Lihat ke Halaman Asli

BANG IBOYY

Like What You Do and Do What You Like

Tik Tok sebagai Bentuk Aktualisasi Diri

Diperbarui: 3 Februari 2020   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tik Tok adalah sebuah aplikasi dari negeri bamboo yang digunakan untuk membuat short video yang berbasis ByteDance disertai special effect yang mendeteksi gerakan, muka, badan, dan dilengkapi dengan musik yang up to date. Fenomena Tik Tok menjadi sorotan yang menarik karena tidak hanya diadopsi oleh anak di bawah umur atau remaja saja, namun ada saja generasi baby boomer pun ada yang bermain Tik Tok dengan tujuan terkenal atau viral.

Salah satu artis Tik Tok yang terkenal adalah Bowo Alpenlible pernah menjadi korban bullying oleh warga media sosial namun kini sudah menjadi terkenal dan menjadi pioneer dari Tik Tok. Kini banyak yang meniru atau mengkuti Bowo dengan membuat video Tik Tok dengan beragam versi. Wujud bentuk video yang kreatif lah membuat Bowo menjadi terkenal, karena videonya mendapatkan ratusan ribu likers dan puluhan ribu share yang dilakukan oleh seluruh pengguna Tik Tok di dunia, tidak hanya di Indonesia.

Tik Tok mempunyai sisi positif untuk menghibur, ajang unjuk kreativitas, relasi pertemanan. Sisi negatif dari Tik Tok mem-viralkan segala bentuk video dalam bentuk kilat dan mengabaikan etika dalam meng-upload video di media sosial. Sehingga muncul pro dan kontra, seperti hal tabu yang menjadi lucu dan lumrah, labeling sebagai orang "alay" dan hingga penyalahgunaan fungsi aplikasi, sampai beberapa waktu lalu Tik Tok pernah di bungkam untuk sementara waktu dan dibuka kembali karena tanggapan warga net yang membuat peluang bagi Kemkominfo membuka blokir Tik Tok.

Akhirnya kini banyak pengguna baru lintas generasi yang men-download aplikasi Tik Tok ini sebagai bentuk ajang dari eksistensi diri dan aktualisasi diri. Munculnya identitas baru yang terjadi membuat dua kesan yang berbeda di dunia maya dan nyata. Terkadang identitas ini terbawa di dunia nyata yang menyebabkan terjadinya introjeksi akibat fanatisme terhadap apa yang diidolakan dan bertindak diluar kemauan sendiri akibat pengaruh determinasi teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline