Beberapa hari lalu, ketika menjemput si Sulung pulang sekolah, ia tampak tidak seperti biasanya. Wajahnya ditekuk, seperti orang yang lagi sebal, seperti ada sesuatu yang menggerogoti pikirannya. Ketika aku tanya ia diam saja. O iya, anakku perempuan baru duduk kelas 3 sekolah dasar.
Sudah lebih dari 10 menit di atas motor, ia masih saja diam. Biasanya ia selalu berceloteh tentang apa saja yang ia alami di sekolah. Tapi tidak kali ini.
"Kamu kenapa sih? Tidak biasanya seperti ini? Ada masalah, ya, di sekolah tadi? Cerita dong sama Baba, siapa tahu Baba bisa bantu." Aku masih berusaha membujuknya. Aku sadar, bukan membujuk sebenarnya, tapi nyiyir dan kepo urusan sang anak. Tapi sebagai orangtua, kan mesti bin kudu tahu urusan sang anak. Takutnya ia mengalami perundungan oleh teman-teman sekolahnya. Hari gini kan banyak sekali peristiwa-peristiwa seperti itu. Tempo hari aku masih ingat ada temannya ngadu kalau ia sempat dimarahi ibu guru karena bicara jorok di kelas. Aku sempat shock juga, malu sebagai orangtua dikira nggak mampu mendidik anak sopan santun di rumah. Aku sempat emosi, nggak kroscek dulu. Alhasil ia kumarahi dan meminta istri untuk menyelidiki lebih lanjut. Ternyata, ia bukan bicara jorok di kelas. Jadi ceritanya waktu itu, teman cowoknya gangguin dia, dibilang si kecilku suka niru-niru temannya itu. Saking kesalnya, membentak temannya itu dengan kata-kata lantang "Niru bapak lo!" Ibu guru yang mendengar omongan itu, langsung menegur anakku dan dinasehati. Oalah, pasti ia kebanyakan nonton tivi.
Setelah melewati keheningan di jalanan yang ramai, akhirnya ia buka suara juga.
"Aku nggak mau lagi ikut memeriahkan acara 17 Agustusan di sekolah. Pokoknya Eya nggak mau, Baba!"
"Memangnya kenapa?"
"Di kelas satu, Eya disuruh ikut lomba makan kerupuk. Kelas dua juga ikut lomba makan kerupuk. Di kelas tiga masih disuruh Bu Guru ikut lomba makan kerupuk. Eya nggak mau lagi!" jawabnya penuh emosi. Mendengar pengakuannya, aku nyaris tertawa. Jadi itu masalahnya? Ia dongkol gara-gara wali kelasnya memilih dia untuk mewakili kelasnya lomba makan kerupuk.
"Masa aku terus yang disuruh ikut lomba makan kerupuk? Menang juga pernah. Kenapa nggak yang lain saja? Eya lagi! Eya lagi! Kesal tau!"
Aku semakin susah menahan diri untuk tertawa. Sungguh nggak lucu menghadapi orang yang lagi kesal dengan menertawakannya. Aku pikir ia ada masalah apa, ternyata hanya masalah sepele.
"Kalau nggak mau ya, nggak apa-apa. Kamu kan tinggal bilang sama ibu guru. Kamu bisa ikut lomba yang lain."
"Aku mau ikut lomba fashion show. Tapi Bu Guru sudah memilih yang lain. Makanya aku kecewa." Anakku membuat pengakuan. Aku tidak jadi tertawa. Ini ternyata berat masalahnya. Kalau aku di posisi dia, dan menggunakan cara berpikirnya, betapa ia malu Cuma kebagian ikut lomba makan kerupuk. Mulut manyun-manyun menggapai kerupuk yang digantung sementara teman-temannya bersorak-sorak saling tertawa. Beda sekali kalau ikut fashion show. Dengan dandanan yang aduhai, jalan lenggak-lemggok di pentas dan orang berdecak kagum mengamati dan memuji. Sungguh bertolak belakang. Pasti itu yang ada dipikirannya. Makanya ia tidak mau ikut lagi lomba makan kerupuk. Anak sekarang memang beda dengan jaman aku kecil dulu. Nggak terpikir dan membedakan lomba apapun. Yang penting ikut dan hati senang. Anak sekarang? Ya, mungkin ini efek dari kemajuan jaman, dimana sudut pandang dalam menilai sesuatu hanya dari luar saja.