Baru baru ini ada artikel Kompasiana yang menyindir parpol Islam itu biang korupsi, perusuh, tak laku dan kalah dari Jokowi. Boleh saja mereka berargumen seperti itu tapi tidak semuanya setuju.
1. Di artikel itu mencibir kelompok Islam tapi diakhir artikel mencatut nama Allah SWT. Mirip karakter pendukung Jokowi yang sering mencibir kelompok Islam tapi akhir akhir ini Jokowi mengemis minta dukungan umat Islam. Jokowi sering tampil di acara Islam, memakai gamis, memamerkan kefasihannya melantunkan ayat Al Quran.
2. Pemikiran Jokowi dan pendukungnya dangkal terhadap Islam. Mereka tahunya Islam itu cuma sholat dan Al Quran. Padahal parpol Islam tak dukung Jokowi bukan karena agama Jokowi. Mereka tahu Jokowi itu Islam dan haji/umroh berkali kali. Tapi yang dimaksud adalah kebijakan parpol pengusung Jokowi yang anti Islam dan visi misi Jokowi yang tidak jelas.
3. Nasionalis kerap menuduh parpol Islam itu korup. Padahal data koruptor menunjukkan yang terkorup itu PDIP. Belum termasuk kasus BLBI, menjual BUMN, tanker Pertamina, kontrak murah gas Tangguh dan terbaru kasus busway berkarat. Mereka hanya kritis terhadap kasus korupsi yang dituduhkan kepada parpol Islam.
4. Nasionalis juga kerap salah kaprah menyebut parpol Islam. Sekarang tak ada parpol Islam. Yang ada hanyalah parpol berbasis massa umat Islam. Yaitu PAN, PKB, PPP dan PKS. Karena mereka sudah mengganti platform Islam dengan partai terbuka.
5. Nasionalis kerap menuduh parpol Islam berbuat kekerasan. Ini salah kaprah karena yang berbuat kekerasan itu ormas Islam seperti FPI dan HTI. Beda loh ormas Islam dengan parpol Islam. Meski sama sama berbau Islam tapi gerakan dan tujuannya beda. Seragamnya saja beda. Parpol Islam itu pakaiannya ada yang batik, jas, koko dll. Ormas Islam itu pakaiannya seragam mereka sendiri yang mirip koko tapi agak beda. Tidak ada ideologi parpol Islam akan mengganti pancasila dengan Islam. Justru sekuler yang ingin mengganti Pancasila dengan sekularisme. Terutama pasal Ketuhanan Yang Maha Esa.
6. Bahkan ormas Islam pun juga tidak semuanya keras. FPI dan HTI mayoritas kegiatannya cuma internal seperti pengajian, aksi sosial dan tabligh akbar. Sebagian kecil aksi FPI memang kekerasan tapi menutup tempat maksiat di Jakarta. Kalau yang menyerang umat non Islam itu adanya di daerah oleh ormas Islam liar yang sering dikira FPI. Ada juga bentrokan politik atau sengketa tanah dituduhkan ke FPI.
7. Ulama dan santri Islam tinggalnya di desa dan jarang di kota. Parpol Islam anggotanya ada yang santri ada yang orang biasa. Bahkan banyak yang beragama Kristen/Katolik.
8. Parpol Islam tak laku itu menurut anda. Faktanya gabungan suara parpol Islam itu mencapai 31% lebih besar dari suara PDIP yang 19%. Sisa 50% suara lainnya itu masuk di Golkar 15% (parpol nasionalis yang Islami sehingga Golkar tidak disukai sekuler). Gerindra 12%, Nasdem 7% dan Hanura 5% memang nasionalis murni. Demokrat 10% itu nasionalis religius gabungan nasionalis dan agamis. Golkar banyak mengambil suara dari basis Islami di Sumatera, Jabar dan Sulawesi. Kebijakan politik Golkar juga sangat pro Islam.
9. Parpol Islam tak laku di Jakarta, Jateng, DIY, Kalbar, Kalteng, Sulut, Bali, NTT, Maluku dan Papua. Tapi gabungan suara parpol Islam raih 40% suara lebih di Jabar, Banten, Jatim, Sulsel, Sumbar, Riau, Sumut dll. Parpol Islam hanya tak laku di kalangan orang Jawa Nasionalis dan non Islam. Tapi parpol Islam laris manis tanjung kimpul di kalangan orang Jawa Santri, Sunda, Banten, Betawi, Madura, Melayu dan Bugis.
10. Parpol Islam yang terdepan untuk aksi sosial, penanggulangan bencana alam dan kerja bakti. Mereka banyak membangun fasilitas publik di daerah pedalaman.