Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Harus Mengait-ngaitkan Gempa dengan Kepemimpinan?

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kemarin tanggal 24 Juli 2014, terjadi gempa di Trenggalek (Jawa Timur) 5.3 SR, dan hari ini tanggal 25 Juli 2014 juga terjadi gempa di DIY 3.4 SR. Bukan tanpa alasan saya mengaitkannya dengan kepemimpinan di negeri ini. Mungkin banyak orang yang mengira saya aneh dan mengada-ada, tapi tidak apa-apa hal itu biasa. Saya hanya teringat akan Hadist Riwayat Bukhari, tentang kejadian di zaman Rasulullah SAW dulu. Ketika itu Nabi Muhammad SAW sedang mendaki bukit Uhud bersama ketiga orang sahabatnya Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan, lalu tiba-tiba gunung itu bergetar, maka beliau berkata, seraya menghentakkan kakinya, “Diamlah wahai Uhud, karena di atasmu sekarang hanya ada Nabi, seorang yang Asshiddiq (orang yang jujur) dan dua orang yang akan mati syahid.” Dan setelah berbicara kepada gunung Uhud itu maka gempa itupun berhenti (Subhanallah).

Sebagai umat muslim (umat yang beragama) kita punya tuntunan yang jelas yaitu Al-Quran dan Hadist. Akankah kita menganggapnya sepele? Saya tekankan sekali lagi, hadist di atas adalah hadist riwayat Bukhari, yang artinya hadist itu dijamin kesyahihannya, jadi sudah seharusnya saya mempercayainya dan mencoba memaknainya. (Gini-gini saya pernah ikut belajar hadist looh)

Seorang Nabi, sudah pasti seorang yang dengan pribadi sempurna dan berakhlak mulia. Sedangkan Abu Bakar adalah sahabat nabi yang mendapat gelar Asshiddiq karena kejujurannya dan Umar bin Khattab serta Ustman bin Affan jauh hari sebelum kematiannya, Rasulullah sudah mengetahui bahwa mereka berdua akan syahid nantinya. Dan orang yang akan syahid artinya orang yang dalam hidupnya  selalu berjuang di jalan Allah SWT.  Inilah karakter orang-orang yang akan membuat bumi stabil dan tidak bergoncang. Dikaitkan dengan kepemimpinan, maka bumi Indonesia ini tidak pantas berguncang ketika dipimpin oleh manusia terbaik yang mempunyai sifat jujur dan mau berjuang di jalan Allah.

Jadi bukan tanpa dasar saya mengatakan bahwa goncangnya bumi ini terkait dengan siapa yang menjadi pemimpin.

Bukan hanya  pemimpin, tapi perilaku masyarakat yang tinggal di situ pun juga memberikan kontribusi untuk tenangnya bumi ini. Suatu ketika di zaman pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, kota Madinah berguncang, Khalifah Umar kemudian menempelkan tangannya ke tanah dan berkata, “Ada apa denganmu?” dan inilah pernyataan Umar setelah berguncangnya kota Madinah, “Wahai masyarakatku, tidaklah gempa ini terjadi kecuali karena ada sesuatu yang kalian lakukan. Alangkah cepatnya kalian melakukan dosa. Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman tangan-Nya, jika terjadi gempa susulan, aku tidak akan mau tinggal bersama kalian selamanya!” Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dun-ya dalam Manaqib Umar.

Jadi bukan hanya karakter dan perilaku pemimpinnya, tetapi tingkah laku masyarakatnya pun juga menentukan protes atau tidaknya bumi yang kita pijak ini. Mudah-mudahan kita semua bisa mengambil hikmah dari kejadian terdahulu ini dan introspeksi diri ketika Allah berikan gempa kepada kita. Bumi ini Allah yang punya, dan atas kehendakNya lah ia bergerak. Bagaikan benda-benda yang kita miliki tidak mungkin akan berpindah tempat kalau bukan ada seseorang yang memindahkannya.  Demikian pula bumi, tidak mungkin dia akan bergeser kalau tidak ada yang menggesernya, ini hanya masalah logika berpikir bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline