Lihat ke Halaman Asli

Bang Bolank Gowes to Jogja – 002

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melanjutkan pengalaman yang sebelumnya..

Perjalanan ini Terasa Sangat Menyedihkan
Sayang Engkau Tak Duduk Disampingku Kawan
Banyak Cerita Yang Mestinya Kau Saksikan
(Berita kepada KAwan – Ebiet G Ade)

perjalanan ini adalah perjalanan pertama dan pengalaman pertama saya naik kereta api dengan sepeda. Biasanya hanya tas ransel yang menemani tapi kali ini, selain tas juga ada sepeda lipat. Terus terang saya tidak bertanya2 kepada siapapun perihal tata cara “bersepeda” di atas kereta. Tanpa tanya2 lagi, begitu kereta datang, foto2 sebentar dilanjutkan dengan melipat sepeda.

Rencananya seli akan diletakkan di bagasi atas (?). bukan bagasi sebenarnya. Tempat untuk meletakkan tas penumpang. Berdasarkan pengamatan, seharusnya seli 16” ini bisa ditempatkan diatas. Tapi apa daya ternyata tidak muat. Walhasil, seli diparkir di samping tempat duduk. Agak mengganggu lalu lintas orang memang, tapi apa mau dikata. Ini salah saya. Seharusnya sepedanya dititipkan di restorasi kereta api atau di gerbong barang. Tapi karena ketidaktahuan saya…..

Kereta ini akan menempuh jarak sekitar 560km dari stasiun pasar senen Jakarta menuju stasiun lempuyangan jogjakarta. Selama perjalanan akan ada 3 kali pemeriksaan karcis kereta. Maklum, namanya juga kereta kelas ekonomi jadi pemeriksaan karcisnya agak kejam. Pemeriksaan karcis dilakukan pada rute sbb:
-         Jakarta – Cirebon
-         Cirebon – Purwokerto
-         Purwokerto – Jogjakarta
Saya yang sudah mengantongi karcis kereta api tidak merasa bersalah dan tidak takut pada saat pemeriksaan karcis. pede aja lagi. La wong sudah bayar, jadi gak ada masalah bukan?

Selepas stasiun cikampek, mulailah kondektur (?? Apa sih nama profesi si pemeriksa karcis kereta api??) rute Jakarta – Cirebon memeriksa karcis. Amaaaannnn..
(kenapa aman?? Nanti juga akan tahu…)

Selepas stasiun cirebon, sekitar jam 1:30 WIB (dini hari!!!), datang lagi kondektur untuk periksa karcis. Mata yang sudah sayup2 kuyu, kurang dari 5 watt terpaksa terbuka untuk meladeni si kondektur yang minta ditunjukkan karcis. Antara tidur dan terjaga, tangan ini meraih karcis dan menyerahkannya (untuk dibolongi!). sesaat kemudian dia mengembalikan karcis tersebut dan bertanya: “Ini sepeda siapa?”
Sontak!!

Sepeda saya pak. (dengan suara parau dan bau naga xixiixxxi).
Karcis sepedanya mana?
Haa???
-sejak kapan sepeda pake karcis??

Bla bla bla bla bla… ternyata si kondektur ini nodong uang karcis (bahasa premannya : MALAK) untuk sepeda lipat kuning ini. Alamak! Perasaaan tadi pas diperiksa pertama kali gak ada uang tambahan dah.. kok sekarang ada?
ada yang gak beres nih.

Diantara kegeraman dan rasa kantuk yang begitu dalam, ya sudah lah.. cari jalan damai saja.. selembar uang Rp 10.000 berpindah tangan untuk alasan karcis sepeda. Dalam hati terus mengomel kenapa tidak adu omongan dengan si kondektur. Logika berkata: mungkin saja ada karcis untuk sepeda.
Rasa kantuk terus menyergap…. Zzzzzzzzzz……

Setelah sholat shubuh dengan bertayamum, kembali otak “berdiskusi” dengan hati tentang apa yang terjadi semalam. Siapa yang salah? Ada peraturan yang dilanggar? Siapa yang melanggar aturan?
….
….

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline