Lihat ke Halaman Asli

Boy Anugerah

Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Menyoal Penguatan DPD RI

Diperbarui: 27 Januari 2018   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejatinya posisi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berada di dalam sila keempat Pancasila. DPD RI adalah perwujudan dari permusyawaratan perwakilan yang memimpin kerakyatan berdasarkan hikmah kebijaksanaan.

DPD RI mestinya menjadi lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah. DPD RI seyogianya mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.

Mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai lembaga legislatif DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Sedangkan tugas dan wewenang DPD RI adalah (1) pengajuan usul Rancangan Undang-Undang; (2) pembahasan Rancangan Undang-Undang; (3) pertimbangan atas Rancangan Undang-Undang dan pemilihan anggota BPK; (4) pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang.

Apakah DPD RI telah optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah? Terwujudkah tujuan nasional dengan terbentuknya DPD RI? Sejumlah ahli memaparkan pandangan yang sedikit-banyak berupaya menjawab pertanyaan di atas.

A.M. Fatwa (2012) mengatakan dasar pertimbangan teoritis dibentuknya DPD antara lain adalah untuk membangun mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balances) antarcabang kekuasaan negara dan antarlembaga legislatif sendiri. Dalam perjalanannya, sangat dirasakan bahwa fungsi dan wewenang sebagaimana tercantum dalam pasal 22D UUD 1945 setelah amandemen sulit mewujudkan maksud dan tujuan pembentukan DPD RI. Demikian juga sulit bagi anggota DPD RI untuk mempertanggungjawabkan secara moral dan politik kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

DPD RI tidak memiliki kewenangan untuk mengesahkan undang-undang seperti dikatakan Saldi Isra (2010). DPD RI hanya bisa mengusulkan atau memberi saran tentang sejumlah RUU tertentu di DPR. Dengan kekuatan yang terbatas ini, DPD RI hanya bertindak sebagai subordinat DPR. Keterbatasan tersebut menimbulkan anggapan bahwa gagasan untuk membentuk DPD RI demi memberi jalan bagi perwakilan baru dari daerah untuk memasuki dunia pengambilan keputusan di tingkat nasional telah gagal.

Dari pandangan mengenai posisi DPD RI saat ini dan kedudukan idealnya ke depan yang dikehendaki menurut spirit reformasi, tepatlah kiranya misi DPD RI mengusung target utama: memperkuat kewenangan DPD RI melalui amandemen UUD 1945.

Terdapat alur pikir yang patut dipertimbangkan untuk mengidealkan posisi DPD RI berdasarkan rangkuman argumentasi yang dikemukakan sejumlah kalangan. Fungsi legislasi DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia harus ditata ulang secara komprehensif dengan membangun checks and balances berupa ruang untuk DPD RI mengoreksi dan/atau menolak rancangan undang-undang yang telah disetujui DPR. Bisa saja DPD RI tidak terlibat mengoreksi dan/atau menolak seluruh RUU, melainkan terbatas pada RUU yang menyangkut APBN, otonomi daerah, hubungan kekuasaan dan keuangan antarpusat dan daerah, pemekaran wilayah dan perubahan batas wilayah, serta pengelolaan sumber daya alam yang harus mendapat persetujuan DPD RI sebelum diajukan untuk diundangkan Presiden.

Menurut Isra (2010) MPR khawatir dengan kewenangan legislasi yang seimbang akan memperlambat proses legislasi. Mayoritas anggota MPR beranggapan, memberikan kewenangan legislasi yang kuat kepada DPD bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun kekhawatiran dan anggapan tersebut sebenarnya dapat ditepis dengan meneliti perbandingan terhadap sistem bikameralisme di dalam negara kesatuan lain di seluruh dunia.

Selain menggagas posisi ideal DPD RI di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, DPD RI mesti melahirkan gagasan utama, yakni sudah selayaknya memperjuangkan diri untuk membahasakan ulang kedua lembaga perwakilan ini. Mengapa ini penting? Sebab kedua lembaga, baik DPD maupun DPR, sama-sama dipilih oleh rakyat melalui pemungutan suara di dalam pemilihan umum. Dari aspek keterpilihan tersebut, maka perlu dicermati penamaan dan penyingkatan lembaga tinggi negara ini.

Rakyat yang memiliki hak pilih memberikan suara mereka dalam pemilu bukan mengatasnamakan daerah, melainkan secara satu per satu orang diberikan kertas suara di dalam tempat pemungutan suara untuk memilih perwakilan mereka. Calon-calon anggota DPD dan DPR yang akan dipilih rakyat ialah daftar yang tercantum dalam arena atau gelanggang pemilu yang sama, berbentuk daerah pemilihan tertentu.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline