Lihat ke Halaman Asli

Bossman Mardigu

Mencari Jatidiri seorang Saya

Hanya Seorang Pejuang yang Tahu Artinya Kekalahan - Bossman Saga 1 - Mardigu Wowiek

Diperbarui: 13 Desember 2021   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah ini merupakan kisah nyata pribadi, yang saya ungkap sedikit hanya untuk menunjukkan bahwa saya manusia biasa yang pernah kalah, namun terus berjuang.

"Mas," demikian suara keras ibu saya memanggil ketika saya baru saja masuk rumahnya di bilangan Halim, Jakarta Timur.

"Dalem, Bu," jawab saya seperti biasa ketika dipanggil olehnya.

"Mau nanya Mas, surat tanah dan rumah Ibu, kata Adek ada di Mas Wowiek ya?"

Saya bertanya kembali, "Surat-surat rumah ini, Bu?"
"Iya," jawabnya sambil menyiapkan minuman kesukaan saya, es teh manis pakai merek kampung Teh Potji kesukaan saya. Lalu dilanjutkan komentarnya, "kata Adek, Mas yang pegang."

Sebuah "kode" keras saya dapatkan mendengar kata "kata Adek". Iya, kami hanya berdua, saya dan adik perempuan saya yang tinggal di Malang dengan suaminya, beserta satu anak mereka.

Langsung saya jawab, "Iya Bu, ada sama aku." "Oh ya sudah kalau begitu, siapin ya. Ibu mau jual rumah ini dan mau pindah saja dari Jakarta, ballik kampung ke Malang saja lagi, kan Adek juga di sana. Di Jakarta sudah nggak ada siapa-siapa nggak enak. bapak almarhum sudah 1.000 harian. Ibu mau jual saja tanah dan rumah ini. balik kampung, berladang saja, kayak dulu lagi."

Ibu saya nyerocos bercerita keinginannya dan di kepala saya hanya ada satu hal: mencoba mengingat di mana gerangan surat-surat yang dimaksud. Sebenarnya saya tidak tahu tapi adik saya berkata "Ada di Mas Wowiek". Itu kode bagi saya.

"Iya bu, heeh, aku setuju. Mendingan ke Malang, udara bersih, suasana asri dan nggak seperti Jakarta yang macet, bising, kasar dan udara kotor. Nggak baik buat kesehatan."

Lalu ibu saya berkata lagi, "Kebetulan tetangga sebelah, sahabat Ibu, mau beli rumah ini. Katanya buat tinggal anaknya supaya pada ngumpul. Mungkin minggu depan transaksi Mas, Siapin ya dokumennya."

"Oh iya Bu, siaaap!" hanya itu komentar saya sambil meneguk es teh manis favorit saya. Manisnya nggak terlalu manis seperti kesukaan saya. Dinginnya yang saya sukai. Ibu tahu sekali takaran selera saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline