Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Cara Mengenal Allah SWT??

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamualaikum warrahmatullohi wabarakatuh...

Wahai saudaraku alangkah indahnya jikalau kita dapat menjalani hidup dengan ketenangan yang luar biasa...ketenangan dalam melakukan segala sesuatu tanpa rasa takut, was-was, dan khawatir...karena kita tahu bahwa segala sesuatunya adalah berasal dan akan kembali padaNya...dan kita harus meyakini segala kebaikan yang kita lakukan adalah untuk kita sendiri, berikut adalah hal yang insyaAllah dapat mengingatkan ana dan saudaraku sekalian untuk terus mema'rifati Allah Aza Wajalla sehingga kita mendapatkan ketenangan..kiranya semoga sedikit rangkuman dari buku Aqidah karya Sayid Sabiq ini dapat kita renungkan bersama-sama, dan semoga kelak di akherat kita akan bertemu di surganya..dan menjadi hamba yang dicintaiNya..amin

1. Ma'rifatulloh (Mengenal Allah SWT)

Ma'rifatulloh merupakan asas, fundamen atau dasar dari segala aspek kehidupan.


  • Cara berma'rifat:

a. Dengan menggunakan akal pikiran dan memeriksa secara teliti apa-apa yang diciptakan Allah SWT.

b. Dengan mema'rifati nama-nama Allah SWT serta sifat-sifatNya.


  • Berma'rifat dengan pikiran

a. Inti peribadatan kepada Tuhan adalah dengan menggerakan akal dan melepas kekangannya, segera bangun dari tidur nyenyaknya untuk mengadakan perenungan dan pemikiran. S. Yunus 10:101, S. Saba 34:46

b. Barang siapa yang mengingkari kenikmatan akal dan tidak suka menggunakannya untuk sesuatu yang semestinya dikerjakan oleh akal itu, bahkan melalaikan ayat-ayat dan bukti-bukti tentang adanya kuasa Allah SWT, maka orang semacam itulah yang patut sekali mendapat cemoohan dan hinaan. S. Yusuf 12:105, S. Yasin 36:46

c. Menganggurkan akal dari tugas yang semestinya itu akan menurunkan manusia itu sendiri ke suatu taraf yang lebih rendah dan lebih hina dari taraf binatang. S. Al A'raf 7:179


  • Taklid adalah penutup akal pikiran

a. Taklid menurut Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami

"Taklid adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya", dalil adalah segala sesuatu yang bisa membuat kita mengetahui matlub khaban (kesimpulan).

b. Taklid menurut Imam Al- Ghazali

"Taklid adalah menerima perkataan orang lain tanpa dasar"

Allah SWT sangat memuji sekali kepada orang-orang yang dapat menjernihkan sesuatu tentang hakikatnya, disisihkannya dari benda-benda lain, kemudian dibedakan dan dimurnikan benda-benda itu setelah dibahas, diperiksa, diteliti, dan disaring oleh akal pikirannya. S. Az Zumar 39:17-18

Allah Ta'ala benar-benar mencela kepada orang-orang yang suka mengekor, mengembik, yakni para ahli taklid yang tidak suka menggunakan akal pikirannya sendiri, yang mereka ikuti hanyalah akal orang-orang lain. Mereka betul-betul beku. Firman Allah yang berkaitan dengan ini S. Al-Baqarah 2:170.


  • Bidang-bidang pemikiran

Agama islam mengajak seluruh umat manusia agar berpikir dan menggunakan akalnya dan bahkan betapa hebatnya anjuran ke arah itu, tetapi yang dikehendaki dalam islam bukanlah pemikiran yang tidak terkendali kebebasannya. Melainkan di dalam islam dianjurkan untuk berpikir sebatas ciptaan Allah SWT yakni apa-apa ciptaannya yang ada di langit dan di bumi. Tidak sebuah atau sesuatu pemikiranpun yang dilarang oleh Allah SWT kecuali memikirkan dzatNya Allah, sebab soal yang satu ini adalah pasti di luar kekuatan akal pikiran manusia.

Al-Quran Al-Karim sendiri penuh dengan beratus-ratus ayat (bukti dan tanda) yang mengajak kita semua untuk memikirkan keadaan alam semesta yang terbuka lebar dan luas di hadapan kita ini, beserta cakrawalanya yang tak terbatas oleh sesuatu apapun karena sangat besarnya dan tidak ada ujung pangkalnya. S. Al-Baqarah 2:219-220


  • Tujuan pemikiran

Tujuan utama diperintahkannya dalam islam untuk mengadakan pemikiran-pemikiran adalah untuk membangunkan akal dan menggunakan tugasnya dalam berpikir untuk menjernihkan hakikat dan menyelidiki. Sehingga sampailah manusia itu kepada petunjuk yang memberikan penerangan sejelas-jelasnya mengenai peraturan kehidupan, sebab-sebabnya perwujudan, tabiat-tabiat keadaan, dan hakikat segala sesuatu.

Manakala hal itu sudah terlaksana dengan baik, tentu akan dapat merupakan cahaya terang untuk menyingkap siapa yang sebenarnya menjadi Maha Pencipta dan pembentuk semuanya itu. Selanjutnya setelah diperoleh, maka dengan perlahan-lahan akan dicapailah hakikat yang terbesar, yaitu berma'rifat kepada Allah SWT. Jadi kema'rifatan kepada Allah SWT itulah yang sesungguhnya merupakan buah atau natijah daripada akal pikiran yang cerdik dan bergerak terus, juga sebagai hasil dari usaha pemikiran yang mendalam serta disinari oleh cahaya yang terang-benderang seperti proses pemikiran dan pencarian Nabi Ibrahim akan siapakah Tuhannya.

Dirangkum dari buku Aqidah Islam, Sayid Sabiq

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline