[caption caption="Foto, dokpri"][/caption]Sedikit kaget ketika ada informasi di halaman khusus Kompas Anak yang selalu hadir setiap minggu, bahwa edisi kali ini, Minggu, 28 Februari 2016 merupakan edisi terakhir. Minggu depan dan seterusnya tidak ada lagi halaman khusus untuk anak-anak.
Sebagai pecinta Kompas Minggu, tentu saja saya merasa sedih. Akan ada sesuatu yang hilang Minggu depan. Walaupun bukan anak-anak lagi (bahkan sudah punya anak, malah!), rubrik anak Kompas Minggu selalu saya nantikan seperti rubrik lainnya, seperti Parodi, Udar Rasa, Cerpen, Puisi, TTS dan Kartun (Timun, Mice, Panji Koming dan Sukribo) dan seabreg rubrik lainnya. Pokoknya, edisi Minggu harian Kompas, bagi saya adalah edisi spesial dan minggu depan spesialnya jadi berkurang satu.
Bukan karena kekanak-kanakan saya menyukai rubrik Anak Kompas Minggu. Saya merasa apa yang ada dirubrik itu bisa saya jadikan referensi untuk anak. Cerita Anak nya menarik, begitu juga rubrik Boleh Tahu. Ada juga Resensi buku anak serta Ruang Kita, yang menampilkan karya anak SD berupa puisi atau gambar.
Mungkin bagi pembaca dewasa beranggapan bahwa halaman khusus anak tersebut tidak begitu penting, tapi jangan salah, untuk dimuat di sana bukan hal yang mudah apalagi untuk mengisi Cerita-Cerita dan Boleh Tahu. Sulitnya tak kalah dengan rubrik lain seperti Opini atau Rubrik Seni seperti Cerpen dan Puisi. Bukan sembarangan karya yang bisa dimuat di sana, dan untuk bisa dimuat pun butuh perjuangan. Dan itu saya alami sendiri. Pengalaman saya ini bisa jadi dialami oleh penulis cerita lainnya.
Tidak hanya sekali atau dua kali mengirim naskah ke sana, tapi berkali-kali akhirnya bisa tembus. Jujur saja, selama saya menulis, dari sekian banyak yang pernah saya kirimkan baru dua kali dimuat di Kompas Anak. Bisa kebayang untuk artikel anak saja sudah demikian sulitnya, apalagi untuk cerpen dewasa atau puisi. Beberapa waktu lalu, kalau nggak salah, di akhir tahun 2015, sempat saya baca di laman FB Kompas Anak, sebelum pengumuman ini keluar, slot untuk cerita anak di tahun 2016 sudah penuh terisi. Jadi bila halaman ini masih ada dan Anda ingin mengirim naskah ke sana dan dinilai layak muat, harus menunggu tahun 2017 dulu baru dipublished!
Sekilas, menulis cerita anak terlihat gampang. Mungkin anda berpikir, Ah, cerita anak-anak ini! Apa sih susahnya? Yang jelas dan sepanjang yang saya tahu, tidak semudah itu, kok. Fiksi anak adalah adalah fiksi untuk anak, jadi penggarapannya harus mengerti dulu psikologi anak-anak. Bagaimana anak-anak bertutur, menyelesaikan persoalan, membangun cerita dengan kalimat anak-anak, bukan kalimat orang dewasa, melainkan kalimat sederhana yang mudah dipahami anak, dan harus berisi pesan moral. Seringkali orang terjebak, tokoh yang dibuat anak-anak tapi dialognya seperti orang dewasa.
[caption caption="Foto: Dokpri"]
[/caption]
Dari Kompas Anak, saya mengamati dan belajar bagaimana membuat cerita anak. Penulis anak favorit saya, sering nongol di Kompas anak dan juga majalah anak, adalah Bambang Irwanto dan Pupuy Huriyah. Saya suka cara mereka menulis cerita anak. Terlihat mereka mengerti dengan dunia dan psikologi anak. Bagi saya yang sukanya nulis fiksi umum (penginnya agak nyastra, tapi hasilnya malah ngepop), mesti belajar banyak dari mereka.
Menghilangnya halaman khusus anak, saya tenggarai karena menurunnya minat orang untuk membaca edisi cetak. Menurunnya minat, berdampak pada oplah. Bukankah seperti yang pernah ditulis oleh wartawan senior Kompas, bahwa media cetak sedang memasuki usia senja? Lihat saja ada berapa media cetak yang tutup awal tahun ini. Sebelumnya, majalah belia, the Girls, mengucapkan salam akhir tahun lalu. Ke belakang lagi, ada majalah Reader’s Digest Indonesia, ke belakangnya lagi ada majalah remaja Story. Belum lagi surat kabar seperti Sinar Harapan. Semuanya itu seperti tak kuat bertahan menghadapi perubahan. Sekarang orang lebih suka mengakses informasi dan hiburan lewat gawai.
Karena itu, dari laman FB Kompas anak saya mengetahui kalau ada rencana dari pihak Kompas untuk mengubah Kompas Anak ke platform digital. Tapi itu masih dalam perencanaan. Bisa jadi iya, bisa jadi enggak. Yang pasti pihak Kompas pasti sedang mengadakan kalkulasi terlebih dahulu. Bukankah penghilangan suatu rubrik tetap di suatu media tak lepas dari perhitungan untung rugi? Cost produksi tinggi, tapi hasil yang didapat tidak begitu significant, jadinya ya urung, atau ditutup.
Yang jelas, dengan hilangnya rubrik anak di Kompas Minggu, hilang satu referensi atau bacaan yang bagus untuk anak-anak. Penulis cerita anak pun kehilangan satu media bermutu untuk menyalurkan naskah terbaiknya. Hanya tinggal Bobo, saudara tuanya yang masih kuat bertahan.