Lihat ke Halaman Asli

Binus University? Tepat Tidak Buat Hasna?

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Minggu 27 Oktober 2013

Tujuh tahun yang lalu Hasna masih berjuang melawan astrocytoma tumor otak yang tumbuh di  otaknya. Tapi, pagi ini Hasna siap menjalani ujian masuk di Binus University. Sebuah perjalanan panjang buat Hasna dan buatku juga untuk melalui semua ini. Dengan ketabahannya melalui 4 kali operasi otak, dan radiasi dosis tinggi, alhamdulillah Hasna sudah bebas dari penyakit tersebut.

Bagi Hasna sendiri tentu tidaklah mudah  untuk mengembalikan kembali daya pikirnya hingga pada titik ini dia duduk di kelas 3 SMK. Radiasi “Double doses” telah menghancurkan sebagian sistem saraf pusatnya, menjadikan  daya pikirnya lambat dan mudah sekali lupa. Tapi itu dulu, Hasna yang sekarang sudah kembali menjadi gadis yang “struggle” dalam mencapai apa yang dia cita-citakan. Selamat datang kembali gadis kecilku...

Menatap panjang masa depannya, tercenung dan bingung tentang jurusan yang akan dipilihnya nanti di Binus. Satu minggu yang lalu ketika aku tanyakan tentang jurusan yang akan diambilnya, Hasna hanya mengatakan bahwa ia mau sholat istikharah dulu. MasyaAllah, betapa shalihahnya putriku itu. Dia memasrahkan pilihannya pada Allah SWT.

Hasna pernah mengutarakan beberapa jurusan yang menjadi minatnya. Antara lain yang berbau masak mamasak, kemudian pernah juga dia mengutarakan kalau dia senang sekali pekerjaan mengedit foto dan lay out gambar.

Untuk hal masak memasak aku menyarankan lebih baik dia mengambil jurusan managemen perhotelan, karena selain diajarkan memasak juga diajarkan managemen restoran. Kan setiap hotel pastilah mempunyai restoran kecil untuk menyediakan layanan sarapan pagi bagi para tamu-tamu hotelnya. Selain itu, akan diajarkan juga management front office, laundry, room, house keeping, yang menurutku lengkap sekali. Kalau Hasna memilih jurusan ini aku berharap dia tidak hanya sekedar kerja di hotel, tapi nantinya dia bisa punya restoran sendiri atau bahkan hotel sendiri.

Yang menjadi kerisauanku, adalah jurusan “hotel management” itu belum ada di kampus Binus alam sutera.  Jurusan itu adanya di kampus binus kemanggisan dan aku tidak bisa membayangkan bagaimana Hasna harus menyeberang jalan di tengah keramaian hiruk pikuknya kendaraan di daerah binus kemanggisan.

Hasna dengan kendala pergerakan bola matanya yang menjadi terbatas akibat radiasi di daerah kepalanya, menjadikan pandangan ke arah sampingnya terbatas. Menurutku hal itu akan menjadi kendala baginya ketika akan menyeberangi jalan. Terutama jika  Hasna harus kos di sana, dimana dia harus berangkat kuliah dari tempat kos nya dengan berjalan kaki ke kampusnya. Seperti kita ketahui lalu lintas di kota Jakarta sangatlah tidak bersahabat dengan pejalan kaki, dan menjadikan nyawa manusia tidak ada harganya. Siapa sih orang tua yang tidak menjadi risau karenanya?

Hasna sudah 3 malam melaksanakan sholat istikharah, tapi dia selalu mengatakan, “Hasna belum mendapat  mimpi,  bun”.

“Sayang, petunjuk itu tidak selalu berupa mimpi, bisa juga setelah melakukan sholat itu hati kita mantap menentukan satu pilihan”. Aku menerangkan.

“Tapi yang perlu Kakak (begitu aku memanggil Hasna) ketahui, pada saat kita melaksanakan sholat istikharah tersebut, hati dan pikiran kita harus benar pasrah kepada Allah, dan jangan ada sedikitpun kecenderungan kita untuk memilih salah satunya. Sebab kalau itu yang terjadi, artinya : Kakak meminta Allah untuk membenarkan pilihan kakak, dan itu bukan minta petunjuk Allah, tapi itu namanya memaksa Allah”. Begitulah aku menjelaskan tentang shalat istikharah pada Hasna.

Hasna tercenung. Diam tidak berkata satu apapun. Aku tahu dia mencerna nasihatku itu dengan baik.

Akhirnya akupun ikutan sholat istikharah. Daripada risau sendiri untuk hal yang berada di luar jangkauanku ada baiknya akupun memasrahkan diri kepada Allah SWT dengan sholat istikharah, memintakan pilihan yang terbaik buat anandaku itu, baik bagi agamanya, kehidupannya:  dunia dan akhirat.

Ternyata memang doa ibu itu manjur ya, setelah aku melaksanakan sholat istikharah juga, pagi itu kira-kira 1 minggu yang lalu, Hasna berkata kepada ku, “Bun, kakak sudah dapat pilihan, memang sih kakak tetap tidak dapat mimpi, tapi sekarang hati kakak mantap memilih DKV”. Aku berusaha menyembunyikan kebahagiaanku, tidak ingin terlihat oleh Hasna. Sebenarnya di hati kecilku pun ada hal yang aku khawatirkan. Aku khawatir Hasna memilih jurusan itu karena tidak ingin membuatku risau. Aku tahu betul bagaimana sayangnya Hasna padaku. Gadis kecilku itu benar-benar tidak ingin menyusahkanku. Aku hanya dapat mengucapkan kan “Alhamdulillah, MasyaAllah, tabarakallah”. Mudah-mudahan memang ini jalan terbaik yang Allah berikan untuk Hasna. Meskipun sebenarnya di hati kecilku aku tidak ingin sedikitpun memadamkan impiannya jika kuliner adalah pilihannya. Tapi aku percaya pilihan Allah adalah yang terbaik.

Hasna bangun lebih pagi, mempersiapkan perlengkapannya sendiri untuk ujian. Ia juga membantu menyiapkan air minumku shake herbalife untuk sarapan pagi kami, masyaAllah anakku itu, dia membantu segala sesuatunya agar kami bisa berangkat tepat jam 6 pagi.

Najla adiknya yang masih berusia 6 tahun juga aku bawa, karena tidak ada yang akan menjaganya ketika kami tinggalkan dia di rumah dan tentu saja dengan ayahnya yang akan menyetir mobil.

Dengan menggunakan navigasi GPS yang ada di androidku, alhamdulillah kita bisa sampai di daerah kemanggisan sekitar jam 6.45. Karena masih banyak waktu, sebelum ujian yang akan di mulai jam 8 pagi, kami mampir dulu di Seven Eleven membeli beberapa roti untuk pengganjal perut.

Jalan di depan Kampus Anggrek pagi ini masih sangat lengang, mobil dan motor  relative sedikit. Udara pun masih sangat segar. Satpam-satpam yang ada di pintu masuk mengarahkan kami untuk terus menuju gedung parkir yang berada di bagian belakang gedung anggrek. Sudah lama sekali aku tidak kesini, seingatku terakhir kali aku kesini sekitar 2 tahun yll, gedung parkir ini belum ada, dan ketika itu kami  harus parkir di suatu lapangan yang berjarak sekitar 100 meter dari gedung Anggrek.

Dalam hati aku berkata, “andaikan atmosfernya terus seperti ini sepanjang hari dari Senin hingga Sabtu,  tentu akupun akan merelakan Hasna untuk memilih kuliah di kampus ini. Tidak ada yang salah dengan kampus ini, kampus ini megah, dengan bangunan yang cantik, cuman aku tidak suka dengan kemacetannya ketika hari sudah mulai siang. Bayangan Hasna harus menyeberang di daerah itu selalu membuat hatiku risau.

Hall kampus anggrek pagi itu  terlihat lengang, tidak ada resto yang buka. Hari Minggu semua jualan yang ada di dalam kampus, tutup! Karena pasti ga ada yang beli. Padahal di hari biasa, hall kampus itu lebih mirip Mall dibandingkan universitas. Di pinggir Hall terdapat beberapa restoran dan toko-toko, benar-benar mirip seperti sebuah  Mall. Kami langsung menuju lift dan naik ke lantai 6 tempat test akan berlangsung. Suasana di lantai 6 sudah mulai ramai dipenuhi calon mahasiswa peserta test. Beberapa menarik perhatianku karena mereka memakai baju kemeja putih dan bawahan hitam, seperti ada code dress nya untuk ikut ujian. Ternyata mereka calon mahasiswa yang memilih jurusan “hotel management”. Hmm... jurusan yang tadinya diincar Hasna.

