Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Grab, Uber, Gojek: Saatnya Bercermin!

Diperbarui: 16 Maret 2016   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam untuk semua...

Semalam, satu program acara yang begitu mempesona meskipun kadangkala membingungkan karena narasumbernya bukan lagi profesi yang digadang-gadang sebagai nama program tersebut, mengangkat isu soal transportasi online pelaku besar seperti gojek, grab dan uber.

Sepertinya, kisah gesekan antara pencari nafkah mencuat kembali, padahal kondisi tersebut pernah terjadi antara ojek pangkalan dengan ojek online dan menemukan solusi atau jangan-jangan penerapan siapa kuat dia menang yah ? Semoga win-win solution.

Namun, yang menarik kondisi "hangat" saat ini antara pencari nafkah khususnya transportasi penumpang/barang seperti taksi, justru membuka tabir kelemahan-kelemahan stakeholder baik pemerintah, pelaku usaha transportasi umum, pembuat aplikasi, pengguna aplikasi (driver, dan perusahaan rental pemanfaat aplikasi serta konsumen pengguna), lembaga penegak hukum, legislatif, dan masyarakat lain.

Secara singkat dan mudah kelemahan-kelemahan yang jelas ada antara lain:

1. Pemerintah dan Legislatif tahu dan paham regulasi tentang transportasi penumpang/barang belum mampu mengakomodir dan mengantisipasi fenomena transportasi online semacam grab, uber dan gojek (pelaku usaha online kelas besar), akan tetapi melulu memerintahkan penundukan terhadap regulasi yang nyata ada "loopholes". Hal itu dapat dibuktikan dari belum adanya perkara pidana/perdata yang dibawa ke Pengadilan. Sebaiknya Pemerintah dan Legislatif segera merevisi UU yang baik bukan tergesa-gesa.

Ketegasan Menteri Perhubungan selama ini untuk taat dan tunduk pada aturan adalah baik namun Pemerintah harus menyadari adanya kelemahan-kelemahan di pihak Pemerintah dan sebaiknya diperbaiki demi semata-mata kesejahteraan rakyat. Istilah gampangnya, tidak masanya lagi menuntut orang melakukan kewajiban namun melupakan kewajiban sendiri menjaga ketertiban dan ketentraman untuk hidup.

2. Lembaga Penegak Hukum (Polisi, Dishub dll) sejauh ini baru menerapkan denda dan penderekan/pengandangan terhadap kendaraan namun belum terdengar adanya proses penegakan hukum terhadap orang/perusahaan yang dianggap "illegal" tersebut apabila kita strict menyatakan bahwa seluruh aktivitas yang tidak memenuhi ketentuan hukum adalah illegal ( tentu harus diingat juga uraian angka 1 di atas).

3. Pembuat aplikasi, pelaku usaha pemanfaat aplikasi dan Driver aplikasi online menyampaikan bahwa benar dirinya ada yang belum membayar pajak penghasilan atau setidaknya secara terbuka menyatakan akan dan sudah membayar pajak sesuai aturan. Prinsip hukum bahwa seseorang hanya dilindungi hukum apabila beritikad baik mentaati hukum itu (khusus hukum pajak dan untuk lainnya karena ada "loopholes")

4. Konsumen pengguna aplikasi melupakan sikap kehati-hatian untuk mengetahui hak dan kewajiban dirinya disetarakan dengan hak dan kewajiban pihak-pihak dalam uraian angka (3) di atas. Khususnya, kerahasiaan data dan pemanfaatannya oleh pihak-pihak angka (3) di atas.

5. Pelaku Usaha jasa transportasi umum (penumpang/barang) selama ini dikeluhkan atas beberapa hal seperti mahal, kurang bagus pelayanan driver dan kendaraannya, argo cepat, dan keamanan) isu-isu klasik sepert itu sampai dengan saat ini masih menjadi momok. Namun yang diangkat hanyalah soal omset berkurang dan kompetisi tidak adil yang faktornya sudah barang tentu banyak dan mungkin saja gojek, grab dan uber menyumbang cukup besar atas situasi yang mereka alami. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline