Sumatera Barat, propinsi yang sarat akan keindahan alam, budaya, adat istiadat serta kuliner. Berbagai jenis wisata ada di sini mulai dari wisata pantai/ bahari seperti kepulauan Mentawai nan eksotis,wisata budaya berupa situs peninggalan sejarah, wisata danau (Maninjau, Singkarak, danau kembar), agrowisata berupa hamparan perkebunan teh di Solok Selatan, wisata gunung (Marapi dan Singgalang), hingga wisata kuliner dengan berbagai macam makanan dan minuman yang menggugah selera seperti rendang. Semua sudah tahu, kalau rendang merupakan makanan khas Sumatera Barat yang sudah mendunia.
Penulis tidak akan membahas tentang rendang. Segala aspek menyangkut rendang sudah diketahui banyak orang. Begitu juga makanan khas lainnya, bisa ditemui di restoran-restoran Padang yang bertebaran dari Sabang hingga Merauke. Tapi ada satu jenis makanan yang cukup dikenal, tapi tidak banyak yang mengulasnya. Untuk memeriahkan lomba blog yang diselenggarakan oleh Daihatsu dan Kompasiana, penulis dengan senang hati akan menuliskan tentang makanan yang bernama lamang.
Lamang (entah mengapa diindonesiakan menjadi lemang seperti halnya penyebutan randang menjadi rendang), sebenarnya juga terdapat di daerah lain di luar wilayah Minangkabau. Di Tapanuli Selatan misalnya, mereka menyebutnya lomang. Makanan ini terbilang unik karena proses pembuatannya yang menggunakan bambu atau buluh, tidak setiap saat bisa dihidangkan. Hanya pada kesempatan tertentu yang dianggap hari baik bulan baik, yakni menyambut datangnya bulan puasa, hari raya idul fitri, idul adha, maulid nabi, atau pada acara selamatan. Juga tidak semua orang bisa membuatnya. Dibutuhkan keahlian khusus dan keterampilan. Hanya orang-orang tertentu yang memang sudah terbiasa dan harus diakui, mereka adalah orang-orang yang hidup di perkampungan yang masih kental dengan kebiasaan adat dan budayanya. Orang yang hidup di perkotaan dengan gaya hidup modern, semuanya serba cepat dan instan takkan mau berepot-repot membuat lamang. Kalau mau, tinggal beli atau pesan pada penjual lamang yang ada di pasar tradisional. Itu pun kalau beruntung menemukan penjualnya.
[caption id="attachment_313739" align="alignleft" width="300" caption="Lamang yang siap diantar untuk kerabat ( docpri )"][/caption]
Aspek Budaya Lamang
Sudah menjadi tradisi di Pariaman, menyambut datangnya bulan maulid seperti yang jatuh pada tanggal 14 Januari lalu, masyarakat setempat mengadakan kegiatanmalamang. Kegiatan ini tidak serentak diadakan di seluruh kampung, tapi berbeda hari sepanjang bulan maulid. Tujuannya agar lamang yang dibuat bisa dibagikan pada kerabatyang desanya berbeda. Jadi bisa dibayangkan selama bulan maulid, mereka saling memberi dan menerima lamang. Di setiap acara malamang, lamang tersebut diantarkan ke masjid tempat pusat kegiatan malamang, kepada sanak dan kerabat, kepada mamak rumah, kepada bako (saudara perempuan bapak), dan besan. Biasanya lamang yang sering dibuat pada saat maulid adalah lamang yang terbuat dari ketan putih, santan, dan garamkarena lebih tahan lama dibanding jenis lamang lainnya, sehingga pada saat diserahkan masih kondisi baik. Jadi pada sebatang lamang yang diterima atau yang dihantarkan, terdapat makna saling berbagi.
Di hari-hari lain semisal upacara selamatan 14 hari, 40 hari atau seratus hari100 hari meninggalnya seseorang, kegiatan malamang juga dilakukan. Biasanya proses pembuatannya dibantu oleh tetangga sekitar. Ada yang mencarikan bambu, menyiapkan kelapa, kayu bakar dan lainnya. Kemudian pada saat upacara dihelat, lamang disuguhkan sebagai bentuk penghormatan pada tamu.
Macam-Macam Lamang
Ada banyak jenis lamang, tapi yang paling umum adalah lamang yang terbuat dari ketan putih. Bisa disajikan tersendiri, atau bisa jadi dengan menambahkan tapai, yaitu ketan hitam yang difermentasikan. Atau bisa jadi dimakan dengan rendang atau pisang. Beberapa jenis lamang lain adalah:
Lamang Baluo, yakni lamang yang terbuat dari ketan putih dan santan, tapi ditenga-tengahnya ada luo, yakni parutan kelapa yang dicampur dengan gula jawa/ aren
Lamang Pisang, yakni lamang yang terbuat dari ketan putih atau ketan merah dicampur dengan potongan pisang batu.
Lamang Kundua/ Labu, yakni lamang yang terbuat dari tepung beras kemudian ditambahkan potongan labu
Lamang Kanji atau Unja yang terbuat dari tepung singkong.
Proses Pembuatan Lamang
Membuat lamang butuh proses yang cukup lama. Untuk membuat lamang biasa, bahan yang dibutuhkan adalah ketan putih, santan dari perasan pertama, garam, daun pisang muda, dan batang bambu/buluh yang masih muda yang mana satu sisinya terdapat ruas sebagai alas, dan sisi lain tempat memasukan ketan dan santan. Bambu terlebih dahulu dicuci dan dibersihkan dan dikeringkan kemudian masukan potongan daun pisang kedalam bolongan bambu sebagai alas, dan ketan yang telah dicuci dimasukkan hingga sepertiga panjangbambu, kemudian masukan santan yang telah digarami ke dalam bambu, banyaknya santan kira-kira sebanyak ketan yang dimasukkan, kemudian bambu-bambu yag telah berisi disusun di tempat pembakaran yang disebut lantaran.Api pembakaran 1 jam pertama harus besar, tapi tak harus sampai membakar bambu, dan 5-6 jam berikutnya cukup api kecil. Nah, di sinilah diperlukan keahlian, karena kalau tidak ahli maka lamang bisa mentah di dalam, atau bisa jadi terbentuk kerak di dalam bambu hingga lamang jadi keras pada pinggirannya. Proses pembuatan lamang cukup menyita banyak waktu dan tenaga.
[caption id="attachment_313740" align="alignleft" width="300" caption="Proses Pembuatan Lamang (sumbarantaranews.com)"]
[/caption] [caption id="attachment_307215" align="aligncenter" width="400" caption="proses pembakaran lamang (docpri. Arismen)"]
[/caption]
Bagi yang tinggal di perkotaan, dan tidak punya waktu dan kepandaian membuat lamang, tapi masih menerapkan budaya merayakan maulid, bisa saja membeli atau memesan lamang pada penjual. Perbatang dijual kira-kira 30-40 ribu, tapi itu tidak menjamin baik kualitas maupun rasa. Bisa jadi setengah masak, atau keras, dan bisa jadi cepat basi. Jadi harus diperhatikan benar-benar karena lamang-lamang tersebut akan dibagi-bagikan kepada kerabat.
Bagi yang ingin mencicipi makanan khas ini, dan melakukan wisata kuliner, di kota Bukittingi, menurut informasi teman penulis yang tinggaldi kota itu, sudah banyak terdapat pondok lamang, tempat orang bisa membeli lamang. Biasanya disajikan dengan tapai (ketan hitam yang difermentasi dan berkuah), dan minuman unik yaitu kopi daun kawa. Kopi daun kawa adalah daun kopi yang dikeringkan dan direbus dengan air panas, seperti halnya daun teh. Kenapa daun kopi yang digunakan? Jaman dahulu sewaktu masih dijajah Belanda, pribumi tidak boleh mengkonsumsi kopi, biji kopi diambil oleh penjajah dan dibawa ke negaranya. Untuk menyiasatinya, para petani kopi yang ingin menikmati minuman tersebut, terpaksa memanfaatkan daunnya. Ternyata tidak kalah nikmat dan lebih menyehatkan karena rendah kaffein. Akhirnya kopi daun kawa ini berkembang dan banyak yang menikmatinya.
Hmm, penulis sudah bisa membayangkan, pada saat merayakan hari baik bulan baik seperti bulan maulid,pasti ada masyarakat di Padang dan Pariaman, pergi mengantarkan lamang untuk sanak dan kerabat yang dicintai, atau wisatawan yang ingin berwisata di Bukittinggi, mampir ke pondok lamang menikmati makanan dan minuman khas tersebut, sembari melihat suasana kota Bukittinggi yang indah dengan mengendarai mobil Daihatsu. Boleh jadi kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H