Lihat ke Halaman Asli

Bona Ventura Ventura

Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

Kompasiana & Aktualisasi Guru Olah Aksara

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menulis dapat dimulai dari hal-hal sederhana. Itu yang biasa kudengungkan dalam pembelajaran. Ungkapan tersebut hendak menginformasikan bahwa menulis dapat dimulai oleh siapapun dengan tema yang sederhana dan dekat dengan kehidupan. Media untuk menulis pun beragam. Menulis buku harian merupakan salah satu cara sarana aktualisasi diri dalam bentuk yang sering dilakukan banyak individu. Diriku pun menulis di buku harian hingga jenjang kuliah. Setelah itu diriku nyaris vakum menulis, karena beragam pilihan melepas penat dan mengisi waktu luang. Mulai 2011 diriku membuka akun di Kompasiana, namun baru satu tahun kemudian baru mulai menulis di Kompasiana. Ternyata membuka akun di Kompasiana memang mudah, namun untuk membuat dan mengirimkan, lalu menampilkan tulisan di akun pribadi yang telah dibuat dibutuhkan ketekunan.

(1) Kisah Sukses Pelecut Semangat
Di Amerika Serikat dan Eropa beberapa perusahaan dan lembaga-lembaga besar kerap memanfaatkan web spider atau laba-laba pencari yang mengumpulkan informasi tentang seseorang. Dari hasil penelusuran tersebut saat si kandidat melamar suatu posisi pekerjaan, rangkaian tes hanya formalitas belaka. Salah seorang Kompasianer, Yusran Darmawan berhasil mendapat beasiswa di Ohio University berkat keaktifannya menulis di Kompasiana. Sebuah lembaga riset di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor bahkan langsung memintanya secara khusus untuk bergabung berkat rekam jejak lewat beragam tulisannya di blog pribadi dan Kompasiana. Dari Pulau Buton ia sudah menjejakkan kaki di Amerika Serikat dan kini bertempat tinggal di Bogor, semua berkat ketekunan menulis di blog.
Berdasarkan ingatan, diriku mulai mengikuti lomba menulis di Kompasiana pada bulan September 2012 dalam rangka memeriahkan bulan bahasa. 5 tulisan kuikutsertakan, namun keberuntungan belum menghampiri. Tak satu pun tulisanku tersebut terpilih menjadi pemenang. Cukup lama peristiwa “kegagalan” itu menghantui sehingga diriku enggan menulis beberapa saat. Kisah “kegagalan” dalam menulis kembali menghantam diriku, ketika teman yang menerima masukanku justru berhasil menjuarai Lomba Menulis BioVision Inspiring Teacher, sedangkan diriku cukup menjadi finalis. Ragam kisah “kegagalan” tersebut kerap kuceritakan saat pembelajaran bahwa untuk mencapai tahap tertinggi dalam menulis diperlukan bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.”

(2) Melecut Siswa Menulis: Contoh Pribadi
“Kegagalan” dalam menulis merupakan menu yang tak kulupa saat memotivasi siswa dalam pembelajaran menulis. Pemenang sejati adalah orang yang mampu bangkit dari kegagalan, bukan justru terpuruk tak berkesudahan. Pengalaman diriku menjadikan menulis sebagai habitus bukan proses yang mudah. Perlu stamina kuat dan mengingat tujuan awal untuk apa menulis. Meminta para siswa menulis dalam pembelajaran lebih mudah dilakukan, jika guru sudah terlebih dahulu menekuni menulis. Ragam kesulitan dalam memulai menulis yang pernah kualami juga tak lupa disampaikan dalam pembelajaran. Kesulitan yang ditemui dalam menulis merupakan suatu pertanda bahwa seseorang mulai meningkat kemampuan menulis. Jika awalnya sulit sekali merangkai kalimat, setelah menulis menjadi suatu habitus, maka kesulitan yang ditemukan adalah menentukan lead (pembuka) suatu tulisan.
Kisah “kegagalan” dan kesulitan dalam menulis penting untuk para siswa simak, namun jangan melupakan kisah para penulis hebat yang mampu memiliki penghasilan dari menulis. Kisah blogger dan Kompasianer, Agnes Davonar yang tidak berlatarbelakang kuliah jurusan sastra, namun mampu menghasilkan ragam cerpen daring (online) yang menginspirasi dan dibaca puluhan hingga ratusan ribu pembaca. Dari kegemarannya ngeblog ia menghasilkan novel-novel fenomenal yang laris di pasaran dan diangkat ke layar lebar seperti Kisah Gaby dan Lagunya, Surat Kecil untuk Tuhan, Ayah Mengapa Aku Berbeda, My Blackberry Girlfriend, Ibu, Aku Mencintaimu dan My Idiot Brother. Berkat novel-novelnya yang laris dan difilmkan, blog Agnes Davonar pun dibeli secara khusus oleh gery chocolatos, http://agnesdavonar.gerychocolatos.com/.
Setali tiga uang, berkat menulis diriku mampu memperoleh benda-benda yang diinginkan tanpa mengeluarkan uang dari kocek pribadi. Tablet, kamera DSLR, paket buku dan kartu keanggotaan penerbit besar. Kompasiana mengasah ketekunan diriku untuk mampu menulis minimal 1 artikel per bulan. Selain itu, di Kompasiana tersedia beragam pilihan lomba menulis. Para siswa jika ingin melihat contoh tulisan tentang suatu tema segera kuarahkan untuk melihat di akun www.kompasiana.com/BonaBoni. Hadiah berupa uang pun pernah kuraih dari Kompasiana. Prestasi terbaruku dari Kompasiana adalah meraih juara kedua lomba menulis resensi buku pendidikan yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation dan dua artikelku lolos dalam buku Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit Elex Media. Ragam prestasi tersebut tak lupa kutampilkan dalam pembelajaran agar para siswa semakin termotivasi untuk menulis dan memiliki prestasi dalam menulis.

