Dalam kehidupan modern ini, filsafat diartikan sebagai ilmu yang mencari hakikat sesuatu, berupaya melakukan penafsiran-penafsiran atas pengalaman-pengalaman manusia dan merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Jawaban tersebut merupakan suatu hasil pemikiran yang mendasar dan digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikan.
Pada prinsipnya, konsep filsafat menempatkan sesuatu kebenaran berdasarkan kemampuan nalar manusia, yang merupakan tolok ukur suatu peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya.
Filsafat sangat berperan penting dalam dunia pendidikan yaitu memberikan sebuah kerangka acuan bidang filsafat pendidikan guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa (Djamaluddin, 2014). Poedjawijatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani.
Kata filsafat dalam bahasa Yunani adalah philoshophia. Kata philoshophia dalam bahasa Yunani merupakan kata majemuk yang terdiri dari atas philo dan shopia; philo artinya cinta dalam arti luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu: shopia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Berdasarkan asal katanya, filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan (Abidin, 2002)
Secara umum, filsafat dibagi menjadi dua jenis, yaitu filsafat Barat dan filsafat Timur (filsafat Oriental). Filsafat Barat dan Timur berkembang di daerah yang berbeda dengan kebudayaan dan peradaban yang berbeda, sehingga ciri-cirinya tentu saja sangat berbeda.
Filsafat Timur merupakan perintis dari Filsafat Yunani Kuno, yang memiliki sejarah lebih jauh daripada Filsafat Yunani Kuno sendiri (Achmadi, 2013). Menurut pandangan atau perspektif Timur, Barat sering digambarkan sebagai materialisme, kapitalisme, rasionalisme, dinamisme, saintisme, positivisme, dan sekularisme (Lasiyo, 1997).
Sedangkan filsafat Barat, menyatakan bahwa filsafat Timur sebagai kebodohan, kemiskinan, statis, fatalistis, dan kontemplatif (Rohiman, 1996). Menurut Kinasih (2022), karakteristik mengenai filsafat Timur dan filsafat Barat sebagai sebuah perspektif terlihat menarik. Hal ini disebabkan karena pemikiran filsafat Timur menekankan kehadiran intuisi dan pengalaman individu, sedangkan pemikiran filsafat Barat sebagian besar lebih fokus terhadap kemampuan akal budi dalam menganalisis data empiris.
Pemikiran filsafat Timur banyak diungkapkan atau disampaikan sebagai ungkapan rasa yang diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol sebagai manifestasi hal-hal yang konkret. Sedangkan filsafat Barat merumuskan sebuah refleksi dan realita sosial dengan bahasa yang efektif dan efisien dalam memilih kata-kata dan cenderung menggunakan rumusan yang abstrak, sehingga memiliki cakupan yang luas.
Tujuan utama pemikiran filsafat Timur adalah untuk menerapkan rasa dalam refleksinya, maka ingin mencapai sebuah fase dimana kebahagiaan dan kebijaksanaan dalam hidup tercapai dalam ketentraman dan keselamatan. Filsuf Timur lebih menekankan pada manusia untuk hidup menyesuaikan diri dengan alam semesta, sedangkan filsuf Barat berusaha memahami alam semesta demi kepentingan manusia.