Apa yang tersirat jika mendengar kata Papua? Sebagian orang akan langsung berteriak "Raja Ampat!" atau Freeport atau keunikan budaya dan kekayaan sumber daya alamnya.
Ironisnya, banyak orang yang menikmati keindahan Papua dan mengeruk kekayaan alamnya namun kurang peduli dengan adab pada tuan rumahnya. Sedikit yang mengapresiasi mereka sebagai individu yang patut dimanusiakan. Bahkan sebagian pihak berduyun-duyun ke sana untuk mengambil keuntungan lalu pergi begitu saja.
Saatnya pemerintah serius dalam membangun sistem pendidikan berkualitas, melancarkan roda perekonomian dan memperbaiki kualitas kesehatan di sana. Karena begitu banyak potensi sumber daya manusia dari Papua yang berhak dilibatkan dalam upaya pembangunan bangsa.
Pendidikan berkualitas patut menjadi fokus utama karena berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Papua pada 2019, angka partisipasi murni pendidikan masih kurang, di sana tercatat partisipasi pendidikan SMA 44,21%, SMP 57,19% dan SD 79,15%.
Saya sebagai warga negara Indonesia sangat tersentil ketika mengikuti acara MaCe (Mari Cerita Papua) bersama Econusa dan Universitas Indonesia pada 27 Februari 2020 di Pusgiwa Universitas Indonesia Depok.
Menghadirkan para Narasumber Putera Puteri Papua yang punya semangat dan dedikasi tinggi untuk membangun Papua khususnya dan Indonesia umunya.
Mereka adalah Jean Richard Jokhu, Dosen di President University & Doktor Asli Papua Termuda Universitas Indonesia, Grison Krey, Petani Muda Papua, Nanny Uswanas, Direktur Institut Kalaway Muda dan Ronald Manoach, penggiat sosial muda. Dengan Moderator Putri Nere Patty.
Jean Richard, mengungkapkan sistem Strategic management, menurutnya Papua merupakan variabel penting pribumi, oleh karena itu kekuatan sumber daya manusianya harus berimbang dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki.
"Papua masyarakatnya banyak dimanjakan kekayaan sumber daya alam. Anak -anak di sana pun tidak dianjurkan atau dipaksa untuk bersekolah. Caranya bersosialisasi harus diperkenalkan pada institusi adat, bahwa sekolah itu sangat penting. diubah pola pikirnya supaya mereka membangun skills agar supra profit dan dapat mengembangkan potensi untuk ekstra profit." Kata Jean.
Konsep pemikiran supaya tidak bergantung pada alam. Berharap Papua menjadi mandiri. Dan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan harus disampaikan kepada institusi adat supaya mudah tersampaikan kepada warganya. Karena omongan kepala adat atau tokoh adat biasanya berpengaruh langsung.
Nanny Uswanas, yang lahir dan besar di Pakpak dengan penduduk mayoritas Muslim, menurutnya wajah Papua multikultural. Jadi stigma masyarakat Indonesia terhadap Papua, yang menganggap tidak toleran dan fanatik dengan kesukuannya, dapat terpatahkan dengan pernyataan Nanny ini.
"Saya Sembilan tahun di Jayapura menjadi volunteer dan bekerja di NGO serta aktif dalam kegiatan yang berhubungan dengan hak asasi manusia. Pengalaan kerja juga di British Petroleum dan sejumlah perusahaan lain, membuat saya merasa tahu kondisi sosial yang terjadi di masyarakat Papua yang punya motivasi sama dengan masyarakat di Barat Indonesia ." Jelas Nanny.
Namun narasi yang terbangun dari masyarakat luar mayoritas narasi negatif, sehingga hal ini enjadi salah satu tantangan dan hambatan atas kemajuan Papua.