Film dapat dikatakan telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat. Dengan menonton atau bahkan memproduksi film, mungkin ada rasa kepuasaan tertentu yang ingin dicapai individu atau kelompok tertentu.
Film ternyata tak hanya menjadi media hiburan saja, nyatanya melalui film kita dapat mengungkap makna tersembunyi di dalamnya. Hal ini bukan berarti bertujuan menganalisis karakter atau mencari mengapa mereka berperilaku seperti itu (Cateridge, J., 2015, h. 278).
Hal tersebut dapat kita analisis melalui konsep Psikoanalisis dari Sigmund Freud. Konsep psikoanalisis ini dapat menjembatani kita untuk melihat perilaku manusia dan pemahaman film.
Sigmund Freud, sebagai penemu psikoanalisis membagi pikiran menjadi tiga komponen, yakni Id, Superego, dan Ego. Salah satu film yang akan kita bahas melalui psikoanalisis adalah The Call (2020).
Mengupas Film The Call (2020)
Film asal Negeri Ginseng yang bergenre thriller ini menjadi menarik untuk dibahas. Film ini bercerita mengenai adanya panggilan dari masa lalu melalui telepon rumah tanpa kabel.
Panggilan masa lalu ini tak tanggung-tanggung, yakni 20 tahun lalu. Seo-yeon (Park Shin-hye) seorang wanita berusia 28 tahun yang hidup di masa sekarang, tanpa sengaja menemukan telepon tua di rumah masa kecilnya.
Ia kerap mendapatkan panggilan telepon misterius dari seseorang yang mencari temannya. Sosok tersebut adalah Young-sook (Jeon Jong-seo) yang hidup di masa lalu tepatnya pada tahun 1999.
Seo-yeon kemudian mengetahui bahwa Young-sook dan dirinya terpisah dua dekade, namun dapat terhubung melalui telepon. Mereka saling berkomunikasi dan menjadi teman baik.
Seo-yeon yang menceritakan bahwa ayahnya meninggal di tahun 1999 itu, kemudian Young-sook memiliki ide untuk menyelamatkan dan ternyata berhasil. Ayah dari Seo-yeon hidup kembali dan tinggal bersama lagi.