Lihat ke Halaman Asli

Aku yang Terluka

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sore meranggas sepi merangkak pada malam yang tak kunjung datang. Aku masih di sini termenung menikmati gemerisik gerimis yang mulai membasahi pipi. Kulirik jam tanganku sudah menunjukkan pukul 5, namun tak terlihat tanda-tanda kedatangannya. Yah..aku menunggu seseorang di masa laluku, seseorang yang pernah menjadi bagian cerita dalam coretan-coretan hidupku.

Rintik –rintik gerimis semakin deras menyerangku. Aku ingin menyerah dan menghilang di balik harapku. Perlahan namun pasti ku beranjak pergi. Namun tiba-tiba hujan berhenti di atas kepalaku. Ada payung yang menghalangi hujan menembus wajahku. Duniaku seakan terhenti, Adityas telah berdiri di sampingku.

“ Maaf Lan, aku terlambat. Masihkah kamu mau duduk sejenak bersamaku ?’’ tanyanya.

Aku hanya mengangguk pelan, mengikuti Adityas yang menuntunku memasuki sebuah angkringan.

“ Dua kopi panas, yang satu gak pakai gula pak ” pesan Adityas.

“ Kamu masih menginggatnya Dit ?’’ tanyaku.

“ Ingat apa Lan ?”

“ Kopi tanpa gula ”

“ Aku tak pernah lupa semua tentangmu Wulan. Senyummu, marahmu, hobimu bahkan ukuran sepatumu.”

“ Kamu serakah Dit, kamu tlah bersama Mei. Tapi kenapa kau berikan harapan padaku ? Berhentilah mencoba menarik ulur hatiku. Aku telah bahagia dengan sendiriku saat ini ”

“ Aku tak bisa jauh darimu Lan. Aku tak ingin bayanganmu hilang dari penglihatanku. ”

“ Jika kamu tak ingin aku hilang kena kamu melepasku ? Dan mengganti dengan yang lainnya. Sayatan namamu masih terukir di memoriku Dit, tapi hati ini juga masih basah oleh luka yang kamu buat. ”

“ Maaf Lan, aku tak pernah bermaksud untuk membuatmu menangis. Ada alasan yang tak pernah bisa aku jelaskan kenapa aku harus meninggalkanmu”

“ Alasan ? Alasan apa Dit..! Alasan untuk menyakitiku ? ” teriakku.

“ Aku tak bisa jelasin sekarang Lan, yang perlu kamu tahu aku masih sangat menyayangimu dan masih selalu ada di balik bayanganmu. Suatu saat nanti kamu akan mengerti tentang sikapku saat ini ”

“ Tak ada gunanya aku mengerti maupun tidak Dit. Karena tak akan juga merubah keadaan yang ada.Sekarang aku hanya bisa menertawakan diriku sendiri yang tak juga beranjak dari bayanganmu.”

“ Jika masih ada bayanganku dalam hatimu. Berikan aku kesempatan untuk kembali mengisi masa-masa yang telah terlewatkan tanpamu Lan.”

“ Begitu mudah bagimu ya Dit, apakah kamu tak memikirkan Mei ? Kekasih yang selalu membanggakanmu di depanku”

“ Wulan...aku tak pernah menyukainya. Dia hanya......”

“ Hanya apa ? Cukup Dit. Biarlah semua kembali berjalan seperti biasa dan hanya ada aku yang terluka. Suatu saat nanti akan kamu temukan seseorang yang lebih baik meskipun itu bukan diriku ”

Adityas terdiam, alam pun membisu yang terdengar hanya gemerisik hujan mengalir membunuh semua harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline