Lihat ke Halaman Asli

Golkar Dikhianati dan Dibeli Prabowo

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik mencermati konstelasi politik kekinian setelah Aburizal Bakrie (Ical) mengunjungi Prabowo Subianto di Hambalang Bogor, Senin (5/5/2014). Kunjungan ini merupakan kunjungan balasan setelah Prabowo mengunjungi Ical di Menteng Jakarta, Selasa (29/4/2014). Saling kunjung kedua capres yang diajukan dua partai besar tersebut memberi sinyal yang kuat akan terjadinya kesepahaman kedua tokoh untuk membangun koalisi politik menghadapi pilpres 2014.

Setelah bertemu Prabowo di Hambalang, Ical terlihat melunak terhadap keseriusannya mencalonkan diri sebagai Presiden RI ke 7. Hal ini tentu bertolak belakang dengan sikap Ical yang selama ini bersikukuh dengan pencapresannya meski mendapat kritik keras dari internal maupun eksternal Golkar. Berbekal hasil keputusan Rapimnas Golkar ke III tahun 2012, Ical tetap ngotot untuk berlaga dalam pilpres 9 Juli 2014 mendatang. Perubahan sikap Ical setelah bertemu Prabowo menarik untuk dicermati. Benarkah ada jual-beli yang menyebabkan Ical berubah sikap terhadap Prabowo yang alumni Golkar?

Prabowo mengkhianati Golkar

Sebelum menjadi Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra, Prabowo tercatat sebagai kader dan salah satu anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. Prabowo juga pernah ikut konvensi Golkar untuk mendapatkan figur yang diajukan dalam pilpres 2004 meski akhirnya kalah dengan Wiranto. Prabowo mengundurkan diri dari Golkar setelah menghadap Ketua Umum Golkar waktu itu Jusuf Kalla pada tanggal 12 Juli 2008. Alasannya, ia merasa kurang maksimal berkiprah, menyumbangkan pikiran, dan tenaga jika tetap berada di Golkar. Prabowo juga merasakan, sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar tidak bisa membawa pesan dan memperjuangkan pesan kaum tani sementara Prabowo saat itu juga menjabat sebagai Ketua HKTI yang tentu mengemban tugas memperjuangkan kaum tani.

Saat mengundurkan diri dari Golkar, Prabowo menampik tudingan bahwa ia keluar dari Golkar karena ingin mencalonkan diri sebagai Presiden. Di saat yang sama Prabowo juga menyatakan belum secara resmi menjadi bagian dari Gerindra. Ia mengaku masih berunding dengan tokoh-tokoh Gerindra (Kompas.com). Pernyataan-pernyataan Prabowo saat mengundurkan diri dari Golkar tersebut sekarang layak untuk dikritisi.

Pertama, soal penampikannya terhadap tudingan bahwa ia keluar dari Golkar karena ingin mencalonkan diri sebagai Presiden. Sejak pilpres 2009 ternyata Prabowo sudah berambisi untuk menjadi Presiden dengan mencoba menjalin koalisi dengan PPP dan PAN. Namun pada detik-detik akhir PPP dan PAN berubah haluan dan lebih memilih bergabung dengan koalisi pelangi yang dibangun SBY. Gagal maju menjadi capres membuat Prabowo terpaksa mau bersanding dengan Megawati menjadi cawapres yang kalah oleh pasangan SBY-Boediono. Dan seperti kita ketahui bersama, di pilpres 2014 ini Prabowo kembali mencalonkan diri menjadi Presiden dan sudah diusung secara resmi oleh Gerindra. Apakah sekarang Prabowo bisa menyangkal tudingan bahwa ia keluar dari Golkar karena ingin mencalonkan diri sebagai Presiden? Mencla-mencle (asal santun)?

Kedua, pernyataan Prabowo saat pengunduran diri dari Golkar menyebut bahwa dirinya belum secara resmi menjadi bagian dari Gerindra. Pernyataan yang sama juga disampaikan Prof Dr Suhardi, Ketua Umum Gerindra saat menyerahkan berkas kelengkapan Gerindra untuk diverifikasi Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) Rabu (27/2/2008). Gerindra tidak ada kaitan dengan siapapun. Tidak juga dengan Prabowo. Dia bukan deklarator, bukan pengurus, dan juga bukan anggota partai kami. Tidak juga sebagai penyandang dana, begitu kata Suhardi. (Kompas.com)

Pernyataan-pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan keterangan resmi yang terlansir di sejarah Partai Gerindra yang menyebut Prabowo sebagai salah satu pendiri Gerindra. Selain itu perencanaan nama partai juga melibatkan Prabowo saat dilaksanakan Sea Games 2007 di Bangkok bulan Desember 2007. Bahkan disebutkan pula bahwa penggunaan kepala burung garuda sebagai lambang Gerindra adalah gagasan Prabowo. Dengan demikian, Prabowo jelas terlibat dalam pembentukan Gerindra sejak awal tetapi mengapa semua itu disangkal?. Strategi politik atau berbohong (asal santun)?

Ketiga, pernyataan Prabowo bahwa dirinya tidak bisa maksimal memperjuangkan aspirasi kaum tani kalau masih di Golkar. Sebuah sindiran dari Prabowo kalau Golkar tidak berpihak kepada kaum tani. Namun saat ini Prabowo intensif membangun koalisi politik dengan Golkar dalam menghadapi pilpres mendatang. Mengapa Prabowo harus menjalin koalisi dengan Golkar kalau Golkar dia tuduh tidak aspiratif terhadap kaum tani yang begitu gigih dia perjuangkan sehingga ia lebih memilih keluar dari Golkar? Bukankah nanti Golkar bisa menjadi ganjalan saat Prabowo memperjuangkan nasib kaum tani? Pragmatisme politik atau plin-plan (asal santun)?

Prabowo membeli Golkar

Saat bertemu dengan pengurus Pepabri di Jakarta, Selasa (22/04/2014) Prabowo kembali mengungkap alasannya keluar dari Golkar dan mendirikan Gerindra. Menurut Prabowo, suasana politik di Golkar tak lagi sehat. Golkar penuh politik transaksional, penuh jual-beli. Dia menyebutkan kondisi itu terjadi lantaran Golkar kini didominasi oleh para pemodal besar, yaitu kalangan pengusaha (Tempo.co). Alasan Prabowo ini jelas sangat berbeda dengan alasannya saat keluar dari Golkar tahun 2008. Tidak konsisten (asal santun)?

Dengan meminjam alasan Prabowo tersebut diatas bahwa Golkar penuh politik transaksional dan penuh jual-beli kini kita dapat mengambil asumsi bahwa koalisi Golkar dengan Gerindra tentu penuh transaksi dan praktek jual-beli. Sebagai pribadi yang memiliki ambisi besar untuk menjadi Presiden tidak menutup kemungkinan bahwa Prabowo adalah pihak yang membeli Golkar. Apalagi Golkar yang memiliki suara lebih besar dibanding Gerindra rela menurunkan derajatnya dengan menjagokan Ical sebagai cawapres Prabowo tentu alasan Prabowo membeli Golkar mendapat penguatan.

Dari uraian diatas setidaknya kita dapat mempertanyakan konsistensi sikap Prabowo yang gampang berubah sikap dan pendirian. Tiba-tiba Prabowo menyerang Golkar dengan tuduhan-tuduhan yang kejam tetapi secara tiba-tiba juga Prabowo “merangkak” untuk mendapatkan dukungan dari Golkar. Tentu semua kembali ke hitung-hitungan politik, untung rugi bagi Prabowo dalam menggapai cita-citanya menjadi Presiden RI. Tidak peduli konsistensi sikap, tidak peduli berbohong, tidak peduli mencla-mencle yang penting bisa menjadi Presiden.

Kita juga patut mempertanyakan sikap Golkar yang mudah berkompromi dengan orang yang menusuknya dari belakang. Apakah Golkar sudah hilang harapan dengan pencapresan Ical? Apakah Golkar sudah begitu parah kredibilitasnya sehingga tidak memiliki harga diri lagi? Apakah Golkar memang tidak memiliki elan vital sebagai partai mandiri? Atau memang benar tuduhan Prabowo bahwa Golkar adalah partai yang penuh praktek transaksi sehingga mudah dibeli? Mari kita simak perkembangan-perkembangan selanjutnya.

Sekian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline