Susu merupakan salah satu produk pangan alami yang kerap kali disebut sebagai "complete food" karena mampu memenuhi hampir seluruh kebutuhan gizi tubuh di antaranya karbohidrat, protein, lemak, dan zat gizi mikro (kalsium, fosfor, dan beberapa vitamin seperti B2, A dan D).
Kandungan asam amino pada susu cukup lengkap salah satunya adalah lisin yang jarang ditemui pada sumber protein nabati. Konsumsi susu dinilai sangat penting terutama bagi anak-anak karena kalsium, fosfor, dan vitamin D pada susu yang berperan dalam pembentukkan tulang. Selain itu, konsumsi susu sebagai sumber protein sangat penting bagi pembentukkan imun tubuh di masa pandemi. Susu yang paling banyak dikonsumsi adalah susu sapi baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan berupa susu Ultra High Temperature (UHT) dan susu bubuk yang banyak ditemui di pasaran.
Perubahan pola konsumsi susu menjadi susu nabati dan lactose intolerance
Alternatif pilihan seperti susu nabati berbasis kacang-kacangan dan serealia saat ini sedang banyak diminati. Susu nabati dipandang sebagai alternatif susu yang sehat dan baik bagi keberlangsungan lingkungan. Meskipun demikian, bahan-bahan nabati memiliki beberapa kekurangan seperti adanya tripsin inhibitor, senyawa toksin seperti asam sianida (HCN), serta aroma langu yang ditimbulkan. Kandungan gizi pada susu nabati tidak sama kaya dengan susu sapi jika dilihat dari segi profil asam amino dan manfaatnya bagi kesehatan tulang.
Selain itu, proses pengolahan susu nabati tidak semudah susu sapi. Proses preparasi kacang-kacangan yang panjang dan penggunakan stabilizer maupun enzim pemecah pati seperti amilase diperlukan dalam pengolahan susu nabati sehingga hal ini dapat menurunkan efisiensi produksi. Berdasarkan studi, berbagai alasan dimunculkan terkait dengan perubahan konsumsi susu sapi menjadi susu nabati.
Salah satu hal yang menjadi pemicu utama perubahan konsumsi susu sapi menjadi susu nabati adalah lactose intolerance. Lactose intolerance merupakan ketidakmampuan untuk mencerna laktosa (karbohidrat pada susu dalam bentuk disakarida) karena defisiensi enzim laktase pada tubuh sehingga tidak mampu memecah semua laktosa yang dikonsumsi. Laktosa yang tidak terpecah akan difermentasi di dalam kolon dan menimbulkan gangguan pencernaan seperti diare, kembung, timbul gas, dan mual. Kecenderungan para penderita lactose intolerance untuk tidak mengkonsumsi susu, menyebabkan peningkatan risiko defisiensi kalsium, fosfor, dan vitamin D dan mengarah pada risiko osteoporosis.
Lactose-free milk sebagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi bagi para penderita lactose intolerance
Salah satu solusi bagi para penderita lactose intolerance agar tetap mendapatkan manfaat gizi dari susu adalah lactose-free milk. Lactose-free milk merupakan susu yang telah dihilangkan laktosanya melalui beberapa teknologi. Berikut merupakan teknologi dalam pembuatan lactose-free milk:
- Menggunakan enzim laktase
Enzim laktase merupakan enzim pemecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Pemanfaatan enzim laktase dapat dilakukan hingga tercapai kadar laktosa hanya sekitar kurang dari 0,01%. Namun, metode ini akan menimbulkan reaksi maillard yang dapat mengubah rasa dan aroma susu akibat adanya glukosa dari pemecahan laktosa oleh enzim. Sehingga produk lactose-free milk memiliki umur simpan yang tidak lama. Para peneliti merekomendasikan pemberian enzim laktosa dalam bentuk steril ke dalam susu yang sudah melewati proses pemanasan untuk menghindari reaksi maillard sehingga susu yang dihasilkan memiliki umur simpan yang lama dan tidak mengalami perubahan rasa dan aroma.
- Filtrasi
Pembuatan lactose-free milk juga dapat dilakukan menggunakan teknologi filtrasi. Laktosa dalam susu akan tersaring bersama padatan lainnya. Namun, proses ini dapat mengganggu kualitas susu terkait beberapa padatan ikut tersaring seperti lemak, dan zat gizi lainnya. Proses filtrasi dapat menurunkan kandungan laktosa hingga 40%.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H