Berjalan kaki merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi diri kita. Dengan berjalan kaki, kadar gula darah dalam tubuh kita dapat terkontrol. Kadar gula darah yang terkontrol dapat menurunkan risiko terkena penyakit diabetes melitus. Selain itu, menurut Alodokter.com, berjalan kaki juga dapat menurunkan berat badan. Dengan berjalan kaki selama 30 menit saja, kalori yang terbakar selama berjalan kaki sebesar 150 kalori. Aktivitas berjalan kaki juga ikut berperan dalam menurunkan produksi emisi gas rumah kaca. Meski memiliki manfaat yang beragam, ternyata mayoritas masyarakat Indonesia masih kurang dalam hal berjalan kaki. Bahkan, sebuah penelitian dari Universitas Stanford menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat satu sebagai negara dengan penduduk paling malas berjalan kaki. Dilansir dari kumparan.com, penelitian tersebut menemukan bahwa orang Indonesia hanya menempuh 3.513 langkah per hari saja. Jumlah ini jauh berbeda dengan penduduk Singapura yang rata-rata menempuh 5.674 langkah per hari.
Apa sebenarnya penyebab dari masalah ini? Mengapa masalah ini bisa terjadi? Ada beberapa faktor yang memicu masalah ini terjadi. Saya akan memberikan dua faktor yang menyebabkan banyak orang Indonesia malas berjalan kaki. Faktor pertama yang menyebabkan masalah ini terjadi adalah minimnya fasilitas atau infrastruktur yang layak bagi pejalan kaki. Kita masih sering melihat belum adanya jalur yang memadai bagi para pejalan kaki di bahu jalan. Kalaupun ada, banyak jalur yang kurang layak untuk dilalui pejalan kaki, misalnya masih banyak dijumpai trotoar yang rusak maupun banyaknya penghalang seperti pohon maupun pedagang yang menghalangi para pejalan kaki untuk lewat. Bahkan, trotoar yang hanya dikhususkan untuk para pejalan kaki masih sering dilalui para pengendara motor. Selain itu, kurangnya fasilitas penyeberangan seperti JPO dan zebra cross dianggap terlalu membahayakan bagi para pejalan kaki untuk menyeberang.
Faktor berikutnya yang menyebabkan banyak orang malas untuk berjalan kaki adalah minimnya keamanan bagi para pejalan kaki. Kaum wanita sering mengalami catcalling ketika berada di jalan. Dilansir dari cnbcindonesia.com, catcalling merupakan bentuk pelecehan seksual yang dilakukan di ruang publik, misalnya jalan. Ada berbagai macam bentuk catcalling yang sering terjadi. Catcalling sendiri dibagi menjadi dua bentuk, yaitu catcalling verbal dan catcalling non-verbal. Catcalling verbal merupakan bentuk pelecehan seksual berupa komentar pelaku tentang penampilan korban, seperti siulan yang bertujuan untuk menggoda. Sementara itu, catcalling non-verbal merupakan bentuk pelecehan seksual berupa gestur fisik pelaku untuk menilai penampilan korban. Bentuk dari catcalling non-verbal misalnya tatapan yang tajam dari pelaku ke tubuh korban. Layaknya pelecehan seksual pada umumnya, catcalling juga dapat memberikan dampak negatif bagi para korban, seperti rasa tidak aman, kurang percaya diri, malu, bahkan dapat mengganggu kondisi kesehatan mental. Hal ini mengakibatkan banyak wanita yang enggan untuk berjalan kaki di ruang publik.
Kurangnya aktivitas berjalan kaki dapat memberikan beberapa dampak negatif. Dampak yang pertama adalah melonjaknya kasus obesitas pada masyarakat. Obesitas terjadi ketika lemak yang berlebih menumpuk pada tubuh. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang berlemak serta manis secara berlebihan. Jika obesitas tidak ditangani, seseorang lebih berisiko terkena berbagai macam penyakit, seperti penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes melitus, hipertensi, osteoarthritis, dan masih banyak lagi. Meski dapat menimbulkan dampak yang serius, obesitas dapat dicegah dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan aktivitas fisik, salah satunya adalah berjalan kaki. Masalahnya adalah masih banyak orang yang enggan untuk berjalan kaki. Hal ini mengakibatkan terjadinya lonjakan jumlah penderita obesitas di Indonesia. Tercatat sekitar 25 hingga 26 persen warga Indonesia mengalami obesitas, dikutip dari cnbcindonesia.com.
Selain memberi dampak bagi kesehatan, kurangnya aktivitas berjalan kaki juga dapat memberi dampak bagi lingkungan. Banyak orang yang memilih menggunakan kendaraan bermotor untuk menuju suatu tempat dibanding berjalan kaki. Di samping lebih cepat, menggunakan kendaraan bermotor juga lebih aman dibanding berjalan kaki. Meski begitu, penggunaan kendaraan bermotor menghasilkan gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4), nitrogen dioksida (NO2), dan masih banyak lagi. Selain itu, penggunaan kendaraan bermotor juga turut menghasilkan polusi udara yang mencemari kota-kota besar di Indonesia. Dilansir dari cnbcindonesia.com, kendaraan bermotor menjadi salah satu penyumbang partikel PM 2.5 terbesar dengan persentase 42-57 persen. Jika kita lihat kualitas udara melalui IQ Air saat ini (28/4), indeks kualitas udara Kota Jakarta berada di skor 88 dengan konsentrasi PM 2.5 sebesar 30 g/m. Padahal, partikel PM 2.5 dapat mengakibatkan berbagai gangguan pernapasan, seperti asma, bronkitis, penyakit paru obstruktif kronis, infeksi saluran pernapasan akut, dan lain-lain.
Masalah ini tidak boleh terus dibiarkan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Solusi yang pertama adalah pembangunan dan perawatan fasilitas yang layak bagi pejalan kaki. Fasilitas yang dibangun seperti trotoar, jembatan penyeberangan orang, zebra cross, dan lampu penyeberangan jalan. Tanaman perindang juga perlu diletakkan secara tepat di sekitar fasilitas tersebut untuk menambah kesejukkan. Diharapkan dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas tersebut, kesan aman dan nyaman dapat muncul pada diri masyarakat. Kesan-kesan tersebut pada akhirnya dapat mendorong masyarakat untuk mulai berjalan kaki. Solusi kedua untuk masalah ini adalah diadakannya event atau acara yang dapat menstimulasi warga untuk berjalan kaki. Acara yang dimaksud dapat berupa car free day yang sudah sering dilaksanakan, gerak jalan sehat, jogging bersama, dan acara lainnya. Aktivitas ini saya rasa akan berhasil jika diikuti oleh banyak orang. Dengan banyaknya orang yang mengikuti, diharapkan setiap orang dapat memotivasi satu sama lain untuk memulai kebiasaan berjalan kaki.
Solusi ketiga adalah pengetatan aturan bagi seluruh pengguna jalan. Seperti yang sudah dibahas di atas, kondisi jalan yang kurang kondusif mengurangi minat masyarakat untuk berjalan kaki. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan aturan yang diperketat bagi seluruh pengguna jalan. Selain itu, dibutuhkan juga sanksi yang tegas bagi para pelanggar untuk menciptakan ketertiban. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman bagi setiap pengguna jalan, terutama pejalan kaki. Solusi terakhir yang dapat saya tawarkan adalah pengintegrasian fasilitas kendaraan umum dengan fasilitas pejalan kaki. Hal ini dibutuhkan agar setiap pejalan kaki dapat bermobilisasi dengan cepat ke semua tempat yang ingin dituju. Seluruh hal ini perlu kita lakukan demi semakin meningkatnya minat masyarakat untuk berjalan kaki. Semoga dengan hal ini, kualitas kehidupan masyarakat dapat semakin membaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H