Lihat ke Halaman Asli

Boyke Abdillah

Hanya manusia biasa

Nasib Si Uang Receh

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305173" align="aligncenter" width="600" caption="foto: dokumen pribadi"][/caption]

Tak bisa dipungkiri, semakin kecil nominal uang, semakin sering kita dapati kondisinya dalam keadaan lusuh. Uang pecahan 1000, 2000, 5000 dalam kondisi bagus hanya ditemui saat moment tertentu seperti lebaran. Ya, karena lebaran identik dengan yang serba baru, maka uang untuk bagikan ke anak-anak pun tidak afdol kalau tidak dalam keadaan baru. Makanya jasa penukaran uang receh menjamur pada saat itu. Tapi lewat lebaran, uang pecahan dengan nominal kecil itu segera menjadi lusuh. Jarang didapati uang pecahan 1000, 2000 dan 5000 dalam keadaan baru, walaupun tahun emisi 2013 sekali pun. Beda dengan pecahan 20000, 50000, dan 100000. Rata-rata kondisi bagus, pun kalau lusuh, tahun emisinya sudah cukup lama semisal 2009 atau 2010. Kenapa bisa begitu?

[caption id="attachment_305174" align="aligncenter" width="600" caption="dokumen pribadi"][/caption]

Yang pasti karena nilainya, maka cara memperlakukannya pun berbeda. Uang dengan nominal besar seperti 20000, 50000, dan 100000 biasanya ditaruh di dalam dompet. Tapi uang receh 1000, 2000, 5000, dan 10000 dipisahkan. Mungkin dalam saku baju, celana, supaya tidak repot mengeluarkannya semisal bayar parkir, ongkos angkot/ bis, ngasih pengamen, atau pengemis. Si pemegang uang juga seakan tidak peduli kalau uang tersebut terlipat atau terkena noda. Uang receh juga lebih banyak beredar di pedagang-pedagang kecil yang harga barang dagangannya juga tidak 'seberapa'. Dengan kondisi seperti itu uang receh rentan menjadi lusuh dan bernoda, karena tempat menaruh uang tersebut bisa jadi ala kadarnya seperti kotak kayu, kaleng, dan kantong kresek. Bila uang receh berada di pedagang sayur, dan penjual es, uang tersebut bisa saja basah, bila berada di pedagang gorengan bisa kena noda minyak, atau di pedagang bakso bisa saja terkena saos atau kecap. Dan bila berada di tangan petugas SPBU, akan berbau bensin. Lagi pula karena nilainya kecil, sering kali berpindah-pindah tangan. Uang seberapapun nilainya, fungsinya tetap sama yakni sebagai alat ukar. Tapi di tangan orang yang memegangnya akan mengalami perlakuan yang berbeda. Uang yang nominalnya besar relatif dijaga daripada yang nominalnya kecil, maka tak heran semakin kecil nilainya semakin banyak yang lecek dan lusuh. Dulu sekali, ketika nilai mata uang masih tinggi, uang pecahan 100, 500 masih bisa membeli sepotong roti atau gorengan untuk mengganjal perut, dan jenisnya masih berbentuk kertas. Tapi sekarang uang nominal 100 dan 500 dalam bentuk koin banyak yang dibuang-buang. Seringkali saya melihat di jalanan ada ceceran koin 100, dan 200, bahkan 500. Tak ada orang yang mau memungutnya. Di sebagian toserba, bila ada uang pengembalian nominal tersebut malah diganti dengan permen. Itu kan aneh, karena permen bukanlah alat tukar. Lebih parahnya, saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri, seorang pengemis di perempatan mencak-mencak dan membanting beberapa uang koin seratusan yang dikasih pengendara bermotor. Saya hanya bisa mengurut dada melihat kejadian tersebut. Tidak bisa menerima sikap pengemis tersebut dan juga si pengendara yang hanya bersedekah uang koin cepean. Dijaman sekarang dapat apa uang segitu. Bila dibelanjakan, pasti si pedagang juga akan menolak dan misuh-misuh. Sebagai pedagang, saya juga pernah punya pengalaman, saat memberikan uang kembalian dengan 10 lembar uang 2000an karena kebetulan pecahan lebih besar tidak ada, si pembeli langsung menolak. Betapa diskriminatifnya kita. Tidak hanya membedakan perlakuan uang hanya karena besaran nominalnya saja, tapi juga cara memperlakukan mata uang rupiah dengan mata uang asing terutama dolar Amerika. Seringkali saat menyetor uang ke Bank, si teller mencoret uang yg disetor dengan pulpen untuk menandakan banyak lembaran uang yg disetor. Bila anda menemukan lembaran pecahan uang 50000 atau 100000, seperti gambar di bawah ini, bisa dipastikan ini adalah pekerjaan para teller atau kasir. Tapi coba saat menukarkan dollar. Uang dolar disigi terlebih dahulu. Tidak boleh terlipat apalagi ternoda. Bisa-bisa dikurangi beberapa poin. Sedangkan rupiah? Paling-paling dihitung dan kemudian dicoret dengan pulpen. Miris kan?

[caption id="attachment_305175" align="aligncenter" width="600" caption="dokumen pribadi"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline