Lihat ke Halaman Asli

Sketsa #11 Lelaki Maut Penyebar Tawa

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Inilah dia, orang aneh selanjutnya. Tak pelak lagi, dialah guru superfavorit di SMK Pantang Menyerah. Kehadirannya membuat seluruh siswa betah berselancar di atas deru ombak ilmu pengetahuan yang menghantam kepala setiap saat. Bagi alumni SMK itu, 3 tahun menimba ilmu dirasa terlalu cepat.

Perawakannya tak istimewa, cenderung sangat biasa. Berbadan gemuk tidak kurus tidak. Tinggi tidak pendek tidak. Sedang-sedang saja. Mirip lirik sebuah lagu dangdut kesukaannya. Inilah lelaki maut penyebar tawa itu. Ya, guru mata pelajaran humor! Lelaki penggila segala jenis musik ini adalah Pak Guru Humor.

Di sekolah kami, mata pelajaran humor adalah mata pelajaran mahafavorit. Selalu ditunggu-tunggu, atau istilah ngawurnya waitable. Sebab, semua siswa menyukainya, merindukannya. Jika Pak Guru Humor absen mengajar, dunia serasa kiamat. Maka, Pak Guru Humor mendapat perlakuan istimewa dalam perkara kesehatan. Beliau dilarang sakit.

Pak Guru Humor memang rajanya humor. Lelaki super ngocol ini menguasai berbagai bentuk humor dari berbagai belahan dunia, terlebih-lebih seni humor Jepang, rakugo. Format cerita yang dibangun perlahan diakhiri dengan klimaks berupa punch line yang tak terduga. Sungguh yumi menikmatinya. Semua siswa boleh berkomentar apa saja, menanggapi, menambahkannya, bahkan karena terinspirasi lalu maju ke depan, menceritakan humor barunya itu. Andai humornya lucu, semua siswa berdiri dan melakukan standing applause, sambil terkekeh-kekeh. Kalau humornya tidak lucu, tenang saja Kawan, semua siswa pasti memberikan komentar yang jauh lebin kocak. Semua siswa tetap terjaga ketertawaannya.

Karena sebuah alasan yang sangat masuk akal, pelajaran humor ini diberikan tidak di kelas kami, tetapi di sebuah ruangan istimewa. Kami menyebutnya “Ruang Bebas Ngakak”. Ruangan ini kedap suara, serupa ruangan studio rekaman. Sengaja dibuat demikian, supaya ledakan tawa kami tidak memrovokasi siswa-siwa lain di kelasnya untuk nimbrung.

Di ruangan itulah kami bisa tertawa puas-puas. Bahkan, banyak siswa yang tertawa terlalu ngakak sampai stadium 9, yang berakibat perut mules dan tak jarang terkencing-kencing. Maka, tak heranlah jika ruangan ini dilengkapi fasilitas 10 toilet, yang pasrah menampung kencing-kencing lucu kami.

Rupanya, di ruangan inilah sosok Gimo Wageono, pangeran kodok berambut jabrik yang aslinya tidak pernah tersenyum karena sejarah kemiskinannya, bermetamorfosis menjadi laki-laki muda sangat charming. Sehingga di ruangan ini pula, seorang gadis berintelektual tinggi, Raden Ayu Dyah Sulastri jatuh cinta padanya untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupnya yang serba mewah tapi mengharukan.***

Bersambung dalam sketsa-sketsa berikutnya....

08-04-2010 bp

*** Sketsa-sketsa sebagai pangkal judul di blog saya ini dimaksudkan sebagai bahan mentah (bisa berubah sewaktu-waktu). Sketsa-sketsa yang telah diposting berkesinambungan walau belum berurutan, yang jika digabungkan dan ditambah sedikit sana-sini kelak menjadi sebuah (mungkin beberapa buah) novel.

Sketsa sebelumnya:

Sketsa #1 Sekolah Aneh

Sketsa #2 Guru-Guru Aneh

Sketsa #3 Warteg Legendaris

Sketsa #4 Meditasi

Sketsa #5 “The Dessert Storm”

Sketsa #6 Hari-hari Serba Puitis

Sketsa #7 “The Amazing Storm”

Sketsa #8 “The Borobudur English”

Sketsa #9 Imajinasi

Sketsa #10 Orang-orang Teraneh Sedunia Part #1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline