Lihat ke Halaman Asli

Bona

Ideapreneur dan Penikmat Persahabatan

Kasus SMA 6, Jangan Gunakan Jalur Hukum!

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_132426" align="alignleft" width="150" caption="Di ambil dari Google "][/caption] Membaca, mendengar dan mencoba memahami peristiwa SMA 6 yang memberikan gambaran "kecil" tentang bagaimana para calon penerus bangsa ini begitu mudah terprovokasi dan bertindak emosional membuat kita berpikir masa depan bangsa ini.  Demikian pula pihak yang mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan tugas jurnalistik yang walaupun di jamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers juga memenuhi etika jurnalistik serta memenuhi tugasnya sebagai instrumen pendidikan masyarakat. Apa yang terjadi pada insiden SMU 6 sudah bukan lagi menunjukan kedua pihak adalah orang yang tengah mendapatkan pendidikan yang cukup, emosional dengan kepala yang panas di jadikan prioritas untuk mencoba menyelesaikan masalah yang sebetulnya dapat di selesaikan dengan cara yang lebih "beradab". Siswa yang merasa bahwa sekolah adalah rumahnya memprovokasi diri mereka sendiri untuk melindungi rumahnya secara membabi buta tanpa melihat apa titik persoalan dalam masalah yang tengah di tuntut oleh para pekerja seperti wartawan maupun juru foto. Sebaliknya para wartawan dan jurnalis merasa "angkuh" di bawah naungan kebebasan pers dan tak mampu menunjukan sikap bijaksana dalam memahami tingkat emosional para siswa yang tentunya bila di lihat dari pengalaman hidup masih jauh di banding para pekerja pers atau jurnalis ini. Di luar itu ada hal yang perlu kita kaji lebih dalam dan di sadari sepenuhnya bahwa permasalahan seperti ini sebaiknya keduabelah pihak tidak saling mempertahanan diri dengan "ego" masing masing tetapi lebih sadar untuk menjadikan sebuah pelajaran berharga dan menggunakan dasar utama bangsa ini di bangun sebagai dasar pembicaraan yakni musyarawah dan mufakat agar "keadilan" yang di minta oleh kedua pihak bisa di akomodir dan tidak menggunakan cara terakhir di jalur hukum yang ujungnya adalah penghakiman dan justru menimbulkan "dendam" dan kerugian di keduabelah pihak. Sudah sepantasnya kedua pilar terbesar di negara ini tidak di bentrokan hanya karena kejadian tersebut  bisa kita anggap sebagai emosional sesaat saja. Pilar pendidikan dan media jangan mau di bawa keranah yang lebih jauh lagi dan terjerembab di dalamnya sehingga kedua belah pihak di rugikan. Saatnya melalui kejadian ini para pihak yang terkait justru duduk bersama dan bermusyarawah dengan kepala dingin dan TIDAK menggunakan jalur hukum untuk mencari penyelesaiannya. Para pihak baik itu pers maupun dunia pendidikan harus memberikan pelajaran yang baik bagi masyarakat bahwa kedua pilar ini bisa menyelesaikan masalahnya tanpa ada pihak lain yang intervensi dan mempertontonkan musyawarah dan mufakat sebagai benang merahnya sehingga tidak  perlu mengambil jalur hukum sebagai langkah terakhir untuk menyelesaikannya yang pastinya akan membawa pada "kerugian" di kedua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline