"Tetapi dialah satu-satunya merpatiku, idam-idamanku, satu-satunya anak ibunya, anak kesayangan bagi yang melahirkannya. (Kidung Agung 6:9)"
Saya terlahir dari suku Batak, memiliki budaya yang keras dalam pergaulan dan memiliki tradisi budaya yang bisa dikatakan masih memegang teguh prinsip bahwa di Perantauan "Harus menjadi Banteng dari pada menjadi Kambing di Kampung Sendiri". Sementara istri saya terlahir dari suku Banjar, juga memiliki budaya dan tradisi yang berbeda dengan saya.
Perkenalan dengan orang yang ku sayangi ini berawal pertemuan di sebuah pelatihan di tempat kerjaku. Memang berat bagiku yang merantau jauh dari tempat kelahiran Medan untuk memulai sebuah hubungan cinta dari dua budaya yang berbeda. Untuk menyatukan budaya yang berbeda di perlukan kebesaran hati dan keberanian dalam membinanya.
Istriku Nurul terlahir dari orang tua yang ber suku Banjar sedangkan aku Antoni terlahir dari orang tua bersuku batak. Pertemuan saya dengan istri yang awalnya terjadi dari sebuah pelatihan tidak terlalu serius dalam menanggapi yang namanya perbedaan budaya tersebut, karena setiap pertemuan kami hanya menganggap sebagai rekan kerja. Pertemuan demi pertemuan di karenakan bekerja di tempat yang sama ada perasaan suka terhadap Nurul.
Nurul yang berparas cantik dan suka berteman pada siapa saja membuat saya jatuh hati kepadanya setelah sekian bulan selalu bertemu dengan nya. Hingga pada satu waktu yang saya lupa hari dan tanggal pertemuan tersebut, saya mengutarakan isi hati kepada Nurul di Sebuah Caf. Dan ternyata Nurul terkejut mendengar apa yang saya katakan padanya.
"Nurul...., Saya suka padamu, maukah kamu jadi pacarku?", ujarku pada Nurul.
"Apa? Kamu suka padaku?" Ujar Nurul kepada saya.
"Iya". Ujarku padanya. "Kenapa? Kamu tidak percaya dengan yang saya katakan?" Ujarku lagi padanya.
"Bukannya aku tidak percaya padamu, tapi kita terlahir dari budaya yang berbeda".
"Saya takut nanti, orang tua kita tidak dapat menerima hubungan kita apabila kedua orang tua kita sudah mengetahui hubungan kita". Ujar Nurul.
"Janganlah takut duluan, kita kan belum menjalaninya, lambat laun kan kita bisa memberi pengertian kepada kedua orang tua kita nantinya". Ujarku menimpali kepada Nurul.