Aku berusaha menenangkan diriku. Heran.. Hasna yang mau ujian, tapi kok aku yang mules?. Ternyata Hasna pun tidak setenang yang aku kira, ia juga mengatakan kalo ia deg-degan dan ingin pipis. Stress melanda kami berdua, dan segera kita mencari toilet. Penyelenggara test menghendaki peserta test sudah hadir di lokasi ujian setengah jam sebelum ujian dimulai. Supaya peserta tidak panik tentunya, bayangkan kalo datangnya saja pas jam 8, sedangkan ruang kelasnya saja belum tahu, wah pasti ujiannya di dalam bisa dipastikan kacau balau dengan napas  yang masih terengah-engah sehabis  berlari-lari memburu waktu sambil mencari ruangan ujian.

Selagi menunggu Hasna masuk kelas, aku memperhatikan calon-calon generasi penerus bangsa ini, mereka semuanya mengenggam handphone, dan rata-rata handphone mereka android atau iphone. ini abad ke 21! Mereka semua generasi yang dibesarkan oleh tehnologi. Memang Sedikit mengerikan, karena mungkin saja banyak hal yang mereka pelajari dari “mbah Google” dibandingkan apa yang mereka dapatkan dari orang tua mereka terutama dalam hal perilaku dan pembentukan karakter. Kekhawatiranku ini rupanya sama dengan kekhawatiran bapak Rektor universitas ini. Kita lihat ya nanti di alenia-alenia selanjutnya.

Tepat jam 8, calon mahasiswa dipersilahkan masuk kelas ujian. Aku dan ayahnya Hasna berusaha mengintip situasi dalam kelas. Di setiap bangku ada komputer, ujian dengan langsung menginput jawaban di dalam komputer. Benar-benar canggih! Hal yang tentu saja tidak ada di zamanku ketika aku masuk universitas sekitar 26 tahun yang lalu. Itu berarti hasil ujiannya pun akan cepat sekali bisa diketahui. Dan memang pengumumannya dijadwalkan 4 hari setelah ujian.

Setelah Hasna masuk, aku mengajak suamiku untuk menuju lantai 4 dimana akan dilangsungkan acara temu wicara dengan rektor universitas Binus. Aku memang ingin sekali ayahnya Hasna mengikuti acara ini, karena disinilah bapak Rektor akan memaparkan visi dan misi dari Binus dan rencana-rencana mereka ke depan untuk Mahasiswa dan lulusan Binus. Menurutku jarang loh universitas seperti ini, dimana bapak Rektornya turun langsung berbicara dengan  orang tua calon mahasiswa yang sebenarnya adalah  customer terpenting mereka untuk  memberikan informasi terkini mengenai Binus University. Universitas lain mungkin cukup menyampaikannya lewat brosur dan mungkin lewat staf marketing mereka.

Kami memasuki ruangan auditorium Binus yang di rancang seperti bioskop 21. Ruangan full AC dengan kursi empuk yang bisa dilipat dan dibungkus  kain  berwarna merah, disusun sedikit melingkar sehingga orang yang duduk di pinggir tetap nyaman melihat ke panggung dan layar di depan. Mewah sekali menurutku...!

Bapak Rektor Universitas Binus ini masih yang sama ketika 2 tahun yang lalu aku hadir disini menemani Amir ujian test masuk. Bapak Harjanto Prabowo, pria setengah baya, bertubuh tinggi besar, sedikit gemuk berisi, layaknya bapak-bapak pada umumnya dengan perut sedikit menyembul, menambah kewibawaannya, memperlihatkannya sebagai pria yang sudah berpengalaman terutama di bidang pendidikan.

Ada 2 hal yang aku garis bawahi dalam pertemuan ini. Yang pertama, visi dan misi binus. Binus mencanangkan bahwa pada tahun 2018 maka 2 dari 3 lulusan binus akan bekerja di global organisasi atau menjadi seorang entrepreuner. Dua tahun yang lalu, aku juga hadir di acara ini, ketika Amir test masuk binus. Ketika itu visi misinya adalah 1 dari 3 lulusan binus akan bekerja di global organization atau menjadi entrepreuner. Dan ternyata menurut rektornya tahun 2013 hal itu sudah tercapai. Aku pikir tidak ada satupun universitas di seantero jagat indonesia ini yang mempunyai visi seperti itu. Menjadikan anak-anakku menjadi entrepreuner, itu adalah cita-citaku, jadi tidak salah dong aku menginginkan mereka untuk kuliah di binus.

