SDGs merupakan sebuah komitmen yang dibuat secara global dan nasional yang berisi upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Sosial dan ekonomi negara merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat akselerasi kajian SDGs untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Salah satu contohnya yaitu tingginya utang negara yang tidak dapat menanggulangi kesejahteraan. Disini saya setuju bahwa isu tersebut memang dapat menghambat SDGs. Mengapa? Karena beberapa target SDGs tentu saja membutuhkan dana, seperti mengakhiri kelaparan, pendidikan bermutu, tanpa kemiskinan, dsb. (Pahlephi, 2022)
Apakah alasan negara berutang? Alasan utamanya yaitu karena pendapatan negara belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka dari itu negara berhutang sebagai instrumen pembiayaan yang digunakan untuk menambah kekurangan tersebut. Contoh yang dapat ditemukan di Indonesia, yaitu utang digunakan untuk APBN. Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang mengambil kebijakan dimana Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara. Setiap negara memang perlu mendorong segi infrastruktur dan konektivitas, dan hal tersebut menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang dapat menyebabkan negara untuk berhutang. (2022, kompas.com )
Mengapa isu tersebut dapat menhambat kesejahteraan negara? Bayangkan bagaimana agar negara dapat memenuhi target-target tersebut jika memiliki utang negara yang sangat tinggi. Tentu saja tidak memungkinkan. Akan tetapi masih ada cara untuk mengelola utang tersebut, seperti yang telah direncanakan pemerintah, sebagai berikut:
"1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) rupiah maupun penarikan pinjam dalam negeri.
2. Melakukan pengembangan instrumen utang, agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih sesuai, dan risiko yang minim.
3. Pengadaan pinjaman luar negari digunakan untuk memenuhi kebutuhan prioritas dengan kondisi wajar, dan tanpa agenda politik dari kreditur.
4. Mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri dalam periode jangka menengah.
5. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan pasar modal.
6. Meningkatkan koordinasi dan komonikasi dengan berbagai pihak, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan pinjaman.
Sedangkan strategi khusus untuk pengelolaan utang negara adalah, meningkatkan likuiditas dan daya serap pasar SBN domestik, menurunkan biaya pinjaman dengan selektif memilih lender, meningkatkan kualitas penyerapan pinajaman, dan terakhir meningkatkan kualitas proses bisnis dan komuniasi dengan stakeholder." (Kertiyasa, 2012)
Dapat beberapa jalan penyelesaian yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak beban utang sekaligus dapat membantu meringakan beban APBN dalam pengembangan infrastruktur.
1. Menghindari Perangkap
Pertama, Negosiasi kembali urgen untuk dilakukan mengingat keadaan ekonomi saat ini, khususnya bagi utang jangka panjang. Kedua, Pemerintahan dan DPR dapat bersepakat untuk menentukan batas maksimal yang bisa ditolerir Pemerintah Indonesia. Ketiga, mencari kemungkinan inovatif untuk menghapus utang secara selektif. Keempat, selfcontrol dalam mengadakan transaksi utang dan masalah pengelolaannya.
2. Swap sebagai Inovasi
Bentuk yang cukup dikenal adalah bentuk debt for equity swap, yang dilakukan oleh negara kreditur dengan menjuak utang tersebut kepada seorang investor pada suatu tingkat discount. Investor tersebut akan kemudian menjualnya kembali pada tingkat nilai penuh kepada bank sentral di negara dan kemudian membeli sebagian atau seluruh saham usaha lokal. (Darmawan, 2022)
Kesimpulannya, akselerasi kajian SDGs dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 terhambat akibat tingginya hutang negara. Oleh karena itu hutang negara dapat dikelola dulu sehingga kajian SDGs dapat berjalan dalam meraih Indonesia Emas.
Referensi: