Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Content Creator Tidak Harus Berduit? [KKN UNDIP Tim 1 2020/2021]

Diperbarui: 7 Februari 2021   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semarang (07/02/2021). Dari judulnya saja mungkin sudah mengundang pertanyaan bagi beberapa pembaca setia kompasiana, "Menjadi Content Creator Tidak Harus Berduit. Kenapa?".

Heran bukan kenapa tokoh-tokoh seperti Mimi Peri, Kekeyi, Nandar Ukandar bisa sangat terkenal di media sosial? Padahal bisa terbilang ketiga tokoh itu "terlihat" mempunyai konten kualitas low budget alias kualitas video yang seadanya.

(Terlepas dari sensasi yang mereka buat), ada satu hal yang tidak disadari oleh orang kebanyakan. Mereka bertiga sama-sama pintar mencari peluang. Contoh paling nyata adalah Kekeyi yang terkenal dengan sebutan si ratu pentol dan gaya khas terkaman singanya itu. Kekeyi pertama kali meng-upload videonya di YouTube dengan judul "25k Makeup Challenge" di mana saat itu sedang sangat hype konten-konten tentang beauty dan makeup. Namun, yang membedakan videonya dengan video tutorial makeup lain terletak pada peralatan makeup yang dia gunakan (meskipun seadanya, hanya balon berisikan air), tetapi di situlah letak keunikannya. Ditambah videonya seringkali direpost di akun-akun meme, yang mana itu otomatis akan meningkatkan engagement Instagram dan traffic YouTube nya sendiri.

Ataupun konten-konten Agung Hapsah yang meskipun seringkali memiliki judul video yang sangat singkat, contoh: "Ini video 100% iklan", "Agen Resep Rahasia". Namun hampir selalu bisa menembus angka di atas 2 juta views. Kenapa? Karena video-video yang ditawarkan pun memiliki konsep ide yang unik dan penyampaiannya pun berbeda dari content creator lain.

dokpri

Lalu kenapa untuk menjadi content creator tidak harus kaya, tidak harus berduit? Alasannya sederhana, karena kreativitas itu mahal harganya. Seperti yang dijelaskan pada beberapa contoh desain dari workshop content creator (workshop ini menjadi salah satu program KKN yang dijalankan oleh Brigitta Sherlen, mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Semarang) di atas, tolak ukur kesuksesan seorang content creator bukan terletak pada kamera atau ponsel yang mahal, bukan pula terletak pada mahal tidaknya software edit yang digunakan. Namun, terletak pada keunikan dari ide itu sendiri dan bagaimana sang content creator mengkomunikasikan kesegaran idenya kepada para pengguna sosial media. Semakin menghibur/bermanfaat sebuah konten tentunya akan semakin banyak yang me-repost, bukan?

Bagaimana menurut kalian? Siapa content creator yang selalu berhasil menginspirasi kalian hingga saat ini?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline