Sebagian kalangan masih memandang perpustakaan hanya sebagai bangunan sepi tidak berpenghuni yang berisi tumpukan buku-buku usang, kosong, sunyi, gelap dan berdebu.
Kesan tersebut mungkin saja muncul karena memang demikianlah kondisi sebagian perpustakaan yang ada di tanah air. Akibatnya perpustakaan dijauhi, tidak digemari dan selalu sepi.
Masih kurangnya pemahaman dan apresiasi sebagian kalangan terhadap perpustakaan membuat eksistensi perpustakaan juga turut dipandang sebelah mata. Perpustakaan dipandang tidak keren, kurang penting, sehingga tidak dikelola dengan profesional bahkan tidak mendapatkan alokasi anggaran yang memadai. Kondisi ini bertolak belakang dengan resto atau coffee shop yang belakangan ini menjadi tempat favorit pilihan generasi muda untuk nongkrong atau juga mengerjakan tugas-tugasnya, tentunya dengan ditemani secangkir kopi.
Di negara-negara maju, keberadaan perpustakaan publik justru menjadi salah satu ciri kemajuan peradaban, menunjukkan betapa kota tersebut telah merefleksikan nuansa sebagai kota cerdas. Perpustakaan dibangun dan dikelola dengan baik, sehingga menjadi kiblat bagi publik untuk mencari dan menggali pengetahuan.
Perpustakaan menjadi tempat yang nyaman dan menarik untuk dikunjungi serta dapat diakses oleh berbagai kalangan masyarakat, dari berbagai usia. Perpustakaan publik tersebut misalnya Maastricht City Library [1] di Provinsi Limburg, Belanda dan Cambridge Public Library di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.[2] Indonesia juga telah memiliki perpustakaan yang megah, yaitu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta.[3]
Fungsi perpustakaan pada dasarnya amat strategis dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Esensi tersebut terungkap dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan yang mendefinisikan perpustakaan sebagai institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Dari aspek penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perpustakaan tergolong sebagai Urusan Pemerintahan Wajib yang Tidak Berkaitan Dengan Pelayanan Dasar, sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat 2, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian setiap Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan urusan perpustakaan sebagai urusan wajib pemerintah daerah.
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan di berbagai bidang tentunya membutuhkan strategi yang baik agar dapat memberikan layanan yang terbaik kepada publik. Revitalisasi khususnya diperlukan, ketika suatu urusan telah dipetakan sebagai urusan yang penting namun dalam prakteknya belum optimal, seperti yang terjadi pada sebagian perpustakaan publik di tanah air.
Berbagai strategi diperlukan agar pelayanan yang dilaksanakan sejalan dengan kemajuan era digital dan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang menuntut kemudahan, kecepatan, efisiensi dan keterbukaan. Pembaruan strategi juga bertujuan untuk memperbaiki performa, pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap perpustakaan.
Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk merevitalisasi peran perpustakaan. Langkah mendasar yang perlu dilakukan adalah menelaah kembali karakteristik sasaran layanan perpustakaan sebagai landasan dalam memperbaiki kualitas pelayanan.