Lihat ke Halaman Asli

Brandon Handana

Santa Maria Fatima--------Sma Kolese Kanisius. Sebagai pelajar jurusan ipa

Didikan yang Tidak Tercatat, Pengalaman Saya di Kolese Kanisius

Diperbarui: 16 September 2024   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kamera Brandon John Handana

Kolese Kanisius, sebuah sekolah yang telah lama menjadi impian saya. Sebelum masuk, saya sudah mendengar banyak cerita tentang sekolah ini dari ayah saya yang merupakan seorang alumnus. Cerita-cerita tersebut menggambarkan perbedaan budaya yang begitu mencolok antara Kolese Kanisius dengan sekolah-sekolah lainnya. Namun, meskipun penuh dengan berbagai cerita dan ekspektasi, tidak semua hal di sana bisa langsung saya pahami dan terima begitu saja. Saat pertama kali memasuki Kolese Kanisius sebagai siswa kelas 10, saya adalah satu-satunya murid dari sekolah asal saya. Tanpa teman, koneksi, ataupun kenalan guru, saya memulai semuanya dari awal. Adaptasi di sekolah homogen seperti Kanisius cukup mengejutkan, terutama dalam hal budaya belajar dan kegiatan-kegiatan lainnya. Saya juga merasa beban akademis yang lebih berat dibandingkan sekolah saya sebelumnya membuat nilai saya sempat merosot. Tanpa kenala, rasa kesendirian, dan stres berlebih menghampiri saya. Namun, di balik tekanan tersebut, Kolese Kanisius menawarkan banyak kegiatan, ekstrakurikuler, dan komunitas yang membantu saya mulai mengenali teman-teman baru. Ternyata, banyak di antara mereka yang mengalami kesulitan sama seperti saya.

Salah satu pengalaman yang sangat membekas bagi saya adalah saat mengikuti Ignatian Leadership Training (ILT). Program ini, yang mirip dengan 'ospek' di sekolah lain, benar-benar menguji kemampuan fisik dan mental saya juga teman-teman. Kami harus menjalani tugas-tugas berat, sering kali harus bekerja hingga larut malam tanpa tidur, serta menghadapi berbagai tantangan fisik. Di tengah situasi tersulit tersebut, saya melihat sifat asli saya dan teman-teman muncul. Rasa persaudaraan dan kebersamaan terjalin begitu erat. Momen-momen sulit ini justru menciptakan salah satu pengalaman terindah bagi saya, karena melalui ILT, saya menemukan teman-teman sejati. 

Sumber: Kamera Brandon John Handana

Memasuki kelas 11, saya semakin terlibat dalam berbagai kegiatan sekolah. Salah satu hal yang membuat Kolese Kanisius berbeda adalah adanya komunitas-komunitas yang didirikan dan dijalankan oleh murid-murid sendiri. Melalui keterlibatan di komunitas-komunitas ini, saya belajar tentang kerja sama tim dan bertanggung jawab. Saya mulai mengenal lebih dekat para guru. Di Kanisius, guru bukanlah sosok otoriter, melainkan pengajar yang menemani kami belajar bersama. Saya diajarkan untuk melihat guru sebagai individu yang membimbing kami, bukan sekadar penguasa kelas. Nilai ini sejalan dengan salah satu semboyan Kanisius, yaitu "Menjadi Pemimpin yang Melayani." Semboyan ini mengajarkan kami untuk menjadi pemimpin yang rendah hati dan selalu siap melayani, tidak hanya sekadar memerintah. 

Kolese Kanisius juga menanamkan nilai-nilai seperti 4C1L (Competence, Conscience, Compassion, Commitment, dan Leadership) serta 10 Butir Kepemimpinan, yang semuanya mengarahkan kami untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Berbagai tantangan yang saya hadapi di sekolah ini membuat saya lebih kuat dan mandiri. Dalam kelas 11, saya juga mengikuti berbagai kegiatan seperti community building, edufair, live-in, CC Cup, lomba taekwondo dari eskul saya, dan lomba saya membawa nama Kanisius ke Madiun (bersama 2 teman, dan 1 guru). Saya juga berpartisipasi dalam berbagai proyek dokumentasi sekolah, seperti pembuatan video profil dan kegiatan sekolah lainnya. Meski penuh kesibukan, semua pengalaman ini terlewati dengan sangat cepat, seakan hanya dalam sekejap mata. 

Kini, saya sudah berada di kelas 12. Tiga tahun terasa begitu singkat, seperti baru kemarin saya mendaftar sebagai calon Kanisian. Kami semua kini sedang sibuk mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selama waktu ini, saya sering berefleksi, melihat kembali semua pengalaman yang telah membentuk saya. Mungkin bisa dikatakan juga ini sebagai salah satu didikan kanisius yaitu berexamen tiap hari (biasanya pada setiap pulang sekolah, kita menuliskan pengalaman kita pada hari tersebut di suatu buku khusu, 'buku examen' namanya). Melalui proses ini, saya menyadari betapa banyaknya hal yang telah mendidik saya, baik secara akademis maupun non-akademis. 

Kolese Kanisius bukan hanya sekadar institusi pendidikan. Bagi pengalaman pribadi saya sekolah ini adalah tempat yang mendidik kami untuk menjadi pribadi yang kuat, tangguh, dan memiliki integritas. Tantangan demi tantangan yang kami hadapi di sini mengajarkan kami untuk bangkit setiap kali terjatuh. Di balik setiap kesulitan, terdapat pelajaran berharga yang membentuk saya menjadi lebih baik. Pendidikan di Kolese Kanisius bukan hanya tentang pelajaran di kelas, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan nilai-nilai hidup yang akan saya bawa sepanjang hayat. Pada akhirnya didikan yang terpenting adalah pendidikan yang tidak tercatat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline