Waktu sekolah dulu kita selalu diingatkan dalam pelajaran sejarah tentang politik devide et impera yang dilakukan oleh penjajah kepada penduduk negeri ini, yaitu politik adu domba dan pecah belah. Dan diakui bahwa ini cukup berhasil membuat negeri ini dijajah dalam jangka waktu yang cukup lama. lantas apa hubungannya dengan saat ini? masa modern kini. apa mungkin masih ada politik ini dilakukan. kalau masih ada, maka siapa pelakunya, apa motifnya, dan siapa obyek yang diadu....
Baru sore tadi aku ngliat tayangan dialog atau apalah disebuah televisi nasional yang membahas tentang hal yang lagi panas2nya saat ini di negeri ini yaitu Pilkada DKI...dimana aku melihat ada satu tokoh petinggi partai tertentu yang memberikan sebuah ulasan yang intinya merasa kasian terhadap partai lain dimana wakil dari kepala daerah DKI adalah dari partai tersebut.
Dia bilang bahwa wakil tersebut selalu mengalah, diabaikan dan tidak dianggaplah pada intinya.....dan anehnya meski sang wakil langsung dikonfrontir mengatakan hal tersebut tidak benar, dia tetap saja menganggap ulasannya adalah benar. Dan sungguh itu membuat aku geli luar biasa,,,,,sejak kapan ada tokoh petinggi satu partai begitu peduli partai lain sampai seperti itu.....lantas aku jadi teringat aja pelajaran sejarah pada masa sekolah dulu itu....apakah itu yg disebut sebagai politik devide et impera? aku jadi tertarik untuk mengulas....tapi sekali lagi ini adalah isi dan kata hatiku sendiri, bagi kalian yang gak sepaham ya gak masalah.....tulis aja ketidaksepahaman kalian.
Tokoh sentralnya adalah ahok, sementara obyek yang ingin dipengaruhi adalah partai pemenang pemilu dan beberapa tokohnya yang berhubungan langsung, yaitu sang wakil dari ahok serta mungkin kalau boleh aku bilang adalah sang ketua partai PDIP yaitu megawati.
Dimulai dari "kepanikan" orang2 tertentu akan rencana ahok utk maju kembali sebagai Gubernur DKI....aku gak bahas mau lewat perorangan atau partai, karena bagiku itu gak penting...intinya ahok akan maju lagi sebagai petahana. Kemudian bermunculah berbagai analisa dari kelompok yg kontra ahok, yang pada intinya mengatakan bahwa ahok dibenci warga jakarta, ahok gak akan menang dalam pilkada 2017.
Bahkan, lawan kambing dibedakinpun ahok pasti kalah.....lantas kalau memang analisa kelompok itu benar kenapa mesti repot2 bikin koalisi kekeluargaan segala, atau bahkan memancing n ngomporin untuk seorang risma maju ke pilkada DKI, atau bahkan ngompor2in seorang jarot yg dibilang terlalu mengalah ama ahok....aneh aja bagiku
Tentang ahok....siapa yang tidak mengenal ahok. sosok temperamental, yang selalu ngomong tanpa tedeng aling2, tanpa pikir panjang, spontan, tegas bahkan juga kadang emang kasar bahasanya....tp kalau mau jujur tidak setiap saat dia seperti itu bukan. ada masanya dia memang keras ketika keadaan memaksa untuk keras. Ingat bukan disposisi di RAPBD yang mengatakan "pemahaman nenek lu" karena masalah pengadaaan UPS? santun gak itu? jawabnya tergantung suasana hati kita. kalau kita benci perampokan anggaran maka kita anggap bahasa itu masih termasuk lunak...tapi kalau kita sudah terbius oleh kebencian kepada ahok maka kita akan berteriak ahok amat gak santun. jadi kalau hati kita jahat maka gampang banget nyerang ahok.....ada banyak tema yang bisa diangkat, yaitu : cina, kristen yang berati kafir, kasar orangnya, dan juga tidak santun. tapi akan susah kalau kita memiliki kejujuran hati karena hal2 sara diatas gak akan mampu menggerakkan warga DKI untuk tidak memilih ahok kembali.
Kembali ke tema kita tentang devide et impera
Aku berpikir sedikit aja....apa mungkin partai sebesar PDIP, lengkap dengan pengalaman pahit dan getir di perpolitikan negeri ini, akankah terpengaruh oleh strategi seperti itu, yang notabene sah2 saja partai melakukan segala trik dan strategi utk mencapai tujuannya. hanya saja akan amat eman2 kalau sampai mengikuti arus strategi yang semacam itu. strategi yang mencari keuntungan sesaat dan amat fragmatis. aku hanya berharap dan berdoa bahwa semoga itu tidak terjadi. karena pilkada DKI akan tidak menarik lagi kalau hanya disuguhi tontonan semacam itu.
Meski aku jauh dari hiruk pikuk ibu kota tapi aku melantunkan harapanku.....
Andaikata ahok harus kalah dalam pilkada DKI....biarlah dia kalah oleh sosok yang memang lebih baik dari dia, dalam segala hal demi kebaikan jakarta, bukan karena "dagelan2 dan pemaksaan2 kepentingan politik segelintir orang saja" tetapi kalau ahok harus menang dalam pilkada DKI maka biarkan dia menang dalam keindahan bersama warga DKI karena itupun untuk kebaikan jakarta. bisa gak kita mulai berpikir dengan cara yang seperti ini, dan bukannya hanya melegalkan bahwa tujuan partai politik adalah merebut kekuasaan.