Lihat ke Halaman Asli

Boy Anugerah

Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Ekses Pilkada dan Persatuan Bangsa

Diperbarui: 14 Desember 2017   15:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di penghujung tahun 2016 yang lalu, saya sempat dihubungi oleh salah seorang diplomat dari Kedutaan Besar Singapura di Jakarta. Sang diplomat yang menjabat sebagai first secretary ini ternyata hendak mewawancarai saya terkait artikel opini saya di salah satu surat kabar nasional. Pada waktu itu ia menyatakan tertarik untuk menggali lebih dalam tentang pentingnya aspek persatuan dalam pelaksanaan Pilkada yang menjadi pokok bahasan dalam artikel opini saya tersebut.

Menyimak situasi dan kondisi politik nasional akhir-akhir ini di mana muncul kontroversi pasca pembacaan putusan hakim terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ingatan saya kembali terlempar pada pembicaraan saya dengan sang diplomat.

Pada waktu itu ia menyampaikan pertanyaan dan pernyataan yang menarik. Pertanyaannya, apakah unjuk rasa belakangan ini terhadap Ahok mencerminkan bahwa minoritas sulit untuk menjadi pemimpin?

Pernyataannya, saya khawatir jikalau suatu hari Ahok ditahan karena kasus penistaan agama, Indonesia dianggap oleh dunia internasional sebagai negara yang tidak demokratis.

Harus diakui bahwa kasus Ahok ini menempatkan Indonesia dalam posisi sulit di mata dunia internasional, meskipun bisa dikatakan tidak sulit untuk menilai benar salah dari apa yang diucapkan oleh Ahok. Saya misalnya, sebagai muslim yang taat tentu tidak terima dengan pelecehan terhadap Surat Al Maidah Ayat 51. Apapun gaya penyampaiannya, memain-mainkan ayat untuk kepentingan politik sangat tidak pantas.

Hakim yang membacakan putusan, tentu memiliki dasar hukum yang kuat untuk menetapkan bahwa Ahok dikenakan sekian tahun penjara. Namun dalam persepsi negara lain, perkaranya tidak sesederhana itu.

Tidak bisa hitam putih. Sebagai akibatnya, selain menghadapi ancaman perpecahan di level domestik, Indonesia bisa terkena imej yang buruk di level internasional. Dua-duanya sama merugikan.

Hemat saya, permasalahan yang dihadapi negeri ini adalah gencarnya politicking yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi, kelompok, serta golongan. Murah sekali harga persatuan negeri ini jika harus dirusak karena hasil kontestasi dalam Pilkada.

Dapat dimaklumi bahwa Pilkada merupakan etalase politik untuk menuju kontes dan tujuan yang lebih besar yakni Pilpres 2019. Pun dapat dimafhumi bahwa Jakarta merupakan "gadis paling seksi" dalam jagad politik Pilkada.

Namun demikian, kedua hal tersebut bukan kartu mati! Hasil Pilkada Jakarta tidak serta-merta menentukan hasil Pilpres 2019 nanti, entah itu dalam konteks tokohnya ataupun partai politiknya.

Para pihak yang kalah, khususnya Pilkada Jakarta, hendaknya bersyukur bahwa kekalahan merupakan alert agar visi-misi dan mesin politik partai harus dibenahi lagi. Begitupula pola kerja dari para pengawaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline