Lihat ke Halaman Asli

Adebayor, Korban Fanatisme atau Kebodohan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Emmanuel Adebayor (Sumber: KOMPAS.com)

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Emmanuel Adebayor (Sumber: KOMPAS.com)"][/caption] Fanatik terhadap sesuatu yang kita kagumi, yakini dan bahkan kita agungkan kadang memang membuat manusia bisa menjadi tidak rasional, kalap, emosi tidak stabil dan malah merusak ciri dan diri dengan melukai juga merugikan  orang lain. Lihat saja kelompok orang  yang terlalu fanatik dengan agamanya, tega membunuh demi membela keyakinanan nya..,  kelompok  orang yang terlalu fanatik dengan suku nya, mau berperang saling membunuh juga demi membela keutuhan sukunya. Tidak jauh berbeda dengan sepak bola olah raga yang sangat banyak menarik peminat, simpatisan, pengagum bahkan fans yang terlalu fanatik dengan klub-klub tertentu. Beberapa fans fanatik Klub Arsenal melakukan pembunuhan karakter orang hidup pada pertandingan tim nya melawan tottenham hotspur dalam lanjutan liga primer akhir pekan lalu. Fans fanatik itu juga tega mengeluarkan teriakan-teriakan murahan yang justru lebih kejam dari membunuh objek nya. Kali ini  Adebayor yang menjadi korban, fans fanatik Arsenal meneriakkan kata-kata yang memilukan telinga "Seharusnya kamu ikut mati dalam serangan itu"  ini mengingatkan  berita penyerangan timnas togo  yang menewaskan tiga orang dan  Adebayor ada dalam bus tersebut pada saat penyerangan itu. Fans fanatik ini memang tidak membunuh demi mempertahankan dan membela idola nya, tapi teriakan itu mengindetikkan mereka dengan laku fanatik irrasional seperti contoh di atas. Adebayor tentu jadi korban akan teriakan ini, kata kasarnya kalau di tembak mati dia tidak akan merasakan sakit berkepanjangan, namun dengan teriakan ini justru mengingatkan pengalaman luka, rekan yang meninggal  bahkan terasa sakit memilukan dalam hatinya  pasti. Teriakan murahan itu pastilah keluar dari fans murahan juga begitu pendapat beberapa orang, murahan dalam artian bodoh tidak bisa memilah fanatisme dan sportipitas, kala tim nya mengalami kekalahan, emosi memuncak hingga mengeluarkan teriakan-teriakan itu yang membuat terlihat sebagai satu gejala kebodohan mereka. Seperti ketika timnas Indonesia kalah dalam pertandingan kualifikasi piala dunia bulan lalu, fans fanatik mulai berlaku tindakan bodoh dengan meledakkan petasan berlebih  yang merugikan hingga wasit menghentikan jalannya pertandingan. Sama dengan fanatisme agama dan kesukuan, pelaku tindakan irrasional itu apakah bisa di sebut salah satu gejala kebodohan atau hanya sekedar fanatisme berlebihan? atau adakah hubungan horizontal fanatisme dengan kebodohan itu? Jika memang ada korelasi fanatik dengan kebodohan dimanakah kita bisa meletakkan satu hal sebagai ciri buat pembeda nya? Karena fanatisme harus nya bisa membangun bukan merusak apa yang di yakini, di kagumi dan di angung kan tersebut. ~^mYcUt^~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline