“Kopi Sumatera mengenalkanku
pada cita rasa kopi sesungguhnya.
Minumlah kopi terbaik dan
kalian tidak akan berpaling.
(Erna Knutsen, Pencetus terminologi Kopi
Special)
Massa bergerak merangsek masuk. Dari berbagai sisi mereka satu tujuan. Menghancurkan yang selama ini sudah mengurangi pendapatan. Kobaran api mulai menjilat ke berbagai sisi. Merekalah barisan sakit hati. Tengkulak penghisap darah. Berhasilnya dihasut para penggarap kopi untuk menjadi demonstran hari ini. Amukan mereka hampir memusnahkan gudang kopi koperasi Gayo Kopi Bermartabat (GKB), Aceh Tengah. Keputusan tepat. Bertindak cepat. Muzzakir hanya punya 2 pilihan.
Berusaha mencegah massa dengan kemampuan sendiri yang berujung hancurnya gudang kopi atau merelakan sedikit gudang tersebut terbakar untuk mencari bantuan sesegera mungkin. Ia melesat. Mencari pertolongan terdekat. 10 menit berlari. Tibalah ia di muka rumah Kyai Manaf. Tanpa basa-basi, Muzzakir langsung menumpahkan apa yang sedang terjadi. Mereka segera berlari menuju gudang kopi GKB.
Pertolongan tiba. Sebelum gudang kopi GKB musnah menjadi abu, Kyai Manaf mampu meredam gejolak amarah massa. Pendekatan secara kekeluargaan mampu melunakkan bara amarah dalam diri para demonstran. Dengan kharisma Kyai Manaf, massa sedikit mampu diajak berdialog. Mereka sebetulnya hanya petani penggarap. Mereka berhasil dihasut oleh para para tengkulak.
Kehadiran koperasi GKB mampu memberikan opsi kepada para petani pemilik lahan untuk menjual hasil kopi. Tengkulak mati kutu. Gudang mereka kosong. Para petani kini tak lagi menjual hasil panen kopi ke mereka. Selama ini, para petani seolah tak punya kendali. Harga kopi bisa ditekan semena-mena oleh tengkulak. Para tengkulak betul-betul membeli hasil panen kopi dengan harga yang tak manusiawi.