Lihat ke Halaman Asli

V. Setyawan

Karyawan

Bangkitkan Semangat Spiritual untuk Kebersamaan

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bertepatan dengan hari kebangkitan nasional 20 Mei 2015 yang ke 107 thn (1908-2015) dan bersamaan dengan masuknya era reformasi yang ke 17 (1998 – 2015), penulis mencoba melihat dari perjalanan spiritual para pendiri agama-agama besar dunia dimana peran pemuka agama lebih dihormati dan dihargai dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin institusi sosial lainnya, kita masih bersyukur hidup di Indonesia yang mana kekuatan kharismatik pemuka-pemuka agama masih di nomer wahidkan dibandingkan negara–negara yang menganut faham sekulerisme materialistis.Semua peristiwa-peristiwa besar dalam kehidupan ini telah ditakdirkan seperti kelahiran, keluarga dan kematian ini bagian dari pemahaman spiritual yang menyatu dengan Tuhan, dan kita menyadari kesadaran bahwa Tuhan ada didalam diri kita.Begitupun lahirnya kebangkitan nasional dan reformasi ini bahwa kita menyadari adanya sebuah keterpurukan dalamkehidupan bernegara dan berbangsa sehingga lahirlah sebuah sejarah bangsa.

Marilah kita telaah ajaran agama–agama resmi yang ada di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Budha, Hindu dan yang terakhir yaitu Konfusius dimana masing – masing dalam kitab sucinya selalu memberikan keyakinan akan wahyu yang disampaikan oleh Tuhan melalui utusannya dan memotivasi untuk saling mencintai, menghargai dan mengasihi dalam bingkai kehidupan di dunia ini.Lihatlah!!! figur pemimpin Muhammad, Yesus, Siddharta, Rsi dan Khonghucu mereka begitu gigih menebarkan kasih sayang yang tanpa batas dan mereka juga menembus masa kesulitan menjadi pencerahan serta tidak henti-hentinya memberikan pendidikan kepada mereka yang bodoh tanpa memandang siapapun orang tersebut agar bisa menerima sebuah keyakinan yang absolut dari beliau.

Kalau kita betul–betul menjadi pengikut setia dari pemimpin-pemimpin agama yang kita yakini maka seharusnya dan semestinya kita mematuhi dan memahami apa yang tlah diajarkan oleh beliau kepada seluruh ummatnya, bukan sebaliknya melecehkan atau hanya dianggap sebuah simbolis belaka??? bahwa ahhhh…….ini kan cuman bagian dari filsafat/teori, kita kan hidup didunia modern atau masa kini ……………….???? Jika ini yang terucap baik dalam hati atau terucap secara lisan maka akan berdampak pada kekosongan jiwa dan berpengaruh pada pola pikir yang egoistis.Semangat hidup bersama dalam keberagaman agama harus terus dibina dan dipupuk, ada kalimat bijak Wisdom mengatakan : “Penyiaran agama itu untuk berbagi kebenaran agar umat beragama menjadi sumber pencerahan bukan untuk kompetisi, pertandingan dan debat mencari pemenang.”

Semangat membangkitkan spiritual kita jangan hanya semata–mata untuk kita pribadi tapi di sosialisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, kebenaran-kebenaran apa yang kita yakini tidak boleh dipaksakan kepada orang lain biarlah semua itu berjalan secara alamiah karena kita tidak tahu dibalik misteri kehidupan ini. Penulis dalam hal ini tidak merinci perjalanan-perjalanan dari para pemimpin-pemimpin agama-agama besar dunia tapi kita bisa memetik contoh kecil sebagaispirit kebersamaan yang di bangun oleh Nabi Muhammad SAW pada masa kepemimpinan beliau dimana tidak ada satu agama lainpun yang terlukai dan semua mematuhi persetujuan yang beliau gagas dalam bingkai kebersamaan, begitupun spirit yang terlahir dari Yesus dalam menebarkan rasa kasih sayang kepada seluruh ummatNya dimasa pengkhotbahan oleh beliau yang banyak rintangan terutama dari orang orang farisi tetapi dibalasnya dengan rasa cinta dan kasih sayangNya.Selanjutnya kita mengenal Tokoh Siddharta (Budha Gautama) setelah keluar dari Istana dan memasuki pertapaan dikarenakan melihat empat kondisi yang sangat berarti dan menjadikan pertarungan bathin beliau sehingga mendapatkan pencerahan kesempurnaan setelah masa pertapaan dan terus menyebarkan ajaran ajaran Budha, sebaliknya Khong Hu Cu setelah wafatnya beliau masih diselimuti kekecewaan yang masih mendalam dikarenakan belum bisa mengabarkan kebaikan yang sempurna sampai tuntas oleh dinasti yang berkuasa dimasa kehidupan beliau tetapi di generasi-generasi dinasti berikutnya baru ajaran ajaran khong Hu Cu mulai diterapkan dan disebarluaskan.

Inilah gambaran perjuangan para pemimpin agama yang kita, anda atau kalian yakini dimana mereka selalu merendahkan hati dan selalu berjuang untuk kaum termarginalkan dari lingkup kekuasaan.Maka jadilah duta-duta penentang pemikiran adanya benturan peradaban agama dan budaya yang akan datang dalam bukunya (Samuel Huntington) yang menimbulkan banyak perdebatan panas di penjuru dunia.Hal ini perlu adanya kerja keras antara agama yang satu dengan agama yang lain untuk terus jujur, toleransi dan meningkatkan pendidikan disegala bidang termasuk pemahaman keyakinan atas adanya pemikiran paham radikalisme serta memberikan kesejahteraan yang berkeadilan sehingga membentuk budaya-budaya yang patuh pada norma–norma hukum agama dan hukum negara demi kebersamaan yang hakiki.

Kita memang bukan bagian dari pelaku sejarah besar tapi kita adalah bagian dari penerus sejarah besar tersebut atau bisa juga menjadi duta-duta penerus sejarah walaupun dalam lingkup yang kecil, sehingga seyogyanya membangkitkan jiwa yang terlena dan terlelap tidur dari ketidakpahaman akan adanya potensi SARA, apatis atau hanya mementingkan kepentingan kelompoknya yang ada pada diri kita sendiri hal ini harus segera dirubah, dan hal tersebut juga jauh dari sifat spiritual apa yang kita yakini karena ber-agama bukan sekedar mendengar dari para pendakwah atau pengkotbah saja, tapi jauh lebih penting adalah implementasi dari sebuah pengajaran para rasul-rasul Tuhan yang diutus kebumi. Inilah yang dinamakan momentum untuk kebangkitan nasional dari keterpurukan pengetahuan, pemahamam dan pengajaran, karena “bangkit” & “me-reformasi” dimaksud untuk merubah untuk mencapai seluruh aspek kehidupan, dalam bidang pendidikan, ekonomi, mental bangsa, sosial budaya dan tidak melupakan akhlak yang baik untuk membangun bangsa ini.Dan jangan melupakan kalimat yang cukup sederhana ini “sudah pantaskah kita”.

Salam Kebangkitan dan Reformasi Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline