Lihat ke Halaman Asli

Hukum Memberi dan Menerima

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1344420171105302884

"The Law Of Giving and Receiving" (Hukum memberi dan menerima).

By : Twitter @LintongQuotes

Salah satu hukum kesuksesan adalah hukum memberi, yang dalam istilah Deepak Chopra, disebut Hukum memberi dan menerima.

Sebelumnya saya akan memunculkan polemik positif dengan sebuah keraguan, Jika ditanya, "Mengapa memberi duluan baru menerima, tidak sebaliknya?" ; "Bagaimana cara memberi kalau kita tidak menerima?" ; "Bukanlah apa yang akan kita beri adalah bagian dari sesuatu yang harus kita terima lebih dulu?"

Sebelum pertanyaan itu muncul dalam benak pembaca disini, maka sebuah pemahaman dasar yang perlu kita terima lebih dulu adalah bahwa "Sejatinya setiap manusia yang dicipatakan mengawali hidupnya dengan menerima, bukan memberi." Bagi setiap manusia yang percaya bahwa dirinya terjadi karena proses penciptaan oleh Tuhan, maka serta merta pada saat itulah dia menerima anugerah kehidupan, sebut saja salah satunya adalah nafas. Hal itulah mengapa memang jelas bahwa manusia memang harus memberi dulu baru menerima. Dengan demikian, maka pesan dengan stuktur kata dalam kalimat, "The more you give the more you get" begitu logis adanya.

Arus lalu lintas kehidupan merupakan interaksi harmonis semua elemen dan kekuatan yang membentuk eksistensi. Tubuh manusia juga demikian, organ-organ di dalamnya saling memberi terus menerus secara dinamis dan menghasilkan eksistensi tubuh kita tetap terjaga. Dapat kita bayangkan jika jantung tidak memompa darah dan mengalirkannya, maka artinya proses memberi terganggu lalu burrr... ada pembuluh yang pecah dan koit-lah sudah kita, lalu eksistensi tubuh tadi tdk ada lagi.

Untuk makna 'menerima', saya pikir tidak perlu kita jabarkan, sebab menerima itu sangat mudah. Namun kata 'memberi' yang perlu mendapat penekanan, sebab memberi adalah sebuah tindakan yang susah-susah gampang, bukan susah gampang-gampang :).

Kekayaan atau Wealth (English) berasal dari kata Affluence atau Affluere (France), yang artinya 'mengalir berlimpah ke'.  Lalu kita melompat sejenak dengan kata yang disebut 'uang' sebagai bagian dari kekayaan.

Kata lain dari money (uang) adalah 'currency', yang juga merefleksikan sifat aliran energi. Kata ‘currency’ (English) berasal dari 'currere' (Latin) yang berarti 'mengalir'.

Berangkat dari pemaknaan kata-kata tadi, maka jika kita menghentikan sirkulasi uang - sebut saja menimbunnya (padahal uang dapat dikonversi ke nilai kehidupan yang memudahkan), berarti menghentikan sebuah sirkulasi, dan si uang itu tadi saat itu tidak layak disebut currency tetapi menjadi incurrency.

Dapat dibayangkan jika 90% manusia-manusia terkaya di dunia (yang dipercayakan memiliki 90% uang) tidak mempraktekkan konsek 'memberi' ini, maka bisa dipastikan seperti apa rusaknya sirkulasi dan interaksi dunia jadinya. Tentunya kehidupan kita lebih susah dari saat ini, meskipun tidak ada yang berani mengakatan bahwa dunia kiamat jika hal itu terjadi.

Seperti sungai, maka uang harus dijaga konsitensi sirkulasinya agar tidak mampet, seperti aliran sungai yang terbendung dan mengakibatkan banjir membahayakan.

So, makna 'memberi', salah satunya adalah mengupayakan sisrkulasi tetap hidup, sebab sirkulasi adalah hal yang vital dalam sebuah sistem.

Di sisi lain, memberi akan cenderung mengakibatkan menerima dan menerima cenderung mengakibatkan memberi. Sebab hukum alam juga berlaku dengan sirkulasi.

Lalu mengapa disebut bahwa semakin banyak memberi akan semakin banyak menerima? sebab seseorang yang memberi, sedang menjaga kekayaan semesta bersirkulasi dalam kehidupan.

Masih tentang memberi, menurut saya, seseorang yang memberi namun tidak dengan tulus, mungkin masih bisa menerima, namun pemberiaanya tidak memiliki energi di balik pemberiannya sehingga tidak mampu memaksa alam untuk melakukan proses selanjutnya yaitu memberinya kembali untuk dia terima. Hal ini mudah saja dibuktikan dengan melakukan percobaan memberi hal yang sama kepada expresi dan ketulusan yang berbeda, lalu lihat sikap orang yang menerima pemberian Anda. Sangat penting jika kerangka kebahagiaan dipaketkan pada saat kita memberi, sehingga terjadi peningkatan energi berlipat ganda dari pemberian itu.

Sekarang, saya ajak Anda melompat ke makna memberi dalam konteks di luar uang atau hal-hal tangible, dari hal sederhana yang tersaji di lingkungan kita. Sebuat saja keberadaan orang tua kita yang mungkin tdk bisa melakukan banyak kegiatan lagi dengan usia tua-rentanya seperti orang tua kita di rumah jompo misalnya.

Dalam sebuah meditasi, saya pernah bertanya, mengapa Tuhan masih mengijinkan seseorang yang sangat tua dan menderita di masa tuanya masih hidup? Saya tidak berani mengatakan jawaban saya ini benar, namun pencerahan yang saya dapatkan adalah erat hubungannya dengan kewajiban memberi dan hak menerima. Apa yang mampu terpikirkan adalah bahwa orang tua kita yang, kita sebut saja lemah, di masa muda mereka banyak memberi kasih sayang kepada kita dengan segala kemampuan mereka.

Maka sangat logis jika di masa tua mereka, orang-orang yang kuat, sebut saja punya kemampuan dan tenaga, terlepas dari apakah dia itu anaknya atau bukan, wajib memberi kasih sayang dan pengertian kepada mereka sebagai orang tua yang lemah dan para orang tua itu berhak mendapatkannya. Sedemikian sederhana ternyata kebingungan ini terjawab sehingga saya tidak pernah mempertanyakan keberadaan mereka kembali.

Langkah pertama mempraktekkan hukum memberi sebenarnya sangat mudah dan sederhana:  "Berilah sesuatu yang kita ingin dapatkan". Praktek kedua yang agak lebih sulit tetapi sangat mungkin dilakukan adalah, "Membantu orang lain mewujudkan apa yang mereka inginkan", tentunya tujuan positif apalagi mulia.

Nah, kalau tadi saya sudah memaparkan panjang lebar tentang memberi, maka di akhir artikel ini saya ingin menuliskan sedikit tentang ‘kesiapan menerima’. Pernah melihat seorang anak yang merengek-rengek meminta sebuah mainan kepada ayahnya – sebut saja Anda namun tidak dia sadari bahwa kedua tangannya sedang penuh oleh mainan yang sedang dipegangnya? Alhasil si anak tadi tidak akan mampu menerima pemberian Anda. Begitu juga dengan kita.

Jika segala pemberian Tuhan hanya kita genggam untuk diri kita sendiri dan tidak menyalurkannya, maka kita tidak akan mampu menerima pemberian Tuhan yang begitu besar dan berat untuk kita pegang dan kendalikan, sehingga mungkin kita tidak diijinkan untuk menerimanya.

Saya ingin mengakiri artikel ini dengan ajakan, “Jika kita ingin diberkahi dengan segala kebaikan yang ada, maka belajarlah diam-diam memberkahi orang lain dengan segala kebaikan."

Prinsip ini berlaku universal, dimanapun, pada siapapun, baik bagi orang per orang, perusahaan maupun negara atau antar bangsa.

Salam,

~Lintong | penulis buku best seller #BreadForFriends dan #PiecesOfKeysAtWork  | www.lintongquotes.com

Cat: Gambar illustrasi diamblil dari buku #WisdomOnTheWall karya @LintongQuotes




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline