Lihat ke Halaman Asli

Bonefasius Sambo

Seorang guru yang gemar menulis

"Energy of Indonesia"

Diperbarui: 24 Agustus 2018   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upacara Pembukaan Asian Games Jakarta - Palembang 2018 Foto : fajar.co.id

Benarkan ketika Anda berjuang atas nama bangsa Indonesia apakah ada negara lain yang bertanya soal identitas personalmu? Tidak. Mereka hanya akan bilang dia atau kamu orang Indonesia. Entah kamu berkalung salib, berhijab ataupun bersorban mereka tetap akan bilang kamu (kita) orang Indonesia.

Defia Rosmaniar peraih medali emas pertama bagi tim Indonesia dalam perhelatan Asian Games 2018 Jakarta - Palembang memberi gambaran kepada kita bahwa olahraga menjangkau kemanusiaan. Defia Rosmaniar atlet taekwondo berhijab. Bagi saya itu biasa karena dia seorang muslimah. Yang unik itu ketika ia mengekspresikan kemenangan dengan memeluk seorang pria dewasa di pinggir lapangan ketika ia dinyatakan sebagai peraih medali emas. Padahal pria itu "bermata sipit," maaf bukan  rasis ya. Mungkin juga pria itu hanya pelatih Defia dan dia bukan muhrimnya. Dalam rasionalitas agama itu bertentangan dengan aqidah.  

Kita berpikir positif saja bahwa dalam konteks ini ekspresi Defia adalah memberi rasa hormat  (respect) kepada pelatihnya. Ini cerita tentang Defia sebagai atlit yang sudah memgharum nama bangsa dan negaranya.

Lalu cerita yang lain apa?

Orang pun tidak akan pernah bilang Lindswell Kwok peraih medali emas Asian Games dari cabor (cabang olah raga) wushu ini atlet dari Cina atau Korea. Bangsa luar mereka hanya bilang dia itu orang Indonesia. Atau apakah orang masih sangsi soal nasionalisme  Kevin Sanjaya Sukamuljo atau Marcus Fernaldi Gideon? Mereka tak lain ganda putra nomor satu dunia dari cabor bulu tangkis.

Bagi saya mereka yang telah berjuang sampai batas maksimal kemampuannya adalah patriot bangsa. Perjuangan atas nama bangsa tak ada perdebatan soal identitas personal.

Perjuangan sampai batas maksimal yang dimaksud itu kita bisa lihat perjuangan Anthony Ginting di cabang bulu tangkis beregu putra saat melawan China kemarin malam. Berjuang sampai "titik keringat penghabisan" : berjuang sampai ia sendiri tak berdaya karena cedera otot kaki. Ginting memang kalah secara angka. Namun ia mendapat apresiasi masyarakat luas. Anthony Ginting memang tidak mendapatkan emas tapi ia mendapatkan hati publik tanah air.  Lawannya pun bersimpati atas daya juang seorang Anthony saat itu.

Energi of Indonesia adalah energi keberagaman. Kekuatan yang bersumber dari kebhinekaan bangsa yang multi suku dan etnis dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Energi Indonesia adalah spirit nasionalisme yang lahir secara sadar karena kebutuhan bangsa. Nasionalisme yang lahir mesti menjanjikan keutuhan bangsa. Jika kita utuh, kita bersatu maka kita akan kuat,  sejahtera dan bermartabat. Seperti kata Bung Karno, "Kita kuat karena bersatu, kita bersatu maka kita kuat." Atau bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.

Asian Games Jakarta - Palembang 2018 akan membuktikan jati diri bangsa kita. Oleh karena itu kita bukan sekedar negara penggembira tapi penantang calon juara. Kita pun sudah menunjukkan bahwa kita bisa dengan pembukaan Asian Games yang begitu spektakuler. Kita juga berharap raihan hasilnya semakin gemilang.

Maka bermimpilah melampaui bintang jika kita jatuh maka akan berada di antara bintang - bintang itu. Ayo anak muda jangan pernah berpikir cetek tentang bangsamu sendiri. Tapi, jadilah generasi yang optimis.

Salam Damai




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline