Media baru kini menjadi populer dalam kehidupan masyarakat. Atau mungkin kini sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sendiri. Era ini masyarakat lebih senang untuk mencari informasi dan berkomunikasi menggunakan media baru atau yang akrab kita sebut dengan internet. Munculnya media baru dalam kehidupan bermasyarakat membuat banyaknya media konvensional yang akhirnya mengkonversikan diri. Hal ini dikarenakan adanya kelebihan dari media baru itu sendiri yang membuat masyarakat ingin lebih menggunakannya dibandingkan dengan media konvensional.
Menurut Martin Lister dan kawan-kawan dalam bukunya yang berjudul "New Media: A Crittical Introduction" media baru memiliki karakteristik sebagai berikut; digital, interaktif, hipertekstual, virtual, networked, dan terstimulasi.atas karakteristik ini media baru memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Kelebihannya adalah audiens diajak untuk lebih mudah mengakses aplikasi komunikasi, informasi, dan data. Jangkauan media baru yang mana menggunakan internet membuat spasialisasi yang sangat bombastis. Menghiraukan ruang dan waktu yang cukup besar. Dana produksi yangkecil dan penempatan iklan yang tak terbatas juga menjadi nilai plus bagi media baru yang cukup menggiurkan bagi pihak produsen berita. Akan tetapi media baru juga memiliki kelemahan yang cukup fatal.
Jika kita membuka mata, maka kita akan melihat secara sadar bahwa budaya bersosial yang dimiliki masyarakat era ini telah berubah. Menggunakan media baru sebagai acuan utama untuk menggali informasi. Memang baik adanya jika menggali informasi menggunakan internet yang lebih mudah. Akan tetapi, apakah bisa dijamin kredibilitasnya? Apakah informasi yang di dapat bukanlah hoax? Pertanyaan-pertanyaan ini justru tidak muncul dan kerap malah menjadi bahan cacian bagi mereka yang kritis dalam memilah informasi dan data.
Dalam kehidupan masyarakat media baru cukup terkenal dengan sosial medianya. Sosial media ini memiliki konten yang bernama status. Dalam kasus ini sosial media menawarkan "diary" yang secara umum bisa dilihat. Menghilangkan atau membuat blur batas personal dan umum. Kalle Lasn, seorang aktivis sosial, menganalogikan sosial media sebagai sebuah panggung kita di tengah keriuhan pasar (Deddy Mulyana, dkk, 2015: 131). Apapun yang kita suarakan, apapun yang kita lakukan dalam sosial media akan dilihat oleh orang-orang secara luas dan umum.
Tidak hanya dalam masyarakat, dampak media baru juga mempengaruhi dunia media Indonesia atau bahkan mungkin dunia. Media baru dengan pengaruhnya kini mampu mengubah atau mengkonvergensikan media konvensional ke dalam media baru. Kita telah melihat fragmentasi dari televisi, pengkaburan dari batas (seperti munculnya citizen journalism); kita pun telah melihat perpindahan dari 'aundiens' ke 'pengguna', dan dari 'konsumen' ke 'produser' (Martin Lister, 2009: 9-10).
Sebelum lebih dalam penulis akan memaparkan rumusan masalah singkat yang akan penulis bahas. Dalam sekian dampak media baru yang sudah dipaparkan, penulis akan memfokuskan diri untuk membahas bagian netizen journalism atau jurnalisme rakyat. Lalu untuk mengspesifikasi lagi penulis akan membahas wadah jurnalisme rakyat itu sendiri. Kompasiana.com adalah web yang akan penulis bahas. Pertanyaan yang muncul adalah apakah kompasiana.com ini benar-benar wadah dari jurnalisme rakyat? Disini penulis berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Menurut technopedia.com, jurnalisme rakyat mengacu kepada reportase dari berita suatu event oleh anggota dari publik yang menggunakan internet untuk menyebarkan informasi. Jurnalisme rakyat mampu secara sederhana melaporkan fakta-fakta dan berita yang sebagian besar ditolak oleh perusahaan media besar. Hal ini dengan mudah menyebar melalui website pribadi, blog, blog mikro, media sosial, dan sebagainya. Sedangkan menurut Allan & Torsen (2009) dan Outing (2005) dalam tulisan Lewis, dkk (2010);
Thus, in redeploying resources from print to online, newspapers not only have altered longstanding patterns of news production, but they also have opened the "gates," in many cases, to user-generated content---enabling, if not always embracing, such things as comments, photos/videos, reader blogs, and even reader-assembled news articles. This evolving spectrum of user contributions to news content can be generically referred to as "citizen journalism".
Dengan demikian dalam perpindahan sumber dari cetak ke online, koran tidak hanya merubah pola lama dari produksi berita, tapi mereka juga telah membuka "gerbang", dalam banyak kasus, ke konten yang dihasilkan pengguna, jika tidak selalu merangkul, hal-hal seperti komentar, foto,/video, pembaca blog, dan bahkan artikel berita yang disusun oleh pembaca. Spektrum perubahan dari kontribusi pengguna ke konten berita ini bisa secara umum disebut sebagai "jurnalisme rakyat".
Sehingga disini karya dari jurnalisme rakyat sendiri terbatasi pada berita saja. Akan tetapi, jurnalisme rakyat memiliki kebebasan dalam menulis dan memang lebih fleksibel. Dari kebebasan inilah malah bisa menjadi bumerang bagi jurnalisme rakyat. Mengingat konteksnya sebagai netizen journalism, jurnalisme warga menayangkan atau menyebar tulisan mereka melalui media berbasis online. Maka dari itu kebebasan ini bisa menjadi bumerang karena jika journalisme rakyat ini memberikan berita hoax atau berita yang salah akan dengan mudah tersebar dan bisa menjadikan kebingungan informasi.
Journalisme rakyat dalam pengertiannya sudah jelas membutuhkan wadah. Sekali lagi dalam konteks netizen journalism, jurnalisme rakyat menayangkan atau menyebarkan tulisannya melalui media berbasis online atau internet. Dalam kasus ini biasanya jurnalisme rakyat dipublikasikan menggunakan blog, web, media sosial, dan segala media berbasis internet lainnya.