Yang kedua, Bapak Rektor sangat prihatin dengan perilaku dan karakter kebanyakan masyarakat saat ini. Melihat dari tayangan telivisi berita-berita kriminal terutama korupsi. Bagaimana para wanita-wanita yang mengelilingi si tersangka koruptor tersebut dengan santainya saja menerima uang hadiah-hadiah tersebut. Ada wanita yang baru dikenal beberapa jam saja dan sudah diberi hadiah jam seharga 70 juta, dan ketika ditanya di pengadilan, kenapa kok mau terima hadiah tersebut, dan jawabnya, “bapak itu tulus kok memberinya”.  Adalagi wanita yang baru mengenal tersangka selama 10 jam, kemudian diminta menemaninya minum di kafe dengan bayaran 10 juta. Ketika ditanya ,”kok mau?” jawabnya, “lah siapa sih yang kalo diberi uang terus  nggak mau ?!” Dan terakhir wanita ketiga dalam hidup tersangka tersebut adalah istrinya. Ketika di pengadilan istrinya ditanya apakah ia mengetahui suaminya mendapat duit dari mana sehingga bisa memberikan segala kemewahan buat dia. Jawab si istri, “Istri tidak perlu bertanya suami dapat duitnya dari mana, nah kalo tidak dikasih duit, baru deh bertanya!”.

Pak Rektor kemudian berkomentar, “media massa bener-bener heboh memberitakannya, tapi yang herannya kok ga ada yang komentar ya, apakah perilaku wanita-wanita ini benar?”.

Katanya lagi, “untung wanita-wanita ini bukan tamatan Binus!. Nah, hal ini lah yang menjadi perhatian kami dalam mendidik mahasiswa”.

“Kami ingin mendidik mahasiswa kami agar menjadi manusia-manusia yang berkarakter baik, karena itu kami mensyaratkan untuk  kelulusannya di akhir masa perkuliahannya, mahasiswa tersebut harus sudah pernah melakukan pelayanan sosial kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap bangsa ini”.

Dalam hatiku, “luar biasa sekolah ini!” Mereka tidak sembarang mendidik putra-putri kita, tapi mereka ingin menjadikan putra-putri kita menjadi manusia yang tidak hanya pintar di bidang keilmuannya, tapi juga berkarakter baik. Kalau aku menyebutnya sebagai berakhlak baik. Hmmm.. sekolah ini menyambung misinya Rasulullah di muka bumi ini,  yaitu menyempurnakan akhlak manusia. Bukankah Rasulullah memang diturunkan untuk memperbaiki akhlah manusia yang ketika itu sudah rusak??

Beliau melanjutkan lagi,”korupsi terjadi karena orang-orang ini tidak mempunyai rasa peduli terhadap sekitarnya”.

“Subhanallah...benar banget pak Rektor!,  inshaAllah ga salah pilih sekolah nih buat anak-anakku!”

Beliau kemudian meringkaskan lagi bahwa Binus University ingin melahirkan manusia-manusia dengan kemampuan Employbility & enterpreunership, serta berkarakter baik!!. Untuk kerja sosial ini pun Binus University sudah membuat wadahnya di www.teachforindonesia.org. Jadi sebelum kelulusannya nanti, para binusian-binusian itu sebaiknya bergabung di sana.

Pak Rektor juga menginformasikan data terbaru mengenai lulusan Binus, yaitu 81% lulus tepat waktu, 73% telah bekerja sebelum lulus, 21 %  lulusan sudah bekerja di global company dan 11% lulusannya menjadi wirausahawan. Bravo...! Selamat ya Pak Rektor, 4 thumbs up!! Salut banget.

Untuk menyambut Pasar Tunggal ASEAN yaitu ASEAN COMMUNITY 2015 sudah di depan mata, Pak Rektor menginginkan lulusan Binus bisa bersaing di dunia internasional, Beliau memberitahukan tentang rencana pembangunan jalan kereta api dari Beijing sampai Singapore  dan dari Singapore ke Jawa. Wow, bayangkan kita bisa ke Beijing hanya dengan kereta api. Itu berarti orang-orang dari sana bisa lebih leluasa dalam bertransaksi ke Indonesia. Karena itu Beliau  menginginkan putra-putri kita berjiwa “Elang” dan bukannya berjiwa “anak ayam”. Mata Elang yang tajam melihat peluang pasar dan dengan cepat mengambil peluang itu.

Dan dengan kehandalan Binus di bidang teknologi informasi, Binus akan mendidik setiap mahasiswanya melek teknologi informatika sehingga bisa membuat setiap karya mereka dikenal ke seluruh dunia melalui jendela informasi dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline