Sepertinya Pilpres 2019 duel Joko Widodo vs Prabowo Subianto akan kembali terulang. Rasanya kita akan disuguhi kembali menu 2014 dengan sedikit varian baru. Yang baru itu pada calon wakil presiden masing-masing. Memang sampai detik ini Pak Jokowi masih merahasiakan calon wakil presidennya.
Sementara itu di poros Pak Prabowo penentuan calon wakil presidennya masih alot. Menurut para analis politik paling cepat kepastian calon wakil presiden dari kedua kubu akan diketahui paling cepat tanggal 8 Agustus 2018. Karena masing-masing kubu saling menunggu untuk mengatur strategi pertarungan. Ini soal cawapresnya.
Saya sendiri pada perhelatan Pilpres 2014 atau sekira 4 tahun lalu sangat intens mengikuti perkembangan selama masa kampanye. Suasana Pilpres saat itu benar-benar panas. Masyarakat terpolarisasi menjadi dua kubu: Prabowo-Hatta vs Jokowi - JK. Isu SARA dan kampanye hitam mewarnai Pilpres saat itu. Banyak pendukung dan simpatisan termakan hoax. Ujaran kebencian sepertinya diatur terstruktur, sistematis dan masif. Namun berkat perlindungan Tuhan YME bangsa Indonesia terhindar dari ancaman perang saudara.
Sebagai pegiat sosial media saya sedikit kuatir dengan model kampanye yang memainkan isu agama. Pilgub DKI 2017 adalah contohnya. Isu agama menjadi jualan yang menarik dalam perebutan kursi RI 1. Ada ancang-ancang ke arah situ. Misalnya menggunakan politik pragmatis dengan menggunakan tempat ibadah sebagai arena politik praktis. Ini adalah cara-cara konyol yang harus ditiadakan. Di pihak lain ini adalah insentif politik.
Berharap Adu Program, Adu Gagasan....
Sebagai masyarakat awam kami mengharapkan model kampanye yang berkualitas. Bukan kampanye hitam. Kampanye politik yang edukatif dan produktif dengan menyajikan program yang jelas.
Kampanye 2019 mestinya menawarkan solusi bukan menyebarkan fitnah keji. Menciptakan suasana damai dan menyenangkan bukan masyarakat diintimidasi dengan berbagai "ayat-ayat suci" demi memuaskan libido politik mereka. Sementara itu rakyat kecil dibiarkan berkubang pada lumpur hitam kebencian.
Saudara sekalian kita bisa melihat sendiri mana calon pemimpin dan mana calon penguasa? Pemimpin hadir di tengah rakyatnya sementara itu penguasa kebelet dengan kekuasaan.
Marilah kita mencari pemimpin yang mampu melihat masalah bangsa bukan calon penguasa yang mau menambah beban negara. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang memiliki optimisme dan mencintai bangsanya bukan mengkerdilkan anak bangsa sendiri.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H