Lihat ke Halaman Asli

Masbom

Suka cerita horor

Kampung Akhirat

Diperbarui: 29 Mei 2021   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Pada suatu ketika ...

Seorang Karl Meoj sedang duduk-duduk santai di tepi kolam ikan di kebun belakang rumahnya. Dia seorang Jawa asli. Tetapi sengaja mengganti nama panggilannya agar terkesan milenial. Setelah diothak-athik gathuk, ketemulah nama Karl Meoj untuk mengganti nama aslinya.

Karl Meoj bersandar pada pohon talok yang sedang berbuah lebat. Diperhatikannya ikan-ikan koi kesayangannya yang bergerak bebas ke sana kemari. Ikan-ikan itu terlihat gembira saling berkejaran.

"Andai aku bisa seperti koi itu ... Hidup gembira dan bebas tanpa beban," katanya dalam hati.

Karl Meoj tidak menyadari bahwa hidup itu sebenarnya hanyalah sendau gurau belaka. Seperti apa yang telah ditulis pada sebuah kitab suci yang sudah jarang sekali dia baca semenjak taraf kehidupannya meningkat.

Padahal sudah hampir setengah abad Karl Meoj menjalani kehidupannya. Dan tidak menyadari pula bahwa dia telah terjebak dalam sebuah lingkaran setan permainan kehidupan dunia. Jika selesai satu permainan akan ada tantangan permainan baru lagi untuk menuruti kesenangan hawa nafsunya. Begitu seterusnya sehingga terjadi ikatan yang kuat antara nafsunya dengan kehidupan dunia.

"Aku bisa seperti ini karena uang, sehingga semua keinginanku dapat terpenuhi. Coba kalau tidak ada uang, bagaimana aku dapat memenuhi keinginanku? Yang ada batin menjadi tersiksa dan semakin menderita. Tapi aku masih belum puas dengan semua ini," kata Karl Meoj.

Beberapa buah talok yang telah matang di pohon jatuh ke dalam kolam. Mengejutkan ikan koi di dalamnya sehingga menimbulkan riak-riak gelombang kecil yang bergerak tidak beraturan. Karl Meoj pun tersadar dari lamunannya. Dan entah mengapa tiba-tiba teringat kembali nasihat dari mendiang bapaknya, di awal-awal dia menikmati kesuksesan hidupnya.

"Mengejar dunia dan kekayaan itu memang penting, karena kita hidup di dunia dan butuh uang. Tapi apakah itu dapat menjadi takaran kebahagiaan dan keselamatan hidup di dunia dan hari akhir? Apalagi ada kehidupan langgeng setelahnya yang membutuhkan pertanggungan jawab dari apa yang kamu lakukan pada saat ini."

Karl Meoj menghela napas panjang. Hatinya bergetar teringat pertanggungan jawab di hari akhir. Bagaimana dia akan mempertanggungjawabkan semua itu jika mata hatinya masih dibelenggu oleh gemerlapnya nafsu dunia.

Karl Meoj sedikit menengadahkan kepalanya. Dilihatnya sekumpulan awan kelabu berarak-arak di langit. Seolah-olah ikut menyelimuti hatinya yang telah lama membeku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline