Lihat ke Halaman Asli

Bonefasius Sambo

Seorang guru yang gemar menulis

Malah jadi Gagal Paham

Diperbarui: 21 Desember 2016   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Capture postingan kader PKS Sumber: Dokpri Dwi Estiningsih

Saya pernah mendengar komentar seorang pegiat sosial media. Katanya, orang Indonesia itu suka bercerita.

Apakah yang dimaksud si pegiat sosial media itu terkait "suka bercerita" hanya ingin memperhalus kata-kata berikut ini yang terkesan negatif : suka mengada-ada, suka fitnah, suka menyebarkan berita bohong, atau suka menyebarkan kebencian (hate speech). Atau memang kita orang Indonesia aslinya selalu ingin bercerita ketika bertemu teman atau orang baru dalam setiap momen perjumpaan? Inilah yang bekin saya gagal paham.

Saya pikir kita selalu mengada ada pada hal biasa lalu dibuat luar biasa. Misalnya, terkait penerbitan uang baru yang barusan dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Tiba-tiba heboh. Katanya uang itu mirip uang China-lah, gambar pahlawannya terdapat banyak orang kafir-lah, dsb. Sebelumnya, ada yang bilang dalam lembaran uang RI terdapat lambang palu arit. Pasti masalah PKI lagi. Iih ada-ada saja.

Kalau meminjam bahasanya Nusron Wahid, kalau bukan salah paham, tentu pahamnya salah dari semua sumber keributan di negeri ini. Kalau bukan masalah asing pasti masalah agama (kofar-kafir). Itu-itu saja.

Ironinya, nyaris semua penduduk Indonesia menggunakan facebook, twitter, dll. Padahal itu produk asing dan orang kafir. Coba deh bilang AYO BOIKOT facebook, twitter, komputer atau segala macam yang terkait produk asing dan kafir itu. Bukan lumpuh jadinya?

Katanya kita benci China. Tapi produknya (barang-barang) dari China yang murah-murah itu rame juga dibeli oleh kita-kita ini. Inilah yang saya bilang kita hanya mau mencari "politik ambil untung" dengan menggunakan teori ganda. Kalau merasa untung dimanfaatkan kalau sudah tak butuh lagi siap "orangnya atau barangnya" dikambinghitamkan. Miriskan?

Sama halnya dengan masalah natal. Segala macam yang berbau Natal dilarang. Tapi bagimana kalau ada diskon harga menjelang natal di mall-mall, di toko-toko? Kita kita juga yang beli. Ini mah tidak dilarang oleh agama.

Kita terlalu meributkan hal-hal biasa dan tidak produktif. Saya pikir inilah model penjajah gaya baru untuk mengkerdilkan cara pikir anak bangsa. Di saat negara lain berpikir sistem pertahanan dan keamanan global kita malah masih berpikir dengan agama yang mayoritasnya dibentuk sejak lahir. Kita lupa mengantisipasi invasi terkait masalah ekonomi global yang siap menghujam pedagang-pedagang lokal tapi lebih asyik bahas masalah ajaran agama yang pantas dibahas di tempat ibadah atau rumah.

Kita juga sering dilanda penyakit pikun. Sering lupa dengan masalah pendidikan yang masih carut marut, kemiskinan yang menghimpit, kesenjangan sosial,kejahatan yang kian merajalela, terorisme, dll.

Inilah musuh nyata (real enemy) sebenarnya yang patut dijadikan musuh bersama bukan meributkan hal-hal yang dialami sejak lahir seperti agama, misalnya.

Saya kuatir lama lama kita menjadi terjangkit paranoid dengan perbedaan. Padahal, perbedaan menjadi keunikan dan kekayaan bangsa Indonesia. Dan perbedaan itu sendiri adalah anugerah terindah bagi bangsa ini. Salam,




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline