Terik Mentari
Siang bersama panas Mentari menjalar pada seluruh daun di pepohonan. Taman terlihat begitu asri dengan pohonnya yang melindungi setiap petak bunga dan semak. Indahnya topiary melintas pada bentang pemandangan. Berbentuk jerapah dan gajah sesuai kesukaan Tania. Melihat pemandangan ini sang Ibu bertanya dan mendekat ke anaknya.
"Nak, siang nya panas ya. Mama ga nyangka kamu betah ngliatin taman dari jendela."
"Iyaa Mah. Sebenernya Tania pengen pergi keluar ke mall sama Mamah."
"Sabar Nak. Kita kan masih harus menunggu reda pandemic ini. Bahaya kalau sampai kena tertular segala. Yang penting kita jaga kesehatan dulu. Syukur Mama sehat dan bisa ketemu kan."
Tania hanya mengangguk. Perasaan dalam hatinya mendesak dirinya untuk meminta waktu main keluar ke wahana bermain atau ke tempat mengasyikan di luar sana. Namun sang Ibu terus mendekap dirinya dan meyakinkan untuk bersabar.
Dari kejauhan Luqman hanya melihat dan meminta Bu Ijah membuatkan jus buah. Segarnya jus bisa membuat Tania teredam dan tenang pikirnya. Entah kenapa AC yang biasa digunakan pun mulai tidak terasa begitu dingin. Perlu reparasi nampaknya. Atau karena iklim dan lingkungan memang semakin panas.
"Nak, daripada bosen kita ngerjakan tugas mu bareng Mama yuk. Atau cerita gimana pelajaran nya ada yang sulit engga."
Siang itu pun menjadi waktu bersama sang Ibu dan anaknya belajar bersama. Belajar pelajaran di sekolah dan yang terpenting menjaga pikiran tetap sabar melewati keadaan.
-fin- #episode selanjutnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H