(3) Habitus Menulis
1000 langkah didahului oleh langkah pertama. Menulis berlembar-lembar pun tak terjadi, jika tak didahului oleh kalimat pertama. Tips dari Roald Dahl berikut ini sering kusampaikan dalam pembelajaran di kelas ataupun di ekskul menulis kreatif di sekolah. Mari perhatikan saran penulis legendaris buku-buku anak, Roald Dahl untuk menjadikan menulis sebagai suatu kebiasaan:
1. Imajinasi. Imagination can take you everywhere ujar Albert Einstein. Menulis tanpa imajinasi akan melelahkan. Tulisan pun terhenti sebelum usai.
2. Tulisan berkarakter. Menulis dengan asal akan membuat tulisan tanpa roh. Menulis dengan karakter merupakan hal yang perlu dilatih terus menerus agar tulisan mempunyai ciri khas, berbobot dan penuh inspirasi.
3. Stamina. Menulis tanpa stamina ibarat berlari jarak jauh tanpa berlatih terlebih dahulu. Stamina menulis mutlak ada agar kegiatan menulis menjadi keasyikan tersendiri dan bukan menambah beban.
4. Hasrat yang menyala-nyala. Menjalani sesuatu tanpa hasrat bagai makhluk zombie. Hanya berjalan tanpa tujuan demi mengejar mangsa. Hasrat yang menyala-nyala perlu dihadirkan dalam menulis agar penulis tak lekas puas dengan hasil tulisannya. Tulisan yang bagus terkadang perlu berkali-kali disunting, sebelum betul-betul lezat disantap oleh sidang pembaca.
5. Disiplin. Menulis sebagai sebuah habitus betul-betul mengandalkan diri sendiri, karena penulis tidak menulis berdasarkan pesanan atau perintah seseorang. Kedisplinan diri akan menunjang kesuksesan seseorang dalam menjadikan kegiatan menulis menjadi sebuah kebiasaan.
6. Kerendahan hati. Beragam prestasi yang diperoleh dari menulis sedapat mungkin tidak menjadikan seseorang jumawa. Keberhasilan dalam menulis justru merupakan ujian bahwa seorang penulis tetap mengambil filosofi ilmu padi: semakin berisi, semakin merunduk.

(4) Penutup
Pramoedya Ananta Toer pernah menorehkan kalimat berikut, “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Menulis merupakan salah satu kegiatan intelektual. Menghasilkan tulisan atau menulis buku membutuhkan kesungguhan dalam mengolah beragam informasi atau referensi agar tulisan atau buku tersebut menarik bagi pembaca. Chairil Anwar meskipun sudah terbaring lama di peristirahatan terakhir masih dikenang sebagai salah satu pelopor angkatan 45, karena ia meninggalkan jejak buku. Semoga kegiatan menulis dapat menjadi sarana aktualisasi tiap guru di Indonesia, karena ketika kamu bicara, kata-katamu hanya bergaung ke seberang ruangan atau di sepanjang koridor,tetapi ketika kamu menulis, kata-katamu bergaung sepanjang zaman (Bud Garner).

Artikel yang diikutsertakan dalam blog competition Kompasiana bekerjasama dengan Tanoto Foundation bertema "Pentingnya Guru Menulis".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline