Permainan timnas Indonesia U-22 yang baru saja berlangsung belum menunjukkan perubahan berarti sejak dilatih oleh pelatih berkebangsaan Spanyol, Luis Milla. Timnas U-22 Indonesia kalah telak 1-3 dari Timnas Myanmar dalam laga uji coba di Bogor, Indonesia. Walaupun kalah, namun cara bermain timnas masih seperti biasanya, umpan-umpan panjang direct alias seperti bermain lempar lembing atau tolak peluru.
Padahal hadirnya Luis Milla, diharapkan mampu mengubah cara bermain Timnas Indonesia seperti cara bermain Timnas Spanyol khususnya cara bermain Klub Barcelona, timnas dan klub yang begitu hebat di beberapa event internasional seperti piala eropa, piala dunia, liga champion eropa. Secara postur, orang-orang Indonesia mirip dengan orang-orang dari negara eropa latin, seperti Italia dan Spanyol. Sehingga ada alasan kenapa Timnas Indonesia cocok dengan gaya permainan Timnas Spanyol daripada cara bermain dari negara-negara eropa barat seperti Jerman atau Belanda yang mengedepankan kekuatan fisik dan postur tubuh dalam mengolah si kulit bundar, memainkan umpan panjang dan lari kejar bola, kemudian umpan silang dan sundul atau tendang ke gawang.
Namun untuk menghasilkan cara bermain tiki taka seperti Klub Barcelona bukan lah hal yang gampang. Selain mengubah teknis bermain, namun juga mesti mengubah mindset dan prinsip bermain bola. Barcelona melakukan perubahan cara bermain dimulai sejak pemain itu anak-anak. Kawah candradimuka mereka ada di Akademi Barcelona. Di sana bibit-bibit pemain sepakbola digembleng untuk bisa menerapkan permainan tiki taka yang menjadi khas Barcelona sekarang. Untuk menjadi seperti sekarang, Barcelona membutuhkan masa tunggu puluhan tahun lamanya.
Permainan tiki taka digadang-gadangkan sebagai cara bermain sepakbola modern. Oleh karena itu, banyak klub ingin mengadopsi cara bermain tiki taka. Banyak klub-klub dunia merekrut lulusan Akademi Barcelona untuk mengisi skuat nya, apakah itu sebagai pemain atau pelatih. Ada beberapa klub besar dunia, mengambil jalan instan yaitu dengan merekrut pelatih yang dianggap memahami cara bermain tiki taka untuk dipraktekkan langsung pada timnya, tercatat seperti Klub AS Roma, Bayern Munchen, Manchester City pernah dan masih dilatih oleh lulusan Akademi Barcelona dan mantan pemain Barcelona.
Namun ternyata tidak mudah menerapkan permainan tiki-taka ini walaupun diadopsi oleh klub-klub besar itu dengan materi pemain yang bukan asal-asalan alias sudah bisa dibilang sebagai pemain kelas dunia dengan skill mengolah bola yang ajib gile. Kalau materi pemain sekelas pemain dunia saja masih sulit untuk menerapkan permainan tiki taka, bagaimana dengan pemain sekelas Indonesia?
Dari perjalanan dan pengalaman klub-klub besar dunia tersebut dapat diambil gambar, bahwa untuk mengubah cara bermain, ternyata tidak hanya bermodalkan skill bermain bola dari masing-masing pemain, namun juga perlu memahami prinsip bermain nya. Mengubah prinsip itu tidak mudah. Jika diibaratkan sistem komputer, mengubah prinsip itu sama juga dengan menginstal kembali sistem operasi komputer,
atau mengosongkan gelas dan diisi oleh air baru. Prinsip lama dibuang dan dikosongkan kemudian diisi oleh prinsip baru dalam benak dan pikiran. Kalau mengganti sistem operasi komputer bisa dilakukan dalam beberapa jam saja, atau mengosongkan gelas dan mengisisnya kembali bisa dalam waktu beberapa menit, tapi kalau mengubah prinsip yang sudah membumi dalam pikiran orang perlu berapa lama?
Setahu saya, masa-masa ideal penanaman prinsip adalah saat masa kanak-kanak, karena di saat itu pikiran anak-anak masih "kosong", sehingga mudah dicekoki. Meng Instal prinsip bermain bola, tidak hanya dicekoki oleh teori saja namun mesti juga dipraktekkan langsung di lapangan, secara terus menerus sehingga menjadi makanan sehari-hari, nantinya prinsip tersebut menjadi bahasa otot. Jika sudah menjadi bahasa otot, maka penerapan prinsip itu akan jalan dengan sendirinya tanpa perlu berkoordinasi dengan pikiran lagi, biar otot yang bekerja sendiri tanpa disadari oleh pikiran. Sehingga dengan begitu, permainan bisa berjalan cepat, dan tepat sesuai dengan cara bermain tiki-taka yaitu cepat, tepat, dan rapat.
Apakah cara bermain Timnas Indonesia mampu seperti Barcelona?
Bisa, asalkan prinsip bermain bola ala tiki taka ini dicekoki saat masa kanak-kanak. Praktek bermain ini mesti juga diterapkan dan terus berlanjut sampai mereka dewasa menjadi pemain profesional. Jika salah satu fase itu terpotong maka harapan untuk melihat Timnas Indonesia bermain seperti Barcelona sangat sangat sulit terwujud, karena bahasa otot mereka tidak terlatih dengan prinsip tiki taka.
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki prinsip yang mirip dengan tiki taka yaitu prinsip gotong royong. Sayang saja kalau prinsip ini tidak diterapkan saat bermain bola. Sepengamatan saya, prinsip khas Indonesia itu tidak berjalan saat bermain sepakbola, dimana selama ini permainan yang disajikan Timnas Indonesia lebih mengutamakan prinsip self service yaitu bermain sendiri-sendiri dimana pemain dibiarkan membawa bola sendiri, pemain berusaha memamerkan skill sendiri walaupun skill yang dimiliki sebenarnya ala kadar nya seakan-akan ingin seperti messi atau ronaldo, berusaha untuk menyelesaikan problem sendiri, ketika seorang pemain memegang bola dan menemui masalah teman-temannya malah menjauh.