Lihat ke Halaman Asli

Bona Ventura Ventura

Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

KGP (Komunitas Guru Penulis)

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menulis adalah tugas sosial
(R. A Kartini)

Membiasakan diri terhadap sesuatu hal membutuhkan niat dan ketekunan. Meminta para siswa untuk mulai menulis pun tak semudah membalikkan telapak tangan. Para siswa masa kini terkadang sudah lebih tahu tentang suatu hal dibandingkan gurunya. Menginstrusikan melakukan sesuatu tanpa contoh sama saja menyediakan diri bagi mereka menerkam gurunya dengan beragam sanggahan atau pertanyaan mengapa. Mengapa kami harus menulis? Apakah bapak sudah menulis? Pertanyaan siswa masa kini lebih dari kritis, bahkan terkadang seperti menyerang . Jika guru tersebut tidak memiliki stok kesabaran, pertanyaan model tersebut dapat membuat guru tersinggung, bahkan dapat naik pitam.

(1) Menulis Itu “Seksi”

Pekerjaan menulis identik dekat dengan hal-hal intelektual. Tidak banyak individu yang betah berlama-lama berkutat membaca beragam referensi, mencatat informasi, merekam peristiwa, mengendapkan sumber-sumber acuan tersebut, dan mengangkat itu semua dalam tulisan. Menulis perlu membutuhkan perenungan agar tulisan yang dihasilkan mampu menyentuh hati pembaca.
Di sela-sela tugas mendampingi siswa, diriku memilih sarana menulis sebagai katarsis. Terlihat aneh bagi sebagian rekan guru, karena sebagian besar lebih memilih bermain “game”, bermain gitar, ngobrol dan melihat situs-situs belanja daring (online). Berkutat di depan laptop mencari info-info lomba menulis, mencari sumber-sumber pendukung dan membaca artikel-artikel pemenang lomba mendatangkan keasyikan tersendiri. Betul-betul sarana untuk tetap “waras” di tengah-tengah beragam tugas dan tanggung jawab yang harus ditunaikan.
Guru yang menulis lebih dewasa secara emosional, karena dengan menulis ia dapat mengendapkan suatu informasi terlebih dulu, sebelum bereaksi secara spontan. Reaksi spontan terhadap suatu hal terkadang lebih melibatkan emosi. Kegiatan menulis mampu meredam gejolak emosi yang kadang sulit terkendali. Dalam menulis ia dapat bersahabat dengan keheningan, lebih mengenal diri sendiri secara holistik, dan mensublimasi hal-hal negatif dalam diri menjadi tulisan yang dapat menginspirasi.
Dalam pembelajaran diriku pun tak lupa menyampaikan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang “seksi”. Selama ini “seksi” diidentikkan dengan penampilan fisik semata. Orang bisa jatuh hati atau tertarik berkat tampilan rupawan. Sedikit berbeda, diriku justru menganggap profesi penulis merupakan pekerjaan seksi, karena mampu menghipnotis para pembaca dengan tulisan yang dihasilkannya. Tulisan yang seru, menarik nan inspiratif mampu membuat para pembaca jatuh hati tidak hanya kepada tulisan tersebut, melainkan juga kepada penulisnya.
Membuat seseorang jatuh hati pun dapat dilakukan dengan media tulisan tidak hanya dengan tampilan fisik semata. Label “seksi” bagi penulis kurasa tak berlebihan. Guru penulis pun dapat menyandang “seksi”, karena melalui tulisan-tulisannya dapat mengajak para siswa mencintai dunia tulis-menulis. Contoh nyata dan hidup yang mampu menggerakkan para siswa untuk melakukan kegiatan menulis. Guru penulis memiliki bekal untuk menggerakkan mereka mencintai dunia tulis menulis. Pengalaman diriku sebagai guru penulis lebih mudah untuk meminta mereka untuk mulai menulis. Menulis sepenuh hati, bukan hanya menulis karena tuntutan kurikulum semata. Satu persatu dari mereka mulai bertanya, bagaimana mulai menulis di blog atau memberanikan diri untuk mengikuti lomba menulis. Melihat mereka mulai antusias bertanya tentang dunia menulis. Menyiratkan makna bahwa mereka tertarik dan ingin tahu lebih dalam tentang kegiatan menulis. Keantusiasan mereka dalam menulis terbayar tuntas, ketika beberapa prestasi menghampiri seperti prestasi honorable mention dari AstroPoetry Contest, Young Adult Division yang diselenggarakan oleh Astronomers Without Borders di Amerika Serikat.

Dear Griselda,

This is to let you know that your poem, "Shooting Star," is an Honorable Mention winner in the Astronomers Without Borders 2013 AstroPoetry Contest, Young Adult Division. Congratulations! The poem is published in the AWB AstroPoetry Blog.
This poem was one of my personal favorites. I especially liked the imagery about the meteor and falling in love! Nice!
Again, congratulations and good luck!

Bob Eklund
beklund@sprynet.com
www.bobeklund.com
AWB AstroPoetry Blog editor &
poetry contest coordinator

Prestasi dari dalam negeri pun berhasil menghampiri siswa kami dari ajang lomba cerpen remaja tingkat nasional tahun 2013 yang diselenggarakan oleh lembaga kebudayaan RayaKultura didukung oleh Rohto. Prestasi dalam menulis yang diraih oleh siswa dan diriku sebagai guru penulis merupakan bonus berkat ketekunan bergulat dengan aksara dan siap menerima label unik nan berbeda.

(2) Siap Menulis, Siap Menuai Prestasi

Keberanian berbeda dengan rekan-rekan guru dalam memilih sarana katarsis memang tak langsung dapat terlihat hasilnya. Diperlukan 1 tahun hingga diriku berhasil menembus finalis lomba menulis. Bangga terasa saat kabar itu menghampiri. Perlahan namun pasti, diriku semakin meniatkan diri untuk menjadi guru penulis. Lebih mudah mendampingi para siswa saat seorang guru memiliki label yang khusus dan berbeda dari rekan guru kebanyakan.
Para siswa butuh contoh dalam melakukan sesuatu. Meminta mereka menulis akan lebih mudah. Jika diriku sudah memulai menulis terlebih dahulu. Dalam pembelajaran mudah menggerakkan mereka, karena ada contoh nyata, yakni: gurunya yang kebetulan guru penulis. Menekuni suatu bidang akan membuahkan prestasi, jika sudah melewati 10000 jam. Prestasi diperoleh dari ketekunan. Dalam buku Outliers, Malcolm Gladwell menerangkan efek 10000 jam latihan. 10000 jam yang disarankan oleh Gladwell mutlak diperlukan, jika seseorang ingin menggapai keberhasilan dalam bidang apapun. Sebenarnya diriku belum mencapai total angka ideal tersebut, namun aku sudah mulai menuai hasil positif dalam bidang menulis mulai tahun 2012 sebagai finalis lomba menulis BioVision Inspiring Teacher yang diadakan oleh nulisbuku.com dan BioVision.
Selain itu, ada prestasi menulis yang tak kulupakan. Menjadi pemenang ketiga dalam lomba menulis puisi tingkat nasional yang diadakan oleh akun @puisi360 dan didukung oleh Bapak @GitaWirjawan, Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2011-2014 (7 bulan sebelum masa jabatan berakhir –mengundurkan diri- karena maju sebagai peserta konvensi capres dari Partai Demokrat. Prestasi tersebut makin mengkristalkan diriku untuk terus menapaki sebagai guru penulis. Bangga dengan pilihan yang sudah kuambil untuk menulis dan menjadi guru penulis. Ketekunan yang membuahkan. Ketekunan yang makin menimbulkan kebanggaan. Ketekunan yang tak henti-henti makin memudahkanku untuk lebih memotivasi para siswa dalam menekuni dunia tulis menulis.
(3) Tanoto Foundation, Kompasiana dan Guru Penulis
Peraih Nobel Ekonomi, Amartya Sen dalam buku Development as Freedom mengungkapkan bahwa kemiskinan dalam suatu wilayah atau negara bukan semata-mata kekurangan pangan, malnutrisi. Lebih dari itu, Sen merumuskan kembali pengertian kembali kemiskinan. Menurutnya, kemiskinan juga disebabkan oleh buta huruf, mengidap penyakit, tiadanya kebebasan sipil atau kebebasan berdemokrasi, diskriminasi, dan perampasan hak-hak milik pribadi.
Hasil kajian dari Nobelis bidang ekonomi, Amartya Sen sejalan dengan visi Tanoto Foundation yang berupaya menjadi pusat unggulan dalam penanggulangan kemiskinan melalui, Pendidikan, Pemberdayaan dan Peningkatan Kualitas Hidup. Untuk mewujudkan visi tersebut Tanoto Foundation mengembangkan dan menerapkan program-program inovatif. Menerbitkan buku pendidikan seperti Oase Pendidikan di Indonesia: Kisah Inspiratif Para Pendidik dan Menjadi Sekolah Terbaik: Praktik-praktik Strategis dalam Pendidikan. Selain itu, alangkah membahagiakan jika Tanoto Foundation mewadahi guru-guru penulis. Melalui wadah tersebut diharapkan guru-guru penulis dapat saling berbagi dan menyemangati untuk terus menulis, bahkan mungkin saja menerbitkan buku bersama tentang suatu tema.
Di Kompasiana diriku mendapati guru-guru penulis yang sudah berkiprah dan menerbitkan buku seperti Johan Wahyudi dan Wijayah Kusumah (Om Jay). Semoga melalui lomba tentang guru penulis yang diadakan Tanoto Foundation dengan Kompasiana semakin memetakan guru-guru penulis seantero Indonesia, lalu dapat berhimpun dalam satu ikatan komunitas guru penulis. Publik sudah mengetahui beragam komunitas terlahir dari rahim Kompasiana seperti Kompasianer Hobi Jepret (Kampret), Komunitas KoplakYoBand, Fiksiana Community, Ladiesiana, dan KPK (Kompasianer Penggila Kuliner).
Mengikat dalam satu ikatan komunitas guru penulis (KGP) dapat saling berbagi informasi dan saling menyemangati untuk bersama melangkah maju, karena kemajuan suatu bangsa dapat terukur melalui buku-buku berkualitas yang diterbitkan. Komunitas guru penulis (KGP) diharapkan dapat menjadi lokomotif untuk menjadikan menulis sebagai gaya hidup.
Menciptakan perubahan dan memberantas kemiskinan di suatu wilayah menurut Sen juga terletak pada pentingnya redistribusi aset non fisik. Masalah yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah belum meratanya akses pendidikan dan kesehatan pada kaum tak berpunya. Melalui KGP dapat pula didukung untuk melahirkan artikel-artikel yang mengkritisi kebijakan sektor pendidikan dan beragam sektor yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia, karena “menulis adalah tugas sosial,” ujar tokoh emansipasi R. A Kartini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline