Terdapat berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam proses formulasi kebijakan pembangunan daerah.
Tantangan tersebut antara lain seperti belum terbangunnya basis data terpadu pembangunan daerah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam melakukan analisis kebijakan, masih lemahnya literasi statistik di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun pembuat kebijakan, masih lemahnya kompetensi di bidang statistik serta belum terbangunnya kesadaran akan pentingnya praktik penyusunan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) sebagai salah satu pendekatan teknokratik yang diperlukan dalam memperkuat kualitas kebijakan pembangunan daerah.
Data dan informasi yang terkait dengan berbagai aspek pembangunan daerah menjadi bahan baku bagi pemerintah daerah dalam melakukan kajian dan analisis kebijakan sehingga dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang solid, berbasis pada data (evidence-based policy).
Beragam data yang diperlukan tersebut antara lain seperti Indikator Kerja Utama (IKU) daerah yang menjadi target-target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), data makro pembangunan yang dihasilkan BPS dan instansi pemerintah lainnya maupun data statistik sektoral yang dihasilkan berbagai Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah itu sendiri.
Data makro perlu yang menjadi "makanan sehari-hari" pembuat kebijakan antara lain seperti inflasi, tingkat kemiskinan, gini rasio, tingkat pengangguran terbuka, laju pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita dan lain sebagainya.
Selanjutnya data statistik sektoral yang juga perlu selalu menjadi perhatian antara lain perkembangan harga bahan kebutuhan pokok, jumlah stok beras, perkembangan harga bahan bakar minyak (BBM). Data ini menjadi penting karena menyangkut kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan masyarakat.
Harga beras dan cabai yang merangkak pada hari-hari menjelang hari besar misalnya, perlu menjadi perhatian pembuat kebijakan karena menyangkut hajat hidup masyarakat yang harus diayomi dan dilayani oleh pemerintah.
Ketika harga beras dan cabai mengalami lonjakan yang demikian tinggi dan ketersediaannya terbatas, pemerintah tentu harus bertindak, mengambil langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut agar kesejahteraan dan ketentraman masyarakat terjaga.
Data statistik sektoral seperti harga kebutuhan pokok ini dikumpulkan oleh perangkat daerah yang menangani urusan perdagangan. Implikasi dari data yang terkumpul tersebut amatlah luas, karena tidak menyangkut kebutuhan formulasi kebijakan di jangka pendek, namun juga jangka panjang.
Pemanfaat data tersebut juga tidak semata instansi teknis tersebut namun juga dapat merambah dan berguna bagi instansi lainnya.
Dalam konteks kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tersebut misalnya, dapat pula digunakan oleh Dinas Pertanian, karena bisa saja data yang ada mengindikasikan adanya permasalahan di sektor pertanian, jadi tidak sekadar masalah kenaikan harga akibat meningkatnya permintaan secara drastis terhadap komoditi tersebut.