Lihat ke Halaman Asli

Haruskah Keseimbangan Alam Hilang (Oleh Manusia)?

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jakarta, AnggaBratadharma (06/11)--Sekarang ini berbagai macam bencana berdatangan silih berganti. Seakan tidak memberi ampun, bencana menerjang umat manusia diseluruh dunia, mungkin tanpa terkecuali. Ironisnya, manusia selalu menyalahkan alam dan menghardik takdir tersebut. Padahal, hampir 90% bencana yang terjadi disebabkan oleh ulah manusia. Sebut saja krisis air yang berkepanjangan sekarang ini. Banyak masyarakat yang kekurangan air bersih untuk digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari. Masyarakat yang kekurangan air dengan terpaksa membeli air bersih atau meminta air kepada tetangga yang tidak kesulitan air bersih. Bahkan, parahnya banyak masyarakat yang menggunakan air sungai yang tidak layak pakai. [caption id="" align="aligncenter" width="297" caption="kekurangan air"][/caption] Memang, musim panas yang berkepanjangan sekarang ini membuat masyarakat kekurangan air bersih. Pada akhirnya, banyak masyarakat harus menggunakan jasa pompa untuk mencari air. Hal ini menjadi salah satu cara masyarakat untuk mencari air. Kendati demikian, banyak dari kita justru menyalahkan alam dan cuaca yang terus kemarau. Mereka menghardik dan mengeluhkan kemarau yang berkepanjangan ini. Ini menjadi aneh manakala manusia diberikan hujan dan akhirnya banjir, manusia kembali menyalahkan alam tanpa melihat apa yang sudah diperbuat manusia. Namun, permasalahan bencana tidak hanya dikrisis air. Berbagai macam bencana seperti gempa bumi, banjir bandang, puting beliung, tanah longsor, cuaca buruk, dan semacamnya, sekarang ini seakan tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Bahkan, untuk menghirup udara segar didaerah kota besar seakan sulit. Kota Jakarta sendiri sekarang ini hampir 80%-nya adalah bangunan. Pepohonan dan tanah yang berkualitas sudah semakin menurun dari segi kuantitas dan kualitas. Keseimbangan alam tersebut dipangkas untuk keperluan manusia dalam kebutuhan sehari-hari. Tidak jarang, keegoisan karena kepentingan semata menjadi perusak keseimbangan alam. Bila melihat perkembangan dari tahun ke tahun, maka terlihat bahwa alam sekarang ini sudah semakin tidak seimbang. Ketika masuk musim panas, musim panas tersebut seakan sangat panas dan berakibat tidak stabilnya suhu udara dan berdampak kepada keseimbangan alam. Kembali lagi manusia menjadi kesulitan dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Ketika masuk musim hujan, hujan yang mengguyur Bumi hakikatnya pemberian Rahmat dari Tuhan kepada Bumi dan seisinya. Hujan diturunkan untuk memberikan kehidupan. Sebab, dari hujan tumbuhlah pepohonan, lalu munculah buah-buahan. Bagi manusia, hujan menjadi kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan. Hujan tersebut ditampung dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, banyak yang tidak menyadarinya. Padahal, air hujan diturunkan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu. Dari hujan itu bermunculan buah-buahan untuk bisa dikonsumsi oleh manusia Namun, ketika keseimbangan alam manusia hancurkan, maka timbulah banjir, timbulah kemarau berkepanjangan, timbulah masalah air, dan semacamnya. Hal ini semata-mata ulah manusia yang menghilangkan keseimbangan alam. Manusia melakukan, namun merasa tidak melakukan dan menyalahkan alam sebagai kambing hitam segala bencana yang terjadi. Sebut saja ulah manusia yang membuang sampah sembarangan, menghilangkan ruang terbuka hijau untuk pembangunan gedung, penghilangan pepohonan untuk infrastruktur jalan, penebangan hutan secara liar dan serakah, menghilangkan sistem drainese, polusi udara, polusi daratan, pencemaran air sungai, pembuangan air limbah sembarangan, dan lain-lain. Tidak jarang perbuatan tersebut tidak diakui oleh kita semua. Kita cenderung menyalahkan orang lain atau hal lain dari berbagai bencana yang terjadi. Belum lagi penyangkalan besar-besaran yang dilakukan manusia ketika diingatkan kebaikan oleh manusia lainnya. Karena itu, bencana yang terjadi mungkin terjadi karena perbuatan manusia itu sendiri. Pada hakikatnya, keseimbangan alam diatur dan ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, pemilik alam semesta ini. Keseimbangan tercipta agar Bumi dapat berputar pada porosnya, pergantian siang dan malam untuk keberlangsungan hidup, hujan dan panas untuk kehidupan Bumi dan seisinya, ada Kutub Utara dan Kutub Selatan sebagai penyeimbang alam seluruh dunia, ada matahari dan bulan sebagai penyeimbang gravitasi dan penyubur kehidupan, dan semacamnya. Hakikatnya, Matahari dan Bulan beredar menurut perhitungan. Dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk (Kepada-Nya). Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu. Bila keseimbangan tersebut dirusak manusia, maka sudah pasti keseimbangan alam akan terganggu, dan berdampak kepada munculnya berbagai musibah sekarang ini. Mulai dari mencairnya es yang ada di kutub utara akibat pemanasan global akibat ulah manusia, banjir yang terjadi dimana-mana disebabkan ulah manusia yang sering membuang sampah sembarangan, tanah longsor akibat perusakan hutan, cuaca buruk akibat hilangnya keseimbangan alam, dan lain-lain. Namun, sudahkah manusia menyadari hal tersebut. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang cenderung menyalahkan alam ketika terjadi bencana atau tidak sesuainya cuaca pada hari tersebut. Bila ada hari yang diinginkan cerah, namun ternyata hujan, maka manusia memaki. Bila terjadi sebaliknya, manusia juga memaki. Jarang dari kita bersyukur dan memikirkan hakikat hujan dan panas pada suatu hari. Kita cenderung menyalahkan dan mengeluhkan hal itu terjadi. Bila dipikirkan, hujan sangat diperlukan para petani, terutama krisis air ditengah kemarau sekarang. Belum lagi hujan menjadi berkah bagi mereka yang mencari nafkah sebagai ojek payung, dan semacamnya. Apalagi, hujan yang turun menjadi sumber makanan bagi tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan dimuka bumi, termasuk bagi manusia. Untuk panas sendiri, sinar matahari diperlukan untuk tumbuh-tumbuhan berfotosintesis, dan mengeluarkan dedaunan dan buah-buahan. Sinar matahari pada pagi hari juga mengandung. Berbagai macam vitamin untuk kesehatan manusia. Hal tersebut tentu menjadi kenikmatan yang tiada tara, karena bisa dinikmati tanpa perlu membayar. Bila kita cenderung menyalahkan alam akibat berbagai macam bencana yang terjadi, maka mau sampai kapan kita tidak belajar dari berbagai macam musibah dan bencana yang terjadi. Padahal, bencana yang terjadi bisa kita jadikan pembelajaran dan introspeksi diri untuk bisa memperbaiki kualitas hidup dimasa-masa mendatang. Pada hakikatnya, kita bisa menjaga keseimbangan alam. Sangat disayangkan bila nikmat Tuhan yang diberikan kepada manusia kita dustakan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan. Kita sepatutnya membangun kembali puing-puing alam yang rusak. Alam meminta kepada manusia untuk menjaga dan memperbaiki keseimbangan alam. Itu tugas kita. Keseimbangan alam yang sekarang ini telah timpang pada dasarnya belum terlambat kembali dibenahi. Kita bisa menyeimbangkan kembali alam yang sekarang ini telah dirusak manusia. Kita bisa lakukan secara masif atau tidak tergantung bagaimana keinginan dari diri kita untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah kita lakukan. Caranya pun tidak perlu berat dan mengeluarkan cost yang besar. Kita bisa melakukan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, terutama didaerah aliran sungai, tidak menebang pohon sembarangan, meminimalkan menyalahkan alam ketika terjadi bencana, dan lain-lain. Hal itu memang terdengar mudah, namun sulit untuk dilakukan. Satu hal yang penting adalah belum ada kata terlambat untuk memperbaiki kondisi alam yang tengah rusak berat sekarang ini. Bila kita saling bergandengan tangan dan menyisingkan lengan baju bersama, maka bersama kita pasti hebat untuk menyeimbangkan alam. Ketika kita menyatukan paradigma untuk keseimbangan alam, maka tidak ada kata mustahil untuk mewujudkan alam yang kembali asri dan lestari. Soalnya, kelestarian dan asinya alam pada waktu-waktu mendatang bukan hanya tugas Pemerintah atau suatu kelompok tertentu, tapi merupakan tugas bersama kita tanpa terkecuali. Sudah saatnya kita menyadari arti penting keseimbangan alam dan kelestarian alam. Sudah sepantasnya kita memiliki gaya hidup yang sehat dan menyehatkan lingkungan sekitar. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline