Tulisan Mochtar Lubis-seputar manusia Indonesia- hanya melihat dan membedah masyarakat indonesia dari teori kehidupan saja. Bukan melihat pada esensial manusia indonesia secara nyata, pula tulisan ini sebenarnya dilatarbelakangi kepentingan Mochtar Lubis untuk mengkritik pemerintahan Orba.
Artinya, Mochtar hanya melihat manusia indonesia dalam pusaran rezim Orba dan pengikutnya tanpa mengindahkan masih banyaknya manusia yang berkepentingan dan memposisikan diri sebagai negarawan.
Lantas, bagaimana islam memandangnya? Umat yang sebaik-baik umat diciptakan-dalam keyakinan pemeluknya- adalah umat Islam. Hal Itu jika mereka menegakkan yang ma'ruf, bertakwa, dan beriman kepada Allah saja.
Pada karangannya, Mochtar menguraikan stigma yang diberikan oleh Belanda pada manusia Indonesia: kurang sanggup melakukan kerja otak yang tinggi (hooge geestarbeid), dan orang "inlander" pada umumnya sedang-sedang saja (middelmating): dalam beragama, gairah kerja, kejujuran, rasa kasihan, dan rasa terima kasihnya.
Hal ini sebenarnya tidaklah berbicara secara jujur dalam masalah keilmuan dan kajian ilmiah, mengapa demikian?
Seperti contoh jika dikatakan manysia Indonesia berkarakter orang yang kurang sanggup melakukan kerja otak yang tinggi, bila dicermati lebih dalam hal ini dirasa vonis yang tidak sesuai, justru sebaliknya orang-orang Belanda lah yang sebenarnya tidak bisa memahami itu secara nyata.
Bila memang Belanda merasa mereka telah sempurna dalam kerja otak yang tinggi, kenapa Belanda sendiri masih mencari rempah-rempah di negeri antah berantah seperti Indonesia, bila memang mereka (Belanda) telah mengaplikasihkan kerja otak dengan tindakan seharusnya mereka mencari formulasi melalui penelitian guna membuat sendiri rempah-rempah yang bisa menghangatkan badan mereka.
Sisi ini merupakan satu hal yang mengkaburkan sejarah secara liar, mari kita uraikan?
Saat Belanda datang, saat itu pula ada kerajaan yang dilandasi oleh agama sebagai dasar negara. Tuduhan bahwa orang Indonesia begini begitu adalah suatu muslihat.
Muslihat ini sendiri, menjadi faktor utama pengkaburan fakta. Vonis dan teori itu dijadikan sebagai senjata utama agar semua melupakan bahwa Belanda pernah menghadapi perlawanan besar dari pangeran diponegoro yang perang itu sendiri dilatarbelakangi agama sebagai perlawanan.
Jika kita lihat masa kontemporer maka stigma inilah yang dijadikan bahan cuci otak pada generasi Indonesia sekarang ., fakta bahwa sampai pada akhir abad 18 menuju 19 satu kerajaan yang dilandasi agama sebagai dasar berkehidupan: Samudera Pasai belumlah tertaklukan.