[caption id="attachment_207105" align="aligncenter" width="300" caption="ambilkan bulan bu (dok.pribadi)"][/caption]
Malam ini Juwita membuka jendela kamarnya. Gelap.Ia rindu pada ibunya.
“Ambilkan bulan, Bu...!” nyanyi Juwita ketika masih kecil.
“Kelak, bulan itu akan datang padamu, Sayang,” jawab ibunya seraya membelai rambut gadis mungilnya.
“Benarkah, Ibu?”
Ibunya tersenyum seperti bulan.
Persis dua tahun yang lalu sebelum malam ini, bulan itu datang padanya. Bulan itu lantas menjadikan dirinya sangat menawan.
Tetapi, malam ini, ketika ia membuka jendela kamarnya.... Bulan sedang tak ada. Juwita menangis. Air matanya seperti gerimis air garam yang jatuh pada sebuah luka. Ia rindu pada ibunya namun tak ingin mengecewakannya.
“Ambilkan bulan, Bu...!” bisiknya pada kesendirian malam.
Juwita menutup jendela, sebab bulan tak mungkin datang seperti biasanya. Ia memegang perutnya yang mulai berisi. Dan isinya bukan lagi sepotong bulan. Ia meraung minta bulan.***
28-07-2010 bp
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H