Lihat ke Halaman Asli

Pelecehan Hasil Kerja Keras KPK

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photobucket

[caption id="" align="alignleft" width="265" caption="Narapidana Kasus Suap (Sumber : Google Gambar)"][/caption]

Artalyta Suryani (46) alias Ayin, adalah seorang pengusaha asal Gudang Kaleng, Teluk Betung, Bandar Lampung. Ayin memiliki hubungan akrab dengan keluarga Syamsul Nursalim (Mantan Bos BDNI yang mengemplang Dana BLBI senilai Rp. 47,5 trilyun dan hanya ditukar dengan asset senilai Rp. 3,4 Trilyun)

Ayin dikenal dekat dengan pejabat Negara, sebut saja mantan ketua DPR Agung Laksono (sekarang Menko Kesra di KIB II) yang pernah menjadi pemberi sambutan atas nama keluarga di pernikahan putra Ayin (Rhomi Dharma Satriawan) yang juga dihadiri oleh Presiden RI saat itu (Bp. SBY). Saat masih bebas, Ayin sering dating ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung dan dikenal dekat dengan beberapa oknum jaksa di Kejagung.

Ayin, ditangkap KPK karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan Jaksa Urip yang saat itu menjadi satu diantara 35 jaksa yang memimpin tim pelaksana tugas kasus BLBI.

Kasus BLBI yang melibatkan Syamsul Nursalim, itu sendiri ditutup oleh Kejaksaan Agung dengan alasan tidak terdapat bukti pelanggaran hukum?!

Ayin berdasarkan putusan pengadilan (tanggal 29 Juli 2008) yang mengadilinya, akhirnya dikenakan hukuman 5 tahun penjara + denda Rp. 250 juta (catatan : jumlah yang relative kecil untuk keberhasilan Ayin membebaskan Syamsul Nursalim dari tuntutan hukum penyalah gunaan/pengemplangan dana BLBI senilai Rp. 47,5 Trilyun). Dan untuk Jaksa Urip Tri Gunawan (penerima suap Rp. 6,1 Milyar) dihukum lebih berat yaitu 20 tahun penjara.

Sampai disini, tidak sia-sia KPK membuntuti, menyelidiki dan menyadap hingga akhirnya dapat membekuk Jaksa Urip dan Ayin dan menjebloskannya ke tahanan penjara, selain itu beberapa oknum Jaksa juga dicopot dari jabatannya terkait dengan terbongkarnya kasus tersebut di atas.

Namun, berita media cetak dan elektronik pada Senin tanggal 11 January 2008 seperti suatu hal yang bertolak belakang dan seperti melecehkan hasil kerja keras KPK yang telah membekuk narapidana Ayin itu. Dengan fasilitas bak hotel berbintang, sebuah ruangan 6x6 M2 lengkap dengan fasilitas perawatan kecantikan dan fasilitas kebugaran, lantai beralaskan karpet, ruangan berpendingin AC, tempat tidur super empuk spring bed double size, TV, Kulkas dan lain sebagainya menjadikan suatu pelecehan tersendiri terhadap kerja keras KPK.

Hakikatnya bagi Ayin, keberadaan dirinya dalam penjara seolah hanya seperti pindah tempat tidur saja, bahkan mungkin di dalam penjara hidupnya lebih aman karena dijaga oleh aparat penjaga Lapas dan tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk listrik dan PDAM.

Tidak disangsikan lagi bahwasanya tindakan Ayin dengan restu Dirjen Lapas yang memberikan kemudahan itu, tidak hanya melecehkan hasil kerja keras KPK, juga melecehkan Hakim pengadilan yang memberikan vonis hukuman kepadanya, serta juga melecehkan dunia hukum, dimana seseorang narapidana ternyata boleh memilih bagaimana ruangan penjara tempatnya ditahan, selama mampu membiayai sendiri fasilitas dan tidak merugikan orang lain ?!.

Sungguh Hukum di negeri ini sudah bobrok, dengan Menteri yang sampai berita ini diturunkan belum juga mencopot Dirjen Lapas itu dari jabatannya. Dan, rupanya Bapak Presiden kita yang mulia juga hanya merasa perlu berpidato di depan kamera bila ada hal yang menyangkut diri dan keluarganya, tanpa merasa perlu menegur Menteri terkait dan jajaran pejabat dibawahnya terkait pelanggaran prosedur penahanan narapidana ini dan fasilitas diterima narapidana itu, serta telah menjadikan penjara bukan lagi sebagai tempat pembinaan yang memberikan efek jera terhadap narapidana. Bahkan terkesan sebagai barang mainan antek-antek pembawa lari uang Negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline