Lihat ke Halaman Asli

Sakit dan Marah Setelah Timnas Tersingkir

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Kisah pertautan saya dan timnas selama ini menjadi kisah dahaga tak terpuaskan. Harapan untuk berjaya selalu berujung kecewa.

Kali ini terulang di Piala AFF 2012. Indonesia gagal ke semifinal karena ditekuk Malaysia, seteru abadi kita, 2-0.

Sakit dan kecewa. Tapi kekecewaan kali ini terasa lebih dalam, bahkan bercampur kemarahan. Karena kegagalan kali ini juga disumbang atau bahkan disebabkan oleh sekelompok orang yang dengan gagah berani memakai kata penyelamat dan Indonesia. Nyatanya ketika Indonesia memanggil, ketika tanah air membutuhkan, mereka mangabaikan. Mereka lebih memilih menjaga pemainnya tetap di klub untuk sekedar mengikuti turnamen entah apa pentingnya.

Kecewa. Pahit. Perih. Tapi, ah, hidup memang tak adil. Tanya saja pada mereka para korban lumpur Lapindo itu, yang akar dan penghidupannya terrenggut oleh keluarga pengusaha yang kini juga jadi penyokong utama kelompok yang merasa jadi penyelamat sepak bola indonesia. (Entah sepak bola indonesia mana yang mereka maksud ketika tim nasional yang membawa nama bangsa saja tak mereka pedulikan).

Hidup memang pedih dan tak adil. Tapi kita harus tabah dan siap. Karena yang lebih buruk mungkin akan menimpa kita.Kelak salah satu dari keluarga itu, berkat uang dan pengaruhnya, bisa jadi penguasa negeri ini. Belum terbayangkan kekcewaan dan kepedihan seperti apa lagi yang akan sebagian (besar) dari kita rasakan karenanya. Tapi bulu kuduk tak terasa sudah merinding karenanya.(*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline