sarana untuk saling menjaga keharmonisan di tengah masyarakat yang multi-budaya dan etnis itu.
Tentu disadari bahwa multibahasa dan sejumlah perbedaan yang ada dalam dunia globalisasi dan digital hari ini akan terus menjadi bahan diskusi penting dalam kebijakan dan praktik untuk mencapai inklusi yang lebih besar menuju terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan.
"Sekali lagi, mari kita mempromosikan keaksaraan sebagai alat untuk memberdayakan individu, komunitas dan masyarakat luas demi kemajuan!, dan semoga kita dapat berbuat sesuatu untuk bangsa kita dan dunia, sekalipun itu hanya baru sebatas ekspresi," tutupnya